Ayat muhkam merupakan ayat yang maknanya mudah dipahami, sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang hakikat maknanya hanya Allah yang mengetahui dan sebagian orang yang mumpuni ilmunya. Oleh karena itu, tak bisa sembarangan dalam memahami ayat mutasyabih. Demi memahami hakikat ayat muasybih secara jelas dn gamblang, simak wawancara Abdul Adim Wahid dengan Ust. Alil Wafa selaku Pemimpin Redaksi Sidogiri Media berikut ini:
Bagaimana metode memaknai ayat mutasyabih secara benar?
Dalam al-Qur’an, terdapat ayat yang disebut muhkam dan mutasyabih. Allah berfirman dalam surah Ali-Imran ayat tujuh terkait pembagian ayat Qur’an ini:
“Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”
Sebagian ulama Ahlusunah Waljamaah mengartikan makna ayat di atas bahwa yang bisa memahami ayat mutasyabih hanyalah Allah dan orang tertentu yang Allah pilih untuk juga memahaminya.
Ada dua metode dalam menyikapi ayat mutasyabih; takwil dan tafwid. Takwil biasa digunakan oleh mayoritas ulama khalaf (ulama yang hidup setelah tiga abad pertama Hijriah). Mereka menakwil (memaknai) ayat-ayat mutasyabih secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam Bahasa Arab. Metode takwil ini sangat tepat untuk diterapkan, terutama ketika dikhawatirkan terjadi goncangan akidah dikalangan orang-orang awam.
Kedua adalah tafwid. Metode kedua ini adalah memasrahkan penuh maknanya pada Allah. Jadi tak ada satupun yang berhak memaknainya. Untuk metode kedua ini biasa digunakan oleh ulama salaf.
Mengapa ulama salaf dan khalaf berbeda sikap?
Sikap dua ulama dalam memahami ayat mutasyabih ini sama-sama benar dan sama-sama boleh kita ikuti. Ketidakmauaan ulama salaf untuk menakwil ayat mutasyabih dengan takwil tafsili, itu karena sikap kehati-hatian mereka. Ini terbukti dengan perkataan ulama salaf yang mengatakan, “Mendalami ayat-ayat mutasyabih ini tidak diperbolehkan, khususnya ayat-ayat yang menjelaskan asma Allah dan sifat-sifat-Nya”.
Sedangkan ulama khalaf lebih condong untuk menakwili tafsili ayat mutasyabih, demi menghindari kebingungan kepada orang-orang awam dalam memahaminya.
Jalan keluar dalam memahami ayat mutasyabih?
Ikuti ulama salaf (tafwid)! Menurut Imam al-Ghazali, tauhid yang sederhana namun tidak ada lagi keraguan di dalamnya adalah tauhid yang dimiliki orang-orang salaf. Dalam kehidupan sehari-hari jika mereka mendapati hadis Rasulullah yang berhubungan dengan masalah tauhid dan di luar jangkauan akal pikiran (mutasyabih), mereka selalu menimbangnya dengan tujuh dasar; Taqdis ( penyucian), tashdiq ( Pembenaran ), jujur mengakui keterbatasan akal, diam, imsak (menahan), berusaha agar hati dan pikiran tidak terbius terlalu memikirkannya, dan memasrahkannya pada ahlinya masing-masing.
Abdul Adim Wahid | Annajahsidogiri.id