Shalat Jumat bukanlah shalat biasa. Ada beberapa hal yang tidak ditemukan dalam ibadah shalat pada umumnya, tapi menjadi keharusan dalam shalat Jumat. Yang paling menjadi ciri has dari shalat ini adalah dilaksanakannya dua khotbah sebelum dua rakaat shalat Jumat ditegakkan. Mayoritas ulama berpendapat, dua khotbah ini sebagai ganti dari dua rakaat shalat zuhur. Oleh karenanya dua khotbah ini wajid dilaksanakan di setiap shalat Jumat.
Biasanya, sang khatib naik mimbar untuk menyampaikan wejangannya sambil memegang sebuah tongkat. Dari dulu hingga kini, Dua ciri has khotbah tersebut mudah kita temukan dalam setiap shalat Jumat. Namun akhir-akhir ini, ada sebuah kelompok yang membidahkan khatib yang memegang tongkat ketika berkhotbah, yaitu kelompok Salafi-Wahabi. Mereka berasalan, karena kebiasaan tersebut hanyalah tradisi dan bukan syariat islam. menurut mereka Rasulullah SAW tidak pernah memegang tongkat ketika menyampaikan khotbah. Adalah sebuah bidah (dalalah) apabila melakukan sesuatu yang tak pernah diajarkan Rasulullah SAW. Maka seharusnyalah sang khatib tidak memegang tongkat ketika hendak berkhotah.
Lalu benarkah memegang tongkat ketika khotbah merupakan bidah yang tidak boleh dilakukan?
Jika kita telusuri dalam literasi ulama salaf, akan mudah kita temukan penjelasan bahwa memegang tongkat saat berkhotbah merupakan Sunnah Nabi. Salahsatunya adalah pernyataan Imam Nawawi dalam kitab fenomenalnya, Majmu’ Syarh al-Muhaddzab. Bahwa disunnahkan bagi seorang khatib untuk berpegangan pada busur atau tongkat ketika berkhotbah. Beliau mencetuskan hukum dari hadis yang diriwayatkan al-Hakam bin Hazan.1
Bunyi hadis yang dimaksud adalah;
قَالَ : فَلَبِثْنَا عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامًا ، شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ ، فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَكِّئًا عَلَى قَوْسٍ ، أَوْ قَالَ عَلَى عَصًا – فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ ، طَيِّبَاتٍ ، مُبَارَكَاتٍ ، ثُمَّ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ لَنْ تَفْعَلُوا ، وَلَنْ تُطِيقُوا كُلَّ مَا أُمِرْتُمْ بِهِ ، وَلَكِنْ سَدِّدُوا وَأَبْشِرُوا
al-Hakam bin Hazan berkata; kami tinggal bersama Rasulullah SAW dalam beberapa hari. Kami menghadiri shalat Jumat pada waktu itu. Rasulullah SAW berdiri sambil berpegangan pada busur atau tongkat. Kemudian beliau memuji pada Allah SWT, dan memuji-Nya dengan kalimat ringan, baik dan berkah. Lalu beliau bersabda; “wahai manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mengerjakan dan tidak mampu melaksanakan semua yang diperintahkan pada kalian. Akan tetapi lakukanlah pekerjaan yang lurus dan sampaikan kabar gembira”.2
hadis lain sebagai dalil kesunnahan berpegangngan pada tongkat ketika khotbah adalah berikut ini;
ابن جريج قال : قلت لعطاء : أكان النبي صلى الله عليه وسلم يقوم إذا خطب على عصا ؟ قال : نعم ، كان يعتمد عليها اعتماد
Ibnu Jarih bertanya pada Imam Atha’; “apakah Rasulullah SAW memegang tongkat ketika berdiri menyampaikan khotbah?” Imam Atha’ menjawab. “ya, rasulluah selalu berpegangan pada tongkat ketiak khotbah”.3
Hadis di atas tergolong hadis lemah, akan tetapi hadis tersebut dikuatkan oleh hadis Alqamah di bawah ini;
عن علقمة : أن عبد الله بن مسعود كان يقوم قائما كل عشية خميس فما سمعته في عشية منها قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم غير مرة واحدة قال : فنظرت إليه وهو معتمد على عصي فنظرت إلى العصا يزعزع
Dari Alqamah, bahwa Abdullah ibnu Mas’ud RA selalu berceramah pada setiap sore hari kamis. Di antara yang aku dengar pada suatu sore, ia berkata; “Rasulullah telah bersabda lebih dari satu kali.” Ibnu Mas’ud berkata; “aku melihat pada beliau, sambil berpegangan pada tongkat, aku melihat tongkat itu bergerak”.4
Dan masih banyak lagi dalil tentang kesunnahan memegang tongkat saat khotbah. Dari tiga dalil di atas cukuplah kiranya sebagai landasan bahwa yang kita lakukan selama ini memang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Lalu kelompok yang membidahkan masalah ini mengikuti ajaran siapa?
Baqir Madani/Annajah.co
Catatan Akhir:
- Majmu’ Syarh al-Muhaddzab vol 4/526
- Ahmad [17856], Abu Daud [1096] al-Baihaki dan at-Tabarani
- Al-Mushannaf as-Sam’ani, vol 7/361
- Al-mu’jam al-kabir, vol 9/123