Isra Mikraj adalah sebuah mukjizat yang mengingatkan kita kepada urgennya kewajiban shalat. Oleh karena itu, Rasullullah ﷺ sendiri yang langsung diperintah Allah ﷻ untuk menghadap dan menerima perintah dari-Nya tanpa perantara siapapun. Seorang Muslim wajib menyakini bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Mikraj; perjalanan dari masjidilaqsa Yarussalem, lalu naik ke langit sampai Sidratulmuntaha (di langit ke tujuh), yang mana sebelum Mikraj, terjadi perjalanan yang tak kalah menakjubkan, yaitu Isra’; perjalanan dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa, ditemani dua malaikat; jibril disamping kanan dan Mikail disebelah kiri, serta Buraq sebagai kendaraannya. Sebuah keistimewaan yang tidak pernah seorang pun alami kecuali Nabi agung Muhammad ﷺ. Hanya saja, mukjizat ini malah banyak disalah fahami oleh kaum Wahabi, bahkan dijadikan dalil untuk menetapkan tempat bagi Allah ﷻ yang sebenarnya Allah Maha tidak butuh tempat. Sebagian kelompok ini berdalih, bahwa naiknya Nabi ke langit untuk bertemu Allah ﷻ merupakan dalil bahwa Allah ﷻ ada disana. Lantas, Apakah benar Mikraj nabi ke langit menunjukkan Allah di langit? Apakah peristiwa ini senada dengan hadist tentang seorang budak yang ditanyai tentang Allah dan menjawab bahwa Allah berada di langit? Apakah benar bahwa Allah sebenarnya bertempat sebagaimana asumsi kaum Wahabi?
Untuk menjawab keisykalan di atas, mari kita kaji terlebih dahulu pendapat ulama seputar keisykalan tersebut. Mengutip dari kitab Jullu Mawaqif wa Kalimat as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, kitab karangan K.H. Najih Maimoen Sarang yang beliau petik dari penjelasan dan karya-karya Sayyid Muhammad Alwi Al-maliki berikut:
و قَالَ السَّيِّدُ رَحِمَهُ اللَّهُ اعْلَمْ اَنْ تَرَدُّدَ نَبيِّنا بَيْنَ مُوسَى بَيْنَ الحَقِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ المُبارَكَةِ لَا يَلْزَمُ مِنْهُ ثُبوتُ الجِهَةِ لِلهِ جَلَا لَهُ تَعَالَى عَنْ ذَلِكَ عُلوًّا كَبِيرًا
Dan Sayyid Alwi berkata: Berbolak- baliknya Nabi ﷺ antara tempat Nabi Musa dan Allah ﷻ (untuk memohon keringanan perintah shalat) pada malam yang diberkati itu (Mikraj). Tidak menetapakn tempat bagi Allah ﷻ”.
Bolak-baliknya Nabi ﷺ antara Nabi Musa dan Allah ﷻ yang mengikuti saran Nabi Musa memang terjadi adanya. Sebagaimana yang diceritakan oleh banyak hadist sahih. Tapi, itu semua tidak ada sedikit pun paham yang menetapkan tempat bagi Allah ﷻ. Saran yang ditunjukan kepada Nabi ﷺ adalah bermunajat kepada Allah ﷻ di tempat beliau bertemu dengan Allah ﷻ sebelumnya. Bukan berarti, bahwa Allah ada di sana, tapi karena mulia dan istimewanya tempat tersebut hingga terpilih sebagai tempat Nabi ﷺ bisa bertemu dengan Allah ﷻ sebagaimana bukit Turisina yang dipilih oleh Allah ﷻ untuk Nabi Musa ber-mukalamah, dan bukan berarti pada saat itu Allah ﷻ ada di bukit Turisina.
Tidak berhenti di sini, K.H. Najih lalu melanjutkan dengan jawaban Imam al-Juwaini, ketika ditanya tentang keberadaan Allah ﷻ. Sebagaimana redaksi berikut:
عَنْ اِمامِ الحَرَمَيْنِ أَبِي المَعَالِي عَبْدِ المَلِكِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يوسُفَ الجوَيْنيِّ اَنْهُ سُئِلَ هَلْ البَارِي فِي جِهَةٍ ؟ فَقَالَ لَا هوَ مُتَعَالٌ عَنْ ذَلِكَ قِيلَ لَهُ مَا الدَّليلُ عَلَيْه ؟ قَالَ الدَّليلُ عَلَيْه قَوْلُ النَّبيِّ لَا تُفَضِّلُونِي عَلَى يونس بْنِ مَتَى .
Dari Imam Al-haramain, Abi Al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdillah bin Yusuf Al-Juwaini, dia ditanya, “Apakah Al-Bari (Allah) berada di suatu arah?” Dia berkata, “Tidak, Allah ﷻ Maha suci dari hal demikian.” Dia ditanya, “Apa buktinya?” Dia mengatakan, bukti untuk ini adalah sabda Nabi:” Jangan lebih unggulkan saya daripada Yunus ibnu Matta.”
Hadist yang menjadi jawaban Imam Al-Juwaini di atas menunjukkan Allah memang tidak bertempat. Beliau seakan-akan ingin mengatakan meski Nabi ﷺ telah mendapatkan keistimewaan untuk Mikraj sampai suatu tempat hingga beliau bisa mendengar suara “qalam”. tapi, beliau tidak lebih dekat kepada Allah ﷻ daripada nabi Yunus Bin Matta yang berada di perut ikan yang menyelam kedasar laut terdalam, karena Allah tidak bertempat di langit atau di dasar laut sekalipun. Ini juga searah dengan hadist yang artinya:
“Keadaan seorang hamba yang paling dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa.” (HR Muslim).
Sekali lagi, bukan berarti Allah berada di tempat sujud ketika seseorang melakukan sujud. begitu juga halnya dengan Mikrajnya Nabi tidak sedikit pun menetapkan Allah ﷻ berada di atas.
Ekholil | annajahsidogiri.id