Permasalahan
Pada bagian ketiga, kelompok Qadariyah digolongkan dalam kelompok Muktazilah. Segi etimologi, “Qadariyah” bermakna ketentuan dan ketetapan. Adapun segi terminologi, Qadariyah adalah kelompok yang mengedepankan perbuatan manusia tercipta atas kehendak sendiri, tidak ada takdir Allah akan segala tindakannya. Segi terminologi inilah letak persamaan kelompok Qadariyah dengan kelompok Muktazilah.
Kedua aliran ini berpendapat, manusia memiliki wewenang menciptakan perbuatannya sendiri. Qadariyah dan Muktazilah mengunggulkan kebebasan wewenang manusia, bahwa meraka melakukan sesuatu penuh dengan kekuasaannya.
Bagi keduanya, manusia memiliki kekuasaan untuk menciptakan kehendaknya, kuasa Tuhan tidak boleh mencampuri wewenang manusia. Artinya, segi perbuatan taklif tidak boleh ada pada segala perbuatan. Manusia berkuasa penuh atas perbuatan yang diperbuat, kuasa manusia menciptakan segala kemauannya. Manusialah yang menentukan ingin mengerjakan sesuatu atau tidak, tanpa didasari takdir Tuhan sebagai Pencipta hakikat perbuatan tersebut.
Dengan demikian, wewenang manusia merupakan keseluruhan bagi segala perbuatan. Semisal, ia ingin berbuat baik. Maka untuk mewujudkannya, manusia berwenang ingin berprilaku baik atau malah berprilaku jahat, tanpa didasari takdir Tuhan sedikit pun.
Oleh karena itu, jika manusia berprilaku baik, maka ia berhak mendapatkan pahala. Juga sebaliknya, jika manusia berprilaku jahat maka ia mendapatkan dosa, sesuai kehendak perbuatan orang tersebut. Tidak ada kuasa Tuhan menciptakan perbuatan manusia. Tuhan hanya berhak memberikan dosa atau pahala sesuai apa yang dilakukan manusia, mengenai perbuatannya, Tuhan tidak boleh mengurusi.
Untuk pandangan Muktazilah, Ahlusunnah Waljamaah mengenal pendapat mereka dengan sebutan, “Zahiran wa Batinan Mukhtaran” (kasab manusia terbebas batin dan zahir).
Pendapat ini berpedoman pada anggapan Muktazilah, bahwa manusia memiliki sifat ikhtiar penuh terhadap pekerjaannya. Menurut mereka, bila manusia tidak memiliki kehendak penuh atas perbuatannya, kemudian berbuat maksiat dan disiksa oleh Allah Swt., maka hal zalim bagi Allah Swt. mengehendaki dosa bagi orang tersebut sebab bagi mereka mengerjakan perbuatan tertaklif, yang tentu ditunjukkan pada segala kebaikan.
Penolakan
Tentu pendapat dua kelompok ini tidak bisa dibenarkan. Secara zahir, manusia memang tampak melakukan segala hal dengan pilihannya tersendiri, seakan bisa memilah untuk melakukan apapun secara bebas, tanpa ada dasar taklif sedikit pun. Namun, secara hakikat pekerjaan tersebut diciptakan Allah. Sesuai firman-Nya;
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS. As-Saffat; 95)
Jabaran mereka seakan menafikan takdir Allah, dan menyebut bahwa Allah tidak boleh ada taklif dalam perbuatan hamba. Meksi hamba bisa menciptakan pekerjaan, tentu secara hakikat manusia tidak memiliki atsar penuh mewujudkan kasabnya.
Untuk menolak pendapat Qadariyah dan Muktazilah lebih lanjut, meyakini pekerjaan hamba menjadi keharusan, tetapi tetap meyakini bahwa hamba tidak bisa menciptakan penuh terhadap ikhtiarnya. Imam as-Asy’ari menafsiri “Al–Mu’atstsir” bahwa Allah dengan Kudrat-Nya, sedangkan hamba ialah sandarannya.
Oleh karena itu, Ahlusunnah juga menyandarkan perbuatan kepada pada manusia, bukan disandarkan langsung pada Allah. Jabaran ini atas standar orang yang berdiri, duduk, makan, maupun minum tentu disandarkan pada manusia meski keadaan tersebut merupakan ciptaan Allah.
Bila menyebut segala takdir Allah berkaitan dengan segala pekerjaan, maka itu tidak pantas. Contoh, Allah menakdirkan kekufuran seseorang, maka menandakan bahwa sifat Allah ialah mengufurkan. Tentu ini tidak pantas, dan juga bersifat zalim.
Seandainya manusia menciptakan perbuatan tersendiri, tentu ia mengetahui pekerjaannya secara terperinci, yang nantinya ia bisa menentukan pada Allah mengenai apa yang hendak dilakukan.
Walhasil, ulama sepakat bahwa kasab Idhthirari diciptakan oleh Allah secara ittifaq, juga kasab Ikhtiari, selain hamba juga berperan mewujudkannya segi perbuatan, yang nantinya disebut kasab. Perlu diketahui, bahwa sebagian perbuatan manusia murni tercipta atas pekerjaan Ikhtiari-nya, sedangkan sebagian lain atas pekerjaan Idhthirari-nya.
Agus Hidayat | Annajahsidogiri.id