Dalam menjalani kehidupan, umat manusia butuh kemajuan. Baik dalam hal ekonomi, budaya, pendidikan, teknologi dan hal lain yang hingga kini terus mengalami perkembangan. Namun demikian, ada saja pihak yang tetap bersikeras menolak hal baru, khususnya yang tidak ada di zaman Nabi SAW. Sedangkan dalam amaliah sehari-hari, mereka mengistilahkannya dengan bidah. Lantas, bagaimana kita menanggapinya?
Baca Juga: Membungkam Kontroversi Bidah
Mereka membagi bidah menjadi dua, yaitu bidah duniawi dan ukhrawi. Sedangkan setiap amalan yang belum pernah ada di masa Rasulullah mereka masukkan ke dalam bidah ukhrawi yang jelas-jelas sesat, dengan tanpa melakukan beberapa peninjauan dan penilaian, sedangkan hal baru seperti mobil, smartphone dan hal lain, mereka anggap sebagai bidah duniawi yang tidak berdampak pada kesesatan akhirat dan tidak akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat. Mereka berpegangan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud yang mengatakan bahwa semua bidah itu sesat, dan karenanya ia dapat masuk ke dalam neraka. Mereka menelan mentah-mentah matn hadis tersebut tanpa menilik pada hadis lain atau pengertian hadis dari para ulama.
Adapun pendapat mereka sendiri tidak bisa dibuat pegangan. Mengingat secara hakikat, bidah menurut Ahlusunah diklasifikasikan menjadi dua, yakni bidah hasanah dan dan bidah sayyi’ah.
Bidah hasanah, umat Islam mengategorikan sebagai bidah yang baik selagi tidak menyalahi ajaran syariat. Pengkategorian ini sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapat pahala amalnya dan pahala orang yang melakukannya setelah dia, dengan tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan buruk dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang melakukannya setelah dia, dengan tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.”
Sedangkan untuk bidah sayyiah, umat Islam mengategorikannya sebagai bidah dhalalah karena menyalahi syariat Islam, baik menyalahi al-Qur’an, hadis ataupun ijma’;
هِيَ كُلُّ مَا خَالَفَ نُصُوْصَ الكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ خَرَقَ إِجْمَاعَ الْأُمَّةْ
“Bid’ah sayyi’ah adalah setiap hal yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan hadis atau berbeda dengan kesepakatan para imam (ijma’)”
Imam Syafi’i memberi pendapat tentang bidah:
كُلُّ مَا لَهُ مُسْتَنَدٌ مِنَ الشَّرْعِيِّ فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ وَلَوْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ السَّلَفُ لِأَنَّ تَرْكَهُمْ لِلْعَمَلِ بِهِ قَدْ يَكُوْنُ لِعُذْرٍ قَامَ لَهُمْ فِي الْوَقْتِ اَوْ لِمَا هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ اَوْ لَعَلَّهُ لَمْ يَْلُغْ جَمِيْعُهُمْ عُلِمَ بِهِ
“setiap sesuatu yang ada landasan dalil dalam syara’ maka hal tersebut bukan termasuk bidah meskipun belum pernah diamalkan oleh ulama salaf, karena sikap mereka yang meninggalkan pekerjaan tersebut terkadang karena ada uzur yang terjadi, atau karena ada amaliah yang lebih utama dari hal itu, atau barangkali hal tersebut belum di ketahui oleh mereka.”
Dengan ini dapat ditarik kesimpulan mengenai amalan-amalan yang baru, tetapi disertai landasan dalil syar’i maka dikenal dengan bidah hasanah dan itu hukumnya boleh. Sedangkan amalan yang tidak berlandaskan dalil syar’i dikenal dengan sebutan bidah tercela.
Irvan R | Annajahsidogiri.id