“Ibarat roda, pusat roda itu adalah tuhan dan jari-jarinya itu adalah jalan dari berbagai agama”. Begitulah pernyataan semua agama itu sama yang sering dikampanyekan oleh pendukung paham Pluralisme agama. Pluralisme agama adalah sebuah paham yang mengatakan semua agama benar, atau tidak ada kebenaran yang tunggal. Mereka juga berpendapat bahwa semua penganut agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Menurut mereka, semua agama sama-sama mengajarkan kebaikan dan sama-sama beribadah kepada Tuhan. Hanya saja, cara untuk menuju Tuhan, itulah yang berbeda-beda. Sehingga tidak menutup kemungkinan kebenaran masing-masing agama tersebut.
Karena pengaruh dan perkembangan paham ini yang semakin pesat. Pimpinan MUI (Majelis Ulama Indonesia) pusat pada tanggal 29 Juli 2005 mengeluarkan fatwa bahwa paham Pluralisme agama adalah paham yang bertentangan dengan Islam dan haram untuk diikuti. MUI beralasan paham Pluralisme agama telah menimbulkan kerancuan terhadap akidah umat dan menimbulkan adanya sinkretisme agama (penyampuradukan ajaran agama). Maka dari itu, dibutuhkan adanya penegasan mengenai paham ini.
Paham Pluralisme agama ini bertentangan dengan surah Ali Imran ayat 85 yang artinya, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. Dalam fatwa MUI, juga disebutkan bahwa dulu Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada raja-raja non-muslim pada masa itu dengan mengatakan, “Masuklah Islam, maka Anda akan selamat (Aslim Taslam). Namun jika Anda menolak, Anda akan mendapat dosa dua kali lipat”. Surat-surat ini dikirim kepada Heraclius Kaisar Romawi Timur, Kaisar Persia Ebrewez, Kaisar Ethiopia Najasyi dan penguasa Mesir Muqauqis dengan beberapa redaksi yang berbeda. Sebagaimana riwayat Ibn Sa’d dalam at-Thabaqat al-Kubra dan Imam Bukhari dalam Sahih Bukhari-nya. Sehingga, jika Nabi Muhammad mengakui adanya Pluralisme agama maka Nabi tidak akan mengirimkan surat-surat tersebut dengan dalih semua agama benar.
Baca juga: Kerancuan Dalil Pluralisme Agama
Lagi pula, kitab suci al-Qur’an diturunkan untuk menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani sebelumnya. Seperti dalam ayat 48 surah al-Maidah yang artinya, “Dan kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (muhammad) dengan membawa kebenaran”.
Sehingga tak heran jika kita banyak menemukan ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani –saat agama islam dilahirkan— sudah terjebak ke dalam kesesatan. Maka, kaum Nasrani disebut kaum yang tersesat (adh-dhaallin) dan kaum Yahudi adalah kaum yang dimurkai (al-maghdhuub). Selain itu, ketika kita melihat pada pendapat para pakar tafsir seperti yang dikutip dari pendapat Muhammad at-Thahir bin Asyur (1879-1973 M) dalam kitabnya Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir:III/188. dengan tegas beliau menetapakan adanya ‘al’ definitif dalam kata ‘al-islam’ menunjukkan ‘Alam bil ghalabat ‘ala al-din al-muhammadi’ (nama sesuatu yang sudah terang menjadi identitas agama nabi muhammad SAW).
Penulis: Abdul Muid | Tauiyah