Shalawat yang dibaca oleh Muslimin kepada Rasulullah SAW adalah permohonan doa kepada Allah SWT untuk keselamatan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad . Tentunya bernilai pahala yang begitu besar bagi pembacanya, dalam beberapa hadits Rasulullah memberi semacam jaminan pahala bagi yang membaca shalawat kepadanya. Misalnya hadits Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)
Hukum asal dari membaca shalawat adalah wajib. Menurut Imam Malik kewajiban membaca shalawat adalah sekali seumur hidup, sedangkan menurut Imam Syafi’i kewajibannya hanya ketika membaca tasyahhud akhir dalam shalat. Selain itu, maka hukum membaca shalawat adalah sunah.
Baca Juga: Mengapa Harus Bermazhab?
Permasalahan berbeda ketika shalawat akhir-akhir ini dilantunkan dengan alat musik. Karena akan bertemunya dua hukum yang berseberangan. Bertemunya antara perkara halal dan haram. antara hak dan batil. Ibarat menyatukan air dengan minyak. Shalawat yang mulia dipadukan dengan alatul lahwi (alat musik) yang dilarang dalam agama.
Dikarenakan shalawat termasuk dari nyanyian, maka perlu ditinjau dulu hukum melantunkan nyanyian secara umum, baik itu shalawat atau bukan, baik disertai alat musik atau tanpa alat musik. Berkenaan dengan hal ini Syaikh Sulaiman al-Jamal pengarang Hasyiatul Jamal ala Syarhil Minhaj berkata,
“Al-Ghina’ atau bernyanyi hukumnya makruh tanpa diiringi alat musik, begitu juga bagi yang mendengarkannya. Hukum makruh ini dengan catatan aman dari fitnah atau efek negatif. Adapun jika menimbulkan fitnah semisal bisa menimbulkan syahwat bagi yang mendengarkan maka dihukumi haram. Imam al-Ghazali menambahkan bahwa hukum nyanyian adalah meninjau dari tujuan melantunkannya, jika bermaksud untuk menenteramkan jiwa supaya lebih kuat dalam melaksanakan perintah-perintah syara’, maka nyanyian juga akan bernilai ketaatan (termasuk di sini adalah shalawat), sebaliknya apabila bertujuan maksiat maka akan bernilai maksiat pula, dan apabila hanya sekedar iseng tanpa tujuan maka tak bernilai suatu apapun (sia-sia) dan dimaafkan.”
Baca Juga: Jabatan dalam pandangan Islam
Selanjutnya jika nyanyian menggunakan alat musik, maka menurut Imam ar-Ramli dan az-Zarkasyi keharaman musik hanya dari alat musiknya saja sedangkan nyanyiannya tetap dihukumi makruh, dari pendapat ini maka akan didapati kepastian bahwa pahala dari membaca shalawat sekalipun dipadu dengan berbagai jenis instrumen musik yang keharamannya sudah jelas, pahalanya masih tetap ada meskipun di waktu yang sama si pembaca mendapat dosa karena menggunakan alat yang diharamkan.
Adapun alat-alat musik yang diharamkan adalah ‘Aud (gambus; mandolin), Thanbur (sejenis gitar; rebab), Mi’zafah (alat musik yang bersenar banyak; piano), Mizmar (alat musik tiup; klarinet, seruling), Nayat (sejenis seruling), Akbar (gendang), dan dari semua jenis alat musik yang dengan sendirinya, tanpa diiringi nyanyian syair, bisa membuat terlena dan merangsang untuk berjoget.
Baca Juga: Hukum Pelet Semar Mesem
Maka dari itu, untuk mendapat pahala yang sempurna dalam membaca shalawat, tanpa bercampur dengan perkara haram. Hendaknya bagi pembaca shalawat untuk menjauhi alat-alat musik yang telah diharamkan oleh syariat di atas. Wallahu a’lam.
AnnajahSidogiri.id