Assalamualaikum, Ustaz. Saya ingin bertanya terkait pikiran kotor yang seringkali melintas dalam pikiran. Misalnya dalam sifat-sifat Allah. Terkadang terlintas dalam pikiran bahwa Allah bodoh, lemah, tuli, bisu, dll, padahal sudah maklum bahkan yakin bahwa Allah tidak demikian; sebab Allah Maha Sempurna. Namun hal itu tetap saja melintas dalam pikiran. Apakah demikian itu bisa membikin kufur?
Tsabitul Hasan | 082247658XXX
Dalam buku “Di manakah Allah?” karangan al-maghfûr lahu, KH. Ahmad Nawawi bin Abdul Djalil, ada penjelasan bahwa seseorang harus selalu menjaga keimanannya sampai akhir hayat. Jangan sampai sedikitpun keluar dari agama Islam. Sebagaimana firman Allah, “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran [03]: 102)
Asy-Syekh Abdullah bin Husain bin Tahir bin Muhamad bin Hasyim Ba’alawi dalam kitab Sullamut-Taufîq menjelaskan bahwa seseorang bisa keluar dari Islam (murtad) sebab tiga hal; keyakinan seperti meyakini bahwa Allah lemah atau meragukan hal-hal yang sudah menjadi kesepakatan ulama, perbuatan seperti bersujud pada berhala, dan ucapan seperti menghalalkan hal haram ataupun mengharamkan hal yang halal. Tiga hal ini jika terjadi pada seseorang maka ia divonis kafir.
Namun bagaimana jika misalnya terlintas dalam pikiran seseorang terkait sesuatu yang bisa membikin murtad, semisal terlintas bahwa Allah tidak memiliki kekuatan, buta, dll, apakah itu juga bisa menjadikannya murtad?
Baca Juga : Kufur Berkedok Iman Level Pro
Pertama, bahwa sesuatu yang terlintas dalam pikiran seseorang merupakan was-was yang dilontarkan setan untuk mengganggu keimanan manusia. Setan mempunyai daya yang cukup kuat dalam melemahkan keimanan seseorang dengan cara-caranya yang brilian, semisal dengan was-was ini. Maka dari itu, manusia harus selalu mawas diri dari godaan setan, lebih-lebih jalur pergerakannya sangat dekat dengan manusia. Sabda Nabi, “Jalur pergerakan setan berada di pergerakan aliran darah manusia.”
Kedua, bahwa lintasan jelek dalam pikiran, baik berupa kekafiran, gibah, dll, tidaklah berpengaruh pada dirinya. Sebab gangguan keimanan merupakan hal yang tak bisa dihindari. Namun bedahalnya jika gangguan itu malah diyakini, diucapkan, atau diaplikasikan, maka jelas hal itu menyebabkan murtad. Al-Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar-nya mengatakan:
فَأَمَّا اْلخَوَاطِرُ وَحَدِيْثُ النَّفْسِ إِذَا لَمْ يَسْتَقِرَّ وَيَسْتَمِرَّ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ فَمَعْفُوٌّ عَنْهُ بِاتِّفَاقِ اْلعُلَمَاءِ لِاَنَّهُ لَا اِخْتْيَارَ لَهُ فِيْ وُقُوْعِهِ وَلَا طَرِيْقَ لَهُ إٍلَى اْلاِنْفِكَاكِ عَنْهُ وَهَذَا هُوَ اْلمُرَادُ بِمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيْحِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِاُمَّتِيْ مَا حَدَثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ بِهِ أَوْ تَعْمَلْ
“Angan-angan atau bisikan dalam hati dapat dimaafkan selagi tidak dilanjuti (dengan keyakinan, ucapan, atau perbuatan) menurut kesepakatan ulama. Sebab hal itu tak bisa dihindari dan tidak ada jalan untuk melepaskan diri. Pendapat ini sesuai dengan ucapan Nabi, ‘Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas ucapan yang terbersit dalam dirinya selagi tidak diutarakan atau diamalkan’.”
Ketiga, jika sudah muncul lintasan kekufuran dalam pikiran, maka harus segera dihilingkan dengan beberapa langkah. Pertama, dengan cara tidak menggubrisnya. Tiap kali muncul hal tersebut maka agar bersikap bodoh amat. Jangan sampai dipikirkan lebih mendalam, karena malah membikin keraguan yang lebih mendalam. Kedua, memalingkan pada hal lain. Imam Nawawi dalam al-Adzkâr mengatakan, “Jika muncul dalam diri Anda was-was, baik berupa gibah ataupun maksiat-maksiat lainnya maka wajib untuk segera dipalingkan pada hal lain ataupun ditakwil pada sesuatu yang menjauhkan dari was-was tersebut.” Ketiga, perbanyak zikir. Al-Imam Ibnul-‘Allan dalam al-Futûhât ar-Rabbâniyah ‘alal-Adzkâr an-Nawawiyah mengatakan, “Kemunculan was-was pada seseorang harus segera diatasi dengan cara menyibukan hatinya pada sesuatu yang lain, terutama dengan zikir. Sebab was-was tersebut muncul dari setan, dan tentu cara menghilangkannya dengan memotong jalan setan, yaitu dengan zikir.”
Ghazali | Annajahsidogiri.id