Hai sahabat #SerialAkidahAwam! Imam Ibrahim al-Laqqani dalam kitabnya, Jauharatut-Tauhîd menjelaskan bahwa orang mukmin wajib untuk mengetahui sifat-sifat wajib bagi Allah, atau yang lebih kita kenal dengan istilah makrifat. Simak nazam berikut:
وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ ۞ مِنْ وَاجِـبٍ للهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـهْ
“Waba’du, ketahuilah bahwa (orang mukalaf) wajib mengetahui 20 sifat yang wajib bagi Allah.”
Nazam di atas menjelaskan akan kewajiban makrifat (mengenal) 20 sifat yang wajib bagi Allah. Sebab, seorang muqallid (orang yang bertaklid) dalam masalah ini, maka keabsahan imannya tidak lepas dari perdebatan ulama. Bahkan, ada pendapat yang menyatakan bahwa taklid itu tidak cukup dan seorang muqallid itu berstatus kafir. Pendapat ini melarang taklid dan menetapkan makrifat sebagai syarat sah iman. Maka, untuk keluar dari perselisihan ulama wajib bagi setiap orang mukalaf untuk mengenal Allah dengan mengenal 20 sifat wajib-Nya.
Kemudian sahabat #SerialAkidahAwam! Sekalian, mari kita bahas lebih lanjut tentang makrifat, taklid, dan sifat wajib bagi Allah ﷻ.
Syaikh Muhammad Nawawi al-Banteni dalam kitab Nurudzh-Dzhalâm Syarhu ‘Aqîdatil-‘Awâm (hlm. 07) menjelaskan bahwa makrifat adalah:
وَحَقِيقَةُ المَعْرِفَةِ هِيَ الجَزْمُ المُوَافِقُ لِلحَقِّ مِنْ دَلِيْلٍ
“Hakikat makrifat adalah sebuah kemantapan yang cocok dengan kebenaran serta berlandaskan dalil.”
Sedangkan taklid adalah:
وَأَمَّا التَقْلِيْدُ فَهُوَ اعْتِقَادٌ مَضْمُوْنِ قَوْلِ الغَيْرِ وَفِعْلِهُ وَتَقْرِيْرِهُ مِنْ غَيْرِ مَعْرِفَةِ دَلِيْلٍ
“Adapun taklid adalah meyakini kandungan perkataan orang lain, pekerjaannya, atau penetapannya tanpa mengetahui dalilnya.”
Maka, telah jelas bagi kita bahwa orang yang mengetahui dan melandasi pengetahuannya dengan dalil, disebut orang yang makrifat. Sedangkan orang yang hanya mengikuti orang lain tanpa mengetahui dalilnya disebut muqallid.
Selanjutnya, mari kita bahas tentang sifat wajib bagi Allahﷻ. Apa yang dimaksud wajib di sini? Apakah wajib yang memiliki arti suatu hal yang jika ditinggalkan maka akan berdosa? Sehingga, Allah berdosa jika meninggalkannya? Tentu tidak, sebab wajib dengan arti di atas adalah wajib syar‘î. Sedangkan yang dibahas di sini adalah wajib ‘aqli, yaitu sesuatu yang ketiadaannya tidak bisa diterima oleh akal. Contoh, semua benda itu wajib bertempat, maka akal mengharuskan semua benda itu menempati suatu tempat atau ruang. Akal tidak bisa menerima jika ada benda yang tidak menempati suatu tempat atau ruang (ini sekadar contoh tentang wajib ‘aqlî). Sedangkan perincian 20 sifat wajib bagi Allah ﷻ, akan kami bahas satu-persatu dalam artikel selanjutnya. Insya Allah.
Akhiran, makrifat itu bisa mengantarkan kita pada segala keimanan. Sebab seseorang bisa dikatakan beriman jika telah beriman dengan sempurna, yakni iman yang dikuatkan dengan makrifat. Wallahu A’lam bis-Shawâb.
Muh. Shobir Khoiri | Annajahsidogiri.id