عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي سَفَرٍ. فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيرِ. فَقالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم: أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِباً. إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعاً قَرِيباً
“Diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Kami pernah bersama Nabi SAW dalam suatu perjalanan, kemudian orang-orang mengeraskan suara dengan bertakbir. Lalu Nabi SAW bersabda: Wahai manusia, rendahkanlah suaramu. Sebab sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada (Tuhan) yang tuli, dan tidak pula jauh, tetapi kamu sedang berdoa kepada (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.” (HR. Bukhari)
Jika ditanya amalan apakah yang paling utama diamalkan pada zaman ini? Ulama sepakat bahwa membaca shalawat adalah zikiran paling utama untuk dibaca. Di samping itu, kesunahan membacanya adalah sebuah kesunahan yang telah disepakati oleh ulama. Salah satu bentuk praktik pembacaan shalawat yang dicontohkan oleh ulama salaf adalah pujian kepada Nabi Muhammad yang diawali dengan pembacaan al-Quran seraya dibaca bersama-sama sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Hadratusyaikh KH. Hasyim Asyari dalam at-Tabbîhât al-Wajibât Liman Yashna’ul Maulid bil Munkarât.
Baca Juga: Hakikat Shalawat
Namun, akhir-akhir ini pembacaan shalawat atau Maulid Nabi sedikit demi sedikit banyak menyimpang dari apa yang diajarkan ulama. Pembacaan shalawat yang agung kini telah dicampuri dengan hal-hal yang munkar. Bukan pahala yang didapat melainkan murka yang diterima karena sudah tidak sesuai dengan akhlak yang diajarkan ulama.
Dalam asy-Syifâ fî Huququl Musthafa, Qadhi ‘Iyadh menjelaskan bahwa wajib hukumnya menghormati Nabi dan mengagungkannya ketika membaca shalawat atau membaca haditsnya. Beliau melanjutkan, bahwa penghormatan kepada Nabi setelah wafatnya sama wajibnya menghormati kepada Rasulullah saat masih hidup. Kemudian Syaikh Ibrahim at-Tughibi menambahkan, bahwa bersikap tawadhu’ (merasa butuh sekali kepada pertolongan Allah dan butuh sekali Syafa‘at Nabi Muhammad) dan khusyuk ketika membaca shalawat merupakan sebuah keharusan bagi seseorang yang membacanya. Hal ini dilakukan seakan-akan Nabi hadir dalam dalam majelis di mana shalawat itu dibacakan. Selain itu, pembacaan shalawat semata-mata dilakukan hanya untuk mengharap ridha Allah, karenanya ibadah ini harus dilakukan dengan ikhlas. Dengan begitu, secara tidak langsung akan menambah mahabbah kepada Rasulullah. Dengan begitu, shalawat yang sejatinya menjadi pembersih hati akan didapat. Keterangan serupa juga dijelaskan oleh Al-Imam Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam kitabnya yang populer, Sa’âdatut Dâraini fî ash-Shalâti ‘ala Sayyidil Kaunaini.
Baca Juga: Memahami Hukum dan Sejarah Maulid Nabi
AnnajahSidogiri.id