Setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani di seluruh penjuru dunia merayakan Hari Natal. Sebagai umat Islam tentu kita menghargai dan menghormati keyakinan mereka dengan tetap mengikuti ketentuan dan batasan yang telah ditetapkan oleh para ulama. Salah satunya tidak ikut-ikutan mengucapkan “Selamat Natal” kepada mereka. Namun di Indonesia, masih ada saja yang berani melanggar dengan dalih ‘toleransi beragama’. Mereka seakan gatal jika tidak mengucapkan “Selamat Natal”. Lantas bagaimana sebenarnya hukum mengucapkan “Selamat Natal” menurut para ulama? Berikut kajian selengkapnya!
Fenomena Selamat Natal di Negeri +62
Indonesia sebagai negara dengan dasar Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi tetap satu), tentunya keberagaman sudah menjadi ciri khas dan karakter di negara tercinta ini. Keberagaman tersebut meliputi banyak hal; baik suku, adat, budaya, tak terkecuali agama. Hal ini menjadi indah jika kita menyikapi keberagaman di Indonesia dengan mengikuti batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
Namun keindahan ini menjadi keruh disebabkan ada oknum yang menodainya dengan perbuatan yang melanggar aturan serta melewati batas-batas yang ditetapkan agama Islam dalam menyikapi keberagaman di negeri ini. Mereka memanfaatkan dan menggunakan dalih ‘keberagaman’ untuk mengotori otak rakyat Indonesia dengan pemikiran sesat dan menyesatkan.
Salah satu pemikiran yang kerap membikin mereka seakan gatal jika tidak melakukannya adalah mengucapkan “Selamat Natal” dan mengajak orang untuk mengucapkan hal serupa. Bahkan, mereka memaksakan ‘ribuan’ dalil untuk membenarkan pemikirannya yang jelas menyimpang dari ajaran Islam.
Dalam literatur kitab kuning, ucapan selamat diistilahkan dengan tahniah yang merupakan kebalikan dari kata takziah. Tahniah sendiri adalah doa yang diucapkan setelah terjadinya sesuatu yang menggembirakan, sedangkan takziah adalah anjuran kepada orang yang tertimpa musibah untuk bersabar dan berdoa (Hasyiyah al-Bujairami ‘Alâl-Khâtib, 2/454)
Mengucapkan ucapan selamat kepada orang muslim hukumnya diperbolehkan, sebagaimana penjelasan di dalam kitab Nihâyatul-Muhtâj Ilâ Syarhil-Minhâj (hlm.2/183). Namun hukum ini akan menjadi beda jika diucapkan kepada orang non-muslim di hari raya mereka, sebab merupakan tasyabbuh (menyerupai) kepada orang kafir.
Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba Alawi dalam kitab Bughyatul-Mustarsyidîn (hlm. 307) menjelaskan tentang hukum tasyabbuh dengan orang kafir:
Yang kesimpulannya adalah bahwa hukum tasyabbuh dengan orang kafir dengan mengucapkan “Selamat Natal” memiliki perincian sebagai berikut:
Pertama, jika melakukan hal tersebut atas dasar kecondongan hati kepada agama mereka, atau untuk meniru syiar agama mereka, maka dia menjadi kafir.
Kedua, jika melakukan untuk menyerupai syiar hari raya mereka atau untuk agar memudahkan bermuamalah dengan mereka, maka hukumnya haram tidak sampai kafir.
Ketiga, jika melakukannya hanya kebetulan (tanpa sadar), maka hal tersebut makruh.
Sedangkan kenyataan yang terjadi, mereka mengucapkan “Selamat Natal” kepada non-muslim dengan sengaja. Dengan demikian, hukum mengucapkannya adalah haram, bahkan bisa menyebabkan kafir jika sampai memiliki kecondongan kepada agama mereka. Tidak hanya itu, bahkan mereka juga layak ditakzir sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad Khathib asy- Syarbini dalam kitab Mughnil-Muhtâj Ilâ Ma’rifati Ma’âni Alfâzhil-Minhâj (4/223) Waallahua’lam
Moh. Fakhri As Shiddiqy | Annajahsidogiri.id