Penulis akan menjelaskan konsep toleransi dalam Islam, mengenai esensi dan batasan batasannya. Hal ini perlu di jelaskan, karena melihat kalangan orang yang belum sepenuhnya mengerti tentang toleransi. Banyak hal yang jelas dilarang oleh agama dikaburkan dengan berdalih toleransi. Seperti menghadiri perayaan Natal di gereja, membenarkan LGBT, pluralisme agama, dan lain sebagainya.
Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, Islam tentunya memiliki konsep toleransi. Pada dasarnya, arti toleransi tidak bermasalah, karena menghargai satu sama lain juga diajarkan dalam agama Islam, hanya saja tentu dengan beberapa catatan. Tidak sebebas toleransi abal-abal ala liberal.
Secara garis besar, Islam dibangun dengan tiga pondasi pokok; akidah, syariah, akhlak atau dalam bahasa hadis disebut iman, Islam, ihsan. Sebagaimana tertuang dalam kitab Arba’in Nawawiyyah.
Dalam aspek akidah, ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah sama dengan hal yang dibawa oleh para rasul sebelumnya, yakni mengesakan Tuhan dan menyucikan-Nya dari seluruh kekurangan, hal ini karena akidah adalah ikhbar, jadi tidak ada perbedaan antara satu pembawa berita dengan yang lain. Jadi ketika ada orang yang melabrak hal ini seperti gaungan pluralisme agama, kita tidak boleh menoleransiya dengan arti lain tidak ada kata toleransi dalam ajaran yang sudah pasti diketahui dalam agama (al ma’lum min ad-din bid-dharuroh)
Batasan Toleransi
Toleransi dalam Islam hanya sebatas berinteraksi sosial yang wajar. Dengan memberi cerminan bahwa agama Islam sangat menjunjung akhlakul karimah. Misal ketika orang non-muslim kecelakaan maka kita boleh membantunya. Ketika mereka mencaci, maka boleh membiarkan tanpa membalas perkataan tersebut. Sekali lagi dengan batasan tertentu.
Mengenai batasan toleransi dalam Islam, dijelaskan dalam kitab al wasith lis-sayyid ath-thanthawi. ”Berinteraksi dengan non muslim tidak diperbolehkan apabila dapat merendahkan Islam atau menyakiti hati kaum muslimin, atau menyia-nyiakan kemaslahatan mereka. Adapun hal-hal lain, seperti jual beli dan muamalah lain maka diperbolehkan”.
Namun, berinteraksi dengan non-muslim masih perlu klasifikasi lagi, meninjau keadaan personalianya. Dalam kitab At tasyri’ Al jina’iy fil-Islam dijelaskan bahwa seorang mukmin yang berinteraksi dengan non-muslim dalam keadaan rela pada kekafirannya atau berinteraksi karena kekafirannya, maka tentu hal tersebut diharamkan. Karena orang yang mengerjakan hal tersebut telah membenarkan kekafiran dan tentu membenarkan kekafiran dapat menyebabkan orang tersebut kafir. Dari sini dapat disimpulkan bahwa konsep toleransi dalam Islam tidak sampai melabrak pada ajaran-ajaran agama, hanya sebatas mu’asyarah dhohirah (berinteraksi secara normal) saja, dan tentunya dengan keadaan hati yang normal agar kita tidak terjerumus pada kekafiran
Ilwa Nafis Sadad| Annajahsidogiri.ID