politik adalah serangkaian kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam kelompok, atau bentuk lain dari hubungan kekuasaan individu, distribusi sumberdaya air dan status.[1] Berpolitik merupakan suatu keniscayaan manusia. Menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2013:4) politik dapat dipahami sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang di antaranya berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Selain itu dapat juga dipahami sebagai proses interaksi antara pihak penguasa dan pihak yang dikuasai.[2]
Sekularisme dalam politik merupakan gerakan pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama Negara, menggantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil yang pencetusan hukumnya berlandaskan rasional, bersifat netral, serta berbasis prinsip-prinsip hukum positif tanpa intervensi doktrin keagamaan.
Baca Juga: Pengertian Sekularisme dan Sejarahnya
Apakah Islam membuka ruang sekularisme dalam berpolitik?
Islam merupakan agama yang memiliki ajaran yang kompleks. Ajarannya meliputi; akidah (keimanan), syariah (hukum), Ibadah, seperti; (Shalat, puasa, zakat, haji dll.), akhlaq (adab kesopanan), dan muamalah; yaitu muamalah syirkah, yang mengatur perekonomian, perdagangan, hutang-piutang, gadai, pengupahan dll. Dan muamalah siyasah, yaitu suatu tindakan atau kebijakan yang membawa umat manusia kepada kemaslahatan dan menjauhkan mereka dari kerusakan.
Dalam politik terdapat siyasah dusturiyan (konstitusi), siyasah tasri’iyah (legeslatif), siyasah qadhaiyah (peradilan), siyasah maliyah (keuangan), siyasah idariyah (administrasi), siyasah tanfiziyah (eksekutif) dan siyasah kharijiah (luar negeri).
Dengan kekomplekan ajarannya tidaklah perlu bagi umat Islam untuk mengadopsi pemikiran politik sekuler yang disajikan Barat. Sebab meski mereka menggunakan prinsip-prinsip rasional dalam berpolitik, namun gagasan mengenai kebenaran dalam berpolitik sekuler yang disajikan Barat sesungguhnya memuat nilai-nilai khas yang boleh jadi bertentangan dengan syariat Islam.
sebagai agama ilahi, Islam meletakan tujuan dalam berpolitik sebagai bentuk melaksanakan perintah (penghambaan) terhadap Allah dan juga menjaga hal-ihwal keduniaan sebagai medan untuk melaksanakan tugas tersebut.[3] Berdasarkan tujuan itulah setiap model politik dalam mengurus umat mesti selaras dangan syariat Allah dalam pengamalannya.
Selain itu gagasan sekularisme di Barat sangat terkait erat dengan sejarah agama Kristen yang problematis. Maka tidak layak kiranya ketika sekularisme di Barat yang fungsinya sebagai vaksin atas kekejaman gereja Kristen diadopsi kedunia muslim yang agamanya (khususnya dalam aturan berpolitik) tidak memiliki problem sama sekali.
Baca Juga: Khilafah, Pancasila, dan Sistem Negara Dunia
Dampak sekularisme dalam berpolitik
Sekularisme dalam berpolitik dapat menyebabkan politik menjadi berfokus pada tujuan keduniaan, seperti materialisme ekstrem, gila jabatan daripada nilai moral dan kesejahteraan yang universal.
Ketika agama yang menjujung nilai moral disingkirkan, resiko korupsi, suap, serta nepotisme dalam berpolitik akan meningkat karena kepentingan individu dan golongan menjadi lebih dominan daripada kepentingan publik, yang efeknya berimbas pada ketimpangan sosial.
Selain itu sistem sekularisme dalam berpolitik rentan melahirkan politik yang pragmatis, bukan idealis, apalagi ideologis. Pragmatisme politik ini sulit dihindari. Pasalnya, semua keputusan politik di dalam sistem demokrasi merupakan hasil kompromi berbagai kepentingan elit politik. Dalam konteks Pilpres, acuan elit politik dan oligarki adalah “siapa yang berpeluang menang lebih besar” dan “saya mendapatkan apa”. Karena itu jika ada orang yang memiliki kapabilitas dan integritas yang baik, memiliki gagasan yang cemerlang, tetapi tidak ada dalam radar survey, jangan harap bisa dicalonkan partai politik.[4]
Muhammad Aminulloh | Annajahsidogiri.id
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Politik
[2] https://digilib.unila.ac.id/3661/14/BAB%20II
[3] Islam ia volume 11, no 1 februari 2017 hal. 52
[4] https://alwaie.net/opini/cuma-dagelan-politik-sekuler/































































