Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak asing tentang mapannya suatu tatanan dalam berbagai aspek. Karena Islam sangat mengawasi betul pemeluknya. Baik dalam muamalah, politik sampai pada keyakinan.
Islam semakin berkembang dalam tatanannya, hingga dunia Barat mencontoh tatanan tersebut untuk memajukan negaranya. Semisal dalam urusan politik. Islam mengatur sedemikian rupa wajibnya mengangkat khalifah yang akan mengatur rakyat dengan mengikuti syariat Islam. Lebih-lebih dalam persoalan agama. Islam memilah urusan agama ini menjadi tiga hal yaitu iman, Islam dan ihsan yang berkaitan erat dengan keyakinan, syariat dan akhlak. Untuk mengetahui tiga unsur ini, kita butuh materi yang mengantarkan pada pemikiran yang benar, yaitu al-Qur’an dan hadis.
Nah, pertanyaannya mampukah kita untuk mengkaji al-Qur’an dan hadis dengan metode yang benar? Di samping itu terdapat ilmu yang wajib kita ketahui untuk mengantarkan kita pada kajian al-Qur’an dan hadis dengan metode yang sesuai dengan ulama salaf. Tak cukup hanya mempelajarinya. Kita juga harus mempunyai bakat dan kemampuan untuk menerapkan ilmu tersebut sebagai metode. Agar kajian yang dilakukan tidak menyesatkan.
Dengan kenyataan ini, betapa sulitnya bagi kita untuk mengkaji langsung al-Qur’an dan hadis, bahkan mustahil untuk masa ini untuk melakukan hal tersebut. Dengan alasan inilah kita itu wajib untuk mengikuti ulama salaf yang mampu mengkaji pada al-Qur’an dan hadis dengan kajian yang benar. Kewajiban mengikuti ulama salaf inilah yang dinamakan dengan taklid.
Sebelum kita mengetahui taklid kita harus mengetahui definisi ijtihad terlebih dahulu. Imam al-Ghazali dalam kitab Mustashfa menjelaskan,
اَلْإِجْتِهَادُ هُوَ بَذْلُ الْمُجْتَهِدِ وُسْعَهُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ فِي أَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
“Ijtihad adalah pengerahan usaha yang sungguh-sungguh oleh seorang mujtahid dalam mencari tahu hukum-hukum syariat.”
Dari ibarat ini dapat kita pahami bahwa seseorang yang memenuhi syarat-syarat untuk mengkaji al-Qur’an dan hadis dengan benar disebut dengan mujtahid. Pula, bentuk usaha yang dilakukan olehnya dinamakan ijtihad.
Dengan adanya ulama mujtahid yang telah berijtihad pada al-Qur’an dan hadis, kita sudah tidak terkekang oleh kewajiban mengetahui 3 unsur agama (iman, islam dan ihsan) dengan cara mengkaji langsung pada sumbernya. Karena sulitnya akan hal itu untuk dilakukan dan sudah ada cara lain yang bisa kita lakukan, Yaitu dengan cara taqlid pada ulama mujtahid yang telah menelurkan hukum-hukum cabang iman, Islam dan ihsan secara jelas, benar dan terperinci.
Apabila kajian-kajian yang dilakukan oleh seorang mujtahid telah menjadi sekumpulan hukum-hukum cabang maka hukum itulah yang disebut mazhab. pernyataan ini sesuai dengan pengertian madzhab itu sendiri, yaitu:
اَلْمَذْهَبُ هُوَ أَحْكَامُ فَرْعِيَّةٍ اَلَّتِي ذَهَبَ إِلَيْهَا وَاعْتَقَدَهَا وَاخْتَارَهَا إِمَامٌ مُجْتَهِدٌ
”Mazhab adalah hukum-hukum furu’ yang diambil, diyakini dan dipilih oleh seorang imam mujtahid.” (Idz’atul-Muhimah hal. 18)
Bersambung…
Deni Arisandi | annajahsidogiri.id