Ada hal unik bila berbicara bidah. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Dr AbduIlah bin Husain Arfaj dalam kitab Mafhum al-Bid’ah. Ada ulama yang mempunyai pemahaman luwes tentang bidah dan adapula ulama yang kaku dan dangkal dalam mengartikannya.
Salah satu hal yang dianggap bidah dan berdosa oleh ulama otak dangkal itu adalah mencium al-Qur’an. Di antara yang mengharamkan mencium al-Qur’an adalah Syekh Muhammad bin Utsaimin dan Syekh Nashiruddin al-Albani. Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa mencium mushaf termasuk bidah karena tidak pernah melihat para sahabat mencium mushaf dan meletakkannya di dada mereka. Satu-satunya perkara yang boleh dicium dari benda padat menurutnya hanyalah hajar aswad. Dia berkata cara memuliakan al-Qur’an yang sebenarnya adalah dengan tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci bukan dengan dicium.
Syekh al-Albani di dalam penjelasannya mengatakan sesungguhnya mencium al-Qur’an dalam keyakinan kita masuk dalam keumuman hadis:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ،وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Artinya: “Jauhilah perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap yang baru adalah perbuatan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan di dalam neraka.”
Baca Juga: Menjawab Kritik Wahabi Seputar Pemaparan Akidah Ahlusunah wal Jamaah
Syekh al-Albani pernah ditanya, “Bukankah mencium al-Qur’an termasuk mengagungkan dan memuliakannya?” Beliau menjawab, “Benar, itu termasuk mengagungkan tetapi kami tidak pernah melihat shahabat Rasulullah melakukan itu, begitu juga dengan orang-orang setelahnya seperti tabiin dan tabiit-tabiin.” Ia memperkuat pendapatnya dengan perkataan ulama salaf,
“Kalau itu memang baik tentu ulama salaf sudah mendahului kita melakukannya.”
Berbeda dengan koleganya di atas, Syekh Sholeh al-Fauzan dan Syekh Abdul Aziz bin Baz menyatakan sebaliknya. Syekh Sholeh berkata bahwa mencium mushaf tidak ada dalilnya, tetapi barang siapa yang melakukannya karena memuliakan dan mengagungkan mushaf, maka dia akan diberi pahala atas niat itu.
Adapun bin Baz pernah mengeluarkan pendapat agak lucu yaitu mencium al-Qur’an tidak berdosa, tetapi tidak mencium tentu lebih baik dan lebih utama sebab mencium al-Qur’an tidak ada dalilnya dalam agama. Bin baz bahkan dalam Fatawa Nur ‘Ala ad-Darbi mengatakan bahwa mencium al-Qur’an tidak mengapa (tidak dilarang). Tidak bisa disebut perbuatan bid’ah. Ia termasuk bab ta’dzim (pengagungan) terhadap al-Qur’an serta bentuk cinta kepadanya.
Sejatinya, memang benar tidak ada dalil marfu; dari Nabi Muhammad SAW dan para shahabat terkait hal ini. Namun, ada satu Riwayat yang menjadi tendensi ulama yang memperbolehkan mencium mushaf. Riwayat itu dari sahabat Ikrimah bin Abi Jahal dalam Sunan ad-Darimi (3393)
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، أَنَّ عِكْرِمَةَ بْنَ أَبِي جَهْلٍ، كَانَ يَضَعُ الْمُصْحَفَ عَلَى وَجْهِهِ وَيَقُولُ: “كِتَابُ رَبِّي، كِتَابُ رَبِّي”»
Artinya, “Telah mengabarkan kepada kami Sulaimaan bin Harb, telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Ikrimah bin Abi Jahl bahwa Beliau biasanya meletakkan mushaf di wajahnya lalu berkata, ‘Kitab Rabbku..Kitab Rabbku’.”
Penutup
Setelah kita membaca komentar beberapa ulama di atas (ulama yang dangkal dalam memahami dan mendefinisikan bidah) mari kita lihat pendapat ulama kalangan Ahlusunah Waljamaah. Ibnu Kasir mengatakan dalam Bidayah wan Nihayah, ketika datang kabar bahwa shahabat Ikrimah bin Abi Jahl mencium al-Qur’an dalam keadaan menangis serta berkata, “Kalam tuhanku, kalam tuhanku”. Atsar ini kata Ibnu Kasir dijadikan hujah oleh Imam Ahmad bin Hanbal atas kebolehan mencium mushaf. Pendapat ini juga selaras dengan perkataan Hafiz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul-Bari. Ibnu hajar berkata, “Sebagian ulama menggali hukum dari disyariatkannya mencium beberapa rukun Kabah dengan mencium perkara yang berhak untuk diagungkan seperti manusia dan yang lainnya”.
Beliau mencontohkan mencium perkara yang berhak untuk diagungkan itu seperti mencium tangan manusia dan menciun mimbar serta makam Nabi SAW. Pendapat ini juga diperkuat dengan perkataan Imam Ibnu Abi as-Saifi al-Yamani, salah satu ulama Mekah dari kalangan Syafiiyah yang memperbolehkan mencium al-Qur’an.
Rahmat Mulyadi | Annajahsidogiri.Id