Kebanyakan orang muslim, khususnya di Indonesia, pada saat bulan rabiul awal pasti melakukan perayaan yang dikenal dengan peringatan maulid Nabi SAW. Dalam perayaan maulid Nabi khususnya pada tanggal 12 rabiul awwal menjadi momen libur nasional dalam deretan hari hari besar lainnya, seperti tanggal 17 agustus yang dijadikan sebagai libur nasional dalam memperingati hari kemerdekaan RI di setiap tahunnya.
Namun dalam hal ini ada sebagian kelompok yang tidak memperbolehkan akan adanya perayaan tersebut, lebih lebih mereka mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi ini dikatakan bid`ah. Alasan mereka mengatakan bid`ah ialah karna pada zaman Nabi tidak ditemukan perayaan Maulid Nabi. Bila seseorang melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Nabi sebelumnya, maka perbuatan tersebut di katakan bid`ah.
Maka dalam hal ini kita harus meluruskan pemikiran tersebut. Diantaranya adalah dengan menelusuri unsur-unsur yang terkandung dalam perayaan maulid Nabi. Unsur-unsur itu diantaranya ialah; Bersholawat pada Nabi Muhammad saw. Di dalam al-Qur`an Allah menjelaskan kepada kita untuk memperbanyak membaca sholawat pada Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur`an surat al-Ahzab ayat 56:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya”
Mengagungkan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam kitab Istidla` al-Shirat al-Mustaqim adalah perbuatan yang bernilai pahala:
فَتَعْظِيمُ الْمَوْلُودِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النُّسِّ وَيَكُونُ لَهُ فِيهِ اجْرٌ عَظِيمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعَظُّمِهِ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap muslim, telah dilakukan oleh sebagian orang dan di dalamnya terdapat pahala yang sangat besar, karena niatnya yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW.”
Peringatan maulid Nabi memang suatu yang belum pernah dilakukan oleh Nabi sebelumnya, dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang bid`ah, namun bid`ah yang hasanah. Sebagaimana komentar al-Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil Fatawi sebagai berikut:
Jawabannya menurut saya bahwa asal perayaan Maulid nabi SAW, yaitu manusia berkumpul membaca al-Qur`an dan kisah kisah teladan kemudian menghidangkan makanan yang di nikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang di lakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid`ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi SAW yang mulia.
Tidak hanya itu, Nabi juga pernah merayakan hari kelahiran beliau dengan cara berpuasa. Sebagaimana dalam sebuah Hadis Riwayat Muslim:
عَنِ ابْي قَتَادَةَ الِانْصَارِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ انْزِلْ عَلَيَّ.
رواه مسلم
“Dari Abi Qatadah al-Anshari. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya tentang puasa senin (yang sudah menjadi kebiasaan beliau). Lalu beliau menjawab “Pada hari itu aku di lahirkan dan (pada hari itu pula) wahyu diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim)
Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak semua hal yang belum pernah dilakukan oleh Nabi di kategorikan sebagai bid`ah yang tercela, yang perlu kita lihat adalah menyalahi pada tatanan syariat atau tidak. Jika sejalan atau tidak bertentangan dengan syari’at, maka dikatakan bid’ah hasanah (atau sunnah menurut sebagian ulama). Namun jika konsepnya menyalahi pada tatanan syariat, maka kita kategorikan sebagai bid`ah sayyiah yang patut kita tinggalkan.
Muhammad Hafis | Annajahsidogiri.ID