Dalam KBBI Online, Relativisme berarti pandangan bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh akal budi yang serba terbatas maupun oleh cara mengetahui yang serba terbatas.
Paham relativisme menjadi akar berbagai paham aliran-aliran kontradiktif ala liberal. Sikap yang meniadakan kebenaran universal ini ketika menyentuh ranah teologis, akan menimbulkan banyak dampak. Bagaimakah relativisme memberi pengaruh signifikan terahadap agama? Akan penulis jelaskan sederhana berikut ini.
Baca Juga: Manusia Bisa Meraih Kebenaran Absolut
Sebelumnya mari bedakan, pluralisme agama dan pluralitas agama. Pluralisme agama adalah pandangan sepihak bahwa kebenaran setiap agama bersifat relative, sedangkan pluralitas agama menunjukkan bahwa di dunia ini ada banyak macam agama dengan pemeluknya masing-masing. Nah, yang dipengaruhi oleh relativisme adalah pluralisme agama, yang disebabkan memahami relativisme akal dan relativisme iman.
Perlu diketahui, Islam menerima keberagaman agama sebagai bukti kekuasaan Allah SWT, sebagaimana antara lain termaktub dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 48:
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah menjadikan kalian semua satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Baik, mari kembali ke topik. Bagaimana pemahaman tentang banyak agama ketika dimasuki oleh relativisme menjadikannya pluralisme yang berbahaya. Pertama, imbas dari relativisme akal, sebagaimana kita tahu, semua gagasan yang timbul dari akal mengandung dua hal, benar atau salah. Sehingga manusia dalam menjalani proses pemikiran yang relatif ini perlu melakukan observasi dan pembuktian secara nalar hingga dapat diterima kebenarannya.
Baca Juga: Lima Karakteristik Islam Liberal
Contohnya, relativisme kebenaran dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bahwa setiap orang dengan perbedaan tingkat intelektual dan kapabilitasnya, berhak memberikan pemaknaan terhadap ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis. Masing-masing tidak berhak mengklaim dirinya lebih benar dari lainnya. Alasannya, kebenaran mutlak hanyalah milik Allah SWT, sedang al-Qur’an adalah Firman-Nya yang kebenarannya dijamin secara mutlak.
Adapun kebenaran mutlak tersebut hanyalah diketahui oleh Allah; dan manusia tidak akan pernah dapat mencapainya. Alasannya, manusia adalah makhluk yang nisbi dan relatif, maka kebenaran yang dicapainya juga bersifat relatif, samar dan senantiasa berbeda antara satu dengan yang lain, bahkan terkadang kebenaran tersebut kerap berubah seiring dengan kondisi, situasi dan kecenderungan manusia yang berkaitan.
Dampak serius pemahaman ini terhadap agama adalah timbulnya keragu-raguan atau sikap skeptis dan agnostis, sikap percaya bahwa kebenaran tertinggi milik Tuhan, dan manusia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu. Hingga timbul pertanyaan apakah agamanya benar atau tidak, dan ini sangat mempengaruhi keimanan seseorang.
Melanjutkan yang di atas, relativisme iman berarti iman tidak lagi bermaksud yakin pada satu agama saja, tetapi agama lain juga punya hak untuk diimani. Untuk memperjelas makna iman, perlu kita ketahui secara terminologis hal yang dikemukakan oleh Syekh al-Zujaj, “Iman, memperlihatkan ketundukan dan sikap menerima terhadap syariat dan semua ajaran Nabi SAW. Kemudian menyakininya dan membenarkannya dalam hati. Maka barang siapa memiliki sifat ini, berarti dia adalah seorang Mukmin-Muslim tanpa keraguan sedikitpun. Yaitu yang memandang bahwa pelaksanaan kewajiban perintah adalah wajib baginya, tanpa meragukannya sama sekali”.
Imbas relativisme iman menjadikan pemeluk agama bersikap Indiferentisme yang berarti sikap acuh tak acuh terhadap kebenaran iman. Dengan masuknya relativisme iman dalam agama menjadikan kedudukan Allah, Yesus Kristus umat Kristiani, Budha, bahkan dewa-dewa Hindu seolah memiliki persamaan derajat. Hal ini mengakibatkan keimanan seseorang dalam bahaya, karena Allah berfirman dalam surat al-Ikhlas ayat 04
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.
Musyafal Habib | Annajahsidogiri.id