Sebagai penganut akidah Ahlussunah wal Jamaah, kita sangat mendukung pada dalil-dalil yang menerangkan berbagai keutamaan yang menyelimuti bulan Syakban, baik yang berkenaan dengan malam nishfu-Syakban sampai dengan puasa Syakban.
Terkait puasa Syakban sendiri, aliran Salafi-Wahabi menolak keberadaannya sebagai amalan sunah yang menjadi anjuran bagi umat Islam, di mana mereka menganggap bahwa dalil puasa Syakban hanyalah berasal dari hadis dhâif, sehingga tidak bisa diterima kepastiannya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Syekh Abdul-Aziz bin Baz (salah satu tokoh Wahabi kontemporer) dalam tulisannya di website almanhaj.or.id (media dakwah Wahabi).
Dalam tulisannya, tokoh Wahabi tersebut mengatakan demikian, “Di antara bidah yang sering dilakukan oleh orang-orang adalah mengadakan peringatan malam nishfu-Syakban, dan mengkhususkannya dengan puasa tertentu. Padahal, tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan sandaran terkait hal itu. Adapun hadis-hadis yang menjelaskan keutamaan-keutamaanya berupa hadis dhâif, sehingga tidak bisa dijadikan landasan.”
Baca Juga: Membela Yasin Fadilah dari Tuduhan Sesat
Berbeda jauh dengan pandangan Wahabi tersebut, Ahlussunah wal Jamaah justru sangat bersemangat dalam mengamalkan puasa di bulan Syakban, dengan berpegangan pada hadis-hadis yang menerangkan keunggulan berpuasa di bulan Syakban. Salah satu hadis yang dijadikan pijakan adalah hadis Shahih yang diriwayatkan dari jalur Sayidah Aisyah berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Rasulullah ﷺ berpuasa hingga kita mengatakan bahwasannya Nabi ﷺ sedang berpuasa. Nabi ﷺ tidak berpuasa sehingga kita berkata bahwa beliau sedang tidak berpuasa. Sungguh aku tidak pernah melihat Nabi ﷺ menyempurnakan puasanya pada satu bulan kecuali di bulan Ramadan. Aku juga tidak pernah melihat Nabi ﷺ berpuasa sebanyak puasanya di bulan Syakban.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ketika menjelaskan hadis di atas, asy-Syekh Mulla Ali al-Qâri menegaskan, bahwa Rasulullah ﷺ berpuasa sunah di bulan Syakban dan beberapa bulan yang lain. Sedangkan puasa yang beliau jalani di bulan Syakban ini jauh lebih banyak ketimbang di bulan-bulan yang lain. Selain itu, hadis barusan merupakan hadis sahih, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam at-Thayyîbî (Mirqâtul-Mafâtîh Syarhu Misykâtul-Mashâbîh juz. 4 hlm. 109).
Baca Juga: Pengamalan Hadis Daif Menurut Ahlusunah wal Jamaah
Tidak hanya itu, ulama terkemuka Wahabi dalam bidang Hadis, Nashiruddin al-Albani, ternyata turut mendukung keberadaan puasa Syakban sebagai amaliah yang sunah untuk dilakukan. Hal ini terekam jelas tatkala beliau mengabsahkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Dawud melalui jalur Sayidah Aisyah berikut, yang artinya, “Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah ﷺ adalah bulan Syakban, karena beliau senang berpuasa di bulan itu lalu menyambungnya dengan berpuasa di bulan Ramadan.” (HR. Abu Dawud).
Pada intinya, meninjau pada penjelasan yang telah penulis bentangkan, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pendapat yang dilontarkan oleh kelompok Wahabi di muka hanyalah sebuah tuduhan belaka, yang sama sekali tidak berfaedah. Sebab, anggapan yang mereka usung terkait puasa Syakban ini tidak lebih dari sekadar omong kosong. Wallâhu A’lam Bis-Shawâb.
M. Roviul Bada | Tauiyah