Beberapa tahun belakangan ini, kita sering mendengar orang Islam menjadi objek penindasan. Islam digambarkan sebagai agama yang barbar, teroris dan harus ditolak di mana-mana. Di Uighur, berita tentang penindasan orang Muslim kembali mencuat ke publik (detikNews, 16 Januari 2020). Di India, dibuatlah pelarangan terhadap imigran-imigran Muslim untuk memasuki kawasan di India. Puncaknya adalah pada hari Kamis (12/12/2019) bentrokan yang dipicu oleh UU Anti-Muslim pecah (Liputan6.com, 13 Des 2019). India mendapat kecaman dari berbagai tokoh di dunia. Dan masih banyak serangkaian penindasan-penindasan lain yang terjadi terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia. Sayangnya, sebagian umat Islam justru bungkam melihat kejadian yang menimpa umat Islam sekarang ini. Bahkan, ada sebagian tokoh yang justru mencibir pembela umat Islam tersebut. Melihat kejadian di atas, seolah-olah Islam terus dicari kelemahan dan kekurangannya. Lantas, ada apa dengan Islam?
Baca juga: Kuasa Allah dalam Virus Corona
Sebenarnya, apa penyebab Umat Islam saat ini tidak kuat dan tertindas? Padahal sebagaimana dilansir oleh Pew Research Center, jumlah Muslim di dunia saat ini adalah 1,8 milyar. Atau penduduk terbesar kedua setelah Kristen.
Semakin Gencarnya Musuh Islam
Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 120 di atas, Allah telah memberikan nas dalam al-Quran bahwa musuh-musuh Islam tidak akan rela kepada Umat Islam hingga Umat Islam mengikuti agama mereka. Sejak dulu, Umat Islam selalu dianggap sebagai ‘ancaman’ oleh musuh-musuh Islam. Beberapa fakta di atas hanyalah sedikit dari bukti ditindasnya Umat Islam.
Hilangnya Tamassuk bisy-Syari’ah
Sekarang, keimanan umat Islam tidak seperti dulu. Saat ini, kebanyakan umat Islam tidak berpegang teguh terhadap syariat. Sehingga, hilanglah keperkasaan umat terbesar kedua ini. Di Indonesia saja, pelanggaran syariat seperti kasus korupsi seakan-akan telah menjadi agenda tahunan yang tidak bisa lepas dari dunia perpolitikan. Zakat tidak lagi diperhatikan oleh kalangan menengah ke atas. Imbasnya, ekonomi umat tidak pernah bisa seimbang. Kemudian, konsistensi umat Islam terhadap syariatnya sendiri semakin meredup. Umat Islam semakin menjauh dari al-Quran dan melemahlah Ghirah Islamiyah (semangat keislaman) dalam diri umat Islam (Manhajul-Hadhârah al-Islâmiyah hal.148). Berbeda dengan masa para shahabat. Dulu, Umat Islam kompak menaati syariat. Sehingga, terciptalah umat perkasa dan disegani oleh negara-negara super power pada saat itu.
Umat Islam Tidak Bersatu
Permasalahan lainnya adalah saat ini tidak ada kekompakan di tubuh umat Muslim itu sendiri. Umat Islam di mana-mana menjadi terpetak-petak. Padahal, persatuan adalah hal paling urgen untuk menciptakan sebuah kekuatan. Dulu, saat Nabi Muhammad r hijrah ke Madinah hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun Ukhuwah-Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam) antara shahabat Muhajirin dan Anshar. Bangunan pertama yang dibangun oleh Nabi waktu itu adalah Masjid. Bukan tempat tinggal Nabi atau shahabat karena masjid adalah pusat persatuan umat Islam (Fiqhus-Sîrah hal.152). Di sana, umat Islam akan melaksanakan salat berjamaah bersama dan melakukan aktivitas keislaman bersama. Hingga, tak ayal jika sebagian ulama seperti Syekh al-Jurjani menjadikan ‘persatuan’ adalah sir (filosofi) dari jamaah (Hikmatut-Tasyrî’ wa Falsafatuhu hal.88).
Maka, sudah saatnya umat Islam kembali ke syariat, merajut persatuan dan peduli pada sesama. Wallahu a’lam.
Penulis: Abdul Muid | Aktivis ACS Litbang
Artikel telah dimuat di Buletin Tauiyah edisi 224 Bulan Jumadats Tsaniyah 1441