Mengimani perkara ghaib adalah suatu hal yang diwajibkan dan dituntut dalam agama islam. hal itu bisa kita lihat dalam pondasi pokok (Ushuluddin) agama Islam yang berupa rukun iman. Dimana bagi setiap orang yang memeluk agama Islam haruslah mengimani perkara ghaib, yaitu seperti Allah, malaikat, hari akhir, dll. Bahkan, beriman pada hal ghaib adalah menjadi pembeda antara orang yang beriman secara lahiriyyah saja, yaitu munafik dan orang yang beriman secara lahir dan batin, yaitu mukmin.
Tentu saja, mengimani hal ghaib semacam ini tidak akan dimiliki orang-orang yang bermadzhab empirisme yang trend belakangan ini. Padahal sejatinya, ideologi ini dapat dibantah dengan merusak dan menghilangkannya ideologi ini pada makna kehidupan manusia, yaitu ruh itu sendiri. Oleh karena itu, Ulama memberikan rumusan bahwa epistemologi Islam itu tidak hanya mengandalkan akal dan panca indra saja, melainkan berita yang benar (khabar shâdiq) adalah juga salah satu cara untuk menggali hakikat kebenaran itu sendiri.
Nah, adanya malaikat penjaga (hafadhah), adalah bersumber dari khabar shadiq yang berarti wajib diimani oleh setiap mukmin. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa setiap manusia itu dijaga oleh malaikat dari arah depan dan belakangnya. Untuk lebih lengkapnya, mari perhatikan potongan ayat ini:
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ
“Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah.” (ar-Ra’d [13]: 11)
Mengenai jumlah mereka, maka terjadi silang pendapat diantara para Ulama yang tidak perlu ditampilkan dalam tulisan ini.
Baca Juga: Apa Yang Menjadi Bukti Kebenaran al-Quran?
Lebih detailnya, Syekh Ahmad al-Badawi menjelaskan dalam kitab karangannya, Syarhu al-Kharidah al-Bahiyyah (hal.139), bahwa wajib bagi setiap mukmin beriman pada malaikat secara global (Ijmali), yaitu pada malaikat-malaikat yang diketahui secara global. Dan secara terperinci (Tafshil), yaitu pada malaikat-malaikat yang diketahui secara terperinci dengan namanya seperti malaikat Jibril, Mikail, izrail, israfil yang mereka semua adalah pemimpin para malaikat. Dan dengan macamnya seperti malaikat Hafadhah (penjaga) yang menjadi pembahasan kita di tulisan ini.
Dalam kitab tersebut, malaikat penjaga ini didefinisikan sebagaimana berikut;
وَالْحَفَظَةُ وَ هُمْ مَلَاءِكَةٌ مُوَكَّلُونَ بِحِفْظِ الْبَشَرِ- وَلَوْ صَغِيرًا اوْ كَافِرًا- مِنْ الْجِنِّ مَثَلًا
“al-Hafadhah yaitu malaikat yang ditugaskan untuk menjaga manusia- meskipun anak kecil dan orang kafir- dari gangguan Jin (umpamanya)”
Malaikat-malaikat ini ditugaskan untuk menjaga setiap hamba Allah dari setiap bahaya yang menimpanya. Mereka akan senantiasa bersama hamba tersebut dimanapun berada, berbeda halnya dengan malaikat katabah (pencatat amal) yang akan dibahas pada tulisan selanjutnya.
Al-Imam Ibarahim al-Bajuri dalam kitab Tuhafatu al-Murid (hal.198) memaparkan keraguan Imam al-Jazuli mengenai apakah malaikat Hafadhah juga menjaga Jin dan Malaikat yang lain. Namun, pada akhirnya Imam Jazuli berpendapat bahwa kalangan jin juga dijaga sedangkan malaikat yang lain tidak.
Baca Juga: Eksistensi Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir
Barangkali timbul pertanyaan dari pembaca sekalian, mengenai apa gunannya adanya penjagaan dari sosok malaikat, bukankah Allah sendiri adalah sebaik-baiknya dzat yang menjaga. Maka dalam pembahasan ini Syekh Ibrahim mengatakan, bahwa penjagaan malaikat ahanya meliputi qodho (ketetapan) Allah yang Muallaq (yang tertulis di lauhul mahfudz dan sewaktu-waktu bisa diubah) dan tidak sampai mengotak-atik Qodho’ Allah yang Mubram (yang hanya di sisi Allah dan tidak bisa diubah).
Hal senada juga pernah dipaparkan oleh al-Imam al-Mahalli dalam menafsiri ayat di atas (QS. ar-Ra’du: 11). Yaitu dalam kelanjutan ayat tersebut;
﴿وَإِذَا أَرَادَ اللَّه بِقَوْمٍ سُوءًا﴾ عَذَابًا ﴿فَلَا مَرَدَّ لَهُ﴾ مِنْ الْمُعَقِّبَات وَلَا غَيْرهَا ﴿وَمَا لَهُمْ﴾ لِمَنْ أَرَادَ اللَّه بِهِمْ سُوءًا ﴿مِنْ دُونه﴾ أَيْ غَيْر اللَّه ﴿مِنْ﴾ زَائِدَة ﴿وَالٍ﴾ يَمْنَعهُ عَنْهُمْ
“Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, baik Mu’aqqibât (malaikat penjaga) mapun yang lainnya, dan bagi orang-orang yang dikehendaki keburukan oleh Allah, maka mereka tidak mempunyai seseorang yang dapat menolak keburukan dari-Nya.”
Bersambung….
Moch Rizky Febriansyah | annajahsidogiri.id