Paling tidak saat ini ada tiga kelompok yang cukup mengancam dan merongrong ahlusunah wal jamaah; Syiah, Wahabi, dan Liberal. Masalahnya ketika kita tegas mengcounter kelompok Syiah, kadang wahabi ikut-ikut tan dompleng sehingga kadang muncul kesan kita nyaman dengan kelompok Wahabi. Hal serupa juga kadang terjadi ketika tegas mengcounter kelompok Wahabi dan Liberal. Menyikapi fenomena ini, berikut komentar UST. IDRUS RAMLI, deawan pakar aswaja center PWNU Jatim saat diwawancarai oleh Pimred SIDOGIRI MEDIA, ALIL WAFA, beberapa waktu yang lalu.
Setiap kita mengcounter aliran tertentu, pasti ada aliran lain yang merasa diuntungkan dengan kita. Misalkan ketika menyerang Wahabi, maka Syiah ikut senang. Mengapa begitu?
Ya mungkin Syiah sendiri ketika mau menyerang Wahabi tidak ada kemampuan, ini yang pertama. Lalu yang kedua, persoalan yang ada di Wahabi yang kita serang, itu sama diserang oleh Syiah. Artinya persoalan-persoalan kita yang berbeda dengan Wahabi, justru kadang ada kesamaan dengan Syiah. Seperti contoh dalam permasalahan istighasah, tawasul, tabaruk, tauhid dibagi 3 itu kan kita tolak, nah dalam hal ini Syiah sama dengan kita.
Dan ketika kita menyerang Syiah, maka Wahabi juga pasti merasa senang, mengapa? Mungkin Wahabi tidak ada keberanian untuk berhadapan langsung dengan Syiah. Yang kedua, persoalan-persoalan kita yang berbeda dengan Syiah, justru dengan wahabi kadang ada kesamaan, jadi selalu seperti itu.
Jadi memang tidak bisa dihindari?
Yang terpenting, ketika kita menyerang Wahabi, kita jangan menggunakan referensi dari Syiah. Walaupun Syiah juga menyerang Wahabi. Karena serangan-serangan Syiah kepada Wahabi, itu kadang secara halus juga menyerang kita. Begitupun ketika kita menyerang Syiah, karena Wahabi itu sama-sama menyerang Syiah, tulisan mereka itu bisa kita pakai, tetapi harus berhati-hati, karena ada hal-hal yang di mana Wahabi menyerang Syiah, padahal dalam hal ini Wahabi juga salah, sehingga kita juga kena serang karena Wahabi. Yang penting itu harus kita tahu.
Dan dua kelompok ini saling memainkan propaganda. Maksudnya begini, misalnya di daerah-daerah di mana pertarungan antara Syiah dan Wahabi sangat keras, seperti misalnya di Manado, 2012 atau tahun-tahun sebelumnya, setiap orang NU mendatangkan pakar yang anti Wahabi, maka oleh orang-orang Wahabi, orang ini diisukan Syiah. Dan sebaliknya ketika orang NU mendatangkan pakar anti Syiah, maka oleh orang Syiah, dia diisukan Wahabi.
Nah dari sini orang-orang Ahlusunah wal Jamaah harus memposisikan diri secara tepat, bahwa kita bukan Wahabi dan bukan Syiah, ya Ahlusunah wal Jamaah.
Untuk kelompok Liberal?
Kalau kelompok Liberal, kelompok ini juga menyerang Wahabi, sedangkan kepada Syiah itu tidak. Karena sepertinya Syiah dengan Liberal ini sama-sama mengambil keuntungan. Karena orang-orang Syiah bisa menerima keberadaan orang-orang Liberal, terutama ketika orang-orang Liberal membela Syiah. Dan biasanya kelompok Liberal ini membela kelompok-kelompok minoritas yang difatwakan sesat oleh kelompok-kelompok yang lain. Itu karakter Liberal. Kecuali kelompok Wahabi, meskipun dikatakan sesat, oleh kelompok Liberal biasanya tidak dibela. Ya karena Wahabi memang tidak mau menerima terhadap keberadaan Liberal. Dan mereka berada di garis yang bertentangan, kalau Liberal itu berada di kelompok kiri, sedangkan Wahabi berada di kelompok yang terlalu kanan.
Manufer dan strategi mereka saat ini dalam merongrong Ahlusunah yang perlu kita waspadai dan antisipasi?
Ada beberapa strategi yang dimainkan oleh kelompok-kelompok di luar Ahlusunah wal Jamaah yang ada di Indonesia. Ada pendekatan pendidikan, artinya, aliran-aliran itu membuka lembaga-lembaga pendidikan di mana-mana. Syiah salah satu pusatnya ada di YAPI, salah satu pondok pesantren di Bangil Pasuruan sana. Kalau wahabi di mana-mana punya pondok pesantren, punya madrasah, punya perguruan tinggi. Kalau dulu pondok pesantren itu kan pasti orang NU, orang Ahlusunnah wal Jamaah, tapi sekarang tidak, Syiah dan Wahabi sama-sama punya pondok pesantren. Itu pendekatan pendidikan.
Kemudian lagi ada pendekatan media, televisi, radio, internet, media sosial, buku-buku, selebaran, dan lainnya. Mereka memakai media-media itu, karena masyarakat sekarang sangat bergantung kepada media, kemajuan tekhnologi juga luar biasa, oleh mereka ini sangat dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran mereka. Tidak sedikit orang-orang yang terpengaruh ajaran-ajaran itu karena menonton televisi, mendengarkan radio, kemudian juga karena membaca tulisan-tulisan mereka. Itu jangan diremehkan dahsyatnya pengaruh media.
Ketiga, pendekatan ekonomi, pemberian santunan kepada ustadz-ustadz, tokoh-tokoh masyarakat, pada jamaah murid-murid mereka, tunjangan ekonominya luar biasa. Termasuk juga beasiswa-beasiswanya luar biasa.
Langkah-langkah antisipatif yang perlu kita lakukan?
Nah jadi langkah-langkah yang perlu kita lakukan, karena sarana mereka gunakan di antaranya melalui media, dan sarana tehnologi untuk menyampaikan informasi, maka yang paling bisa kita lakukan adalah melakukan counter informasi. Artinya kita memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang pamahaman mereka, juga tentang hujah-hujah Ahlusunah, itu sangat penting.
Karena sesuatu yang tidak siap dilakukan oleh aliran-aliran di luar Ahlusunah wal Jamaah, itu ketika mereka diajak dialog dan diskusi secara ilmiah, mereka biasanya tidak siap. Mengapa tidak siap? Pemikiran itu kan ada dua; ada pemikiran yang lurus, ada yang tidak lurus. Kalau Pemikiran yang lurus itu mudah dicerna dan bisa disampaikan dengan hujah dan argument kuat. Kalau pemikiran yang tidak lurus, itu biasanya disampaikan dengan doktrin, propaganda, atau cara-cara kekerasan. Nah mereka ini kan pemikiran yang tidak lurus, kalau diajak lurus-lurusan ya mereka akan ketemu kekeliruannya. Karena seperti penulisan buku-buku, tulisan di media, kajian di radio dan televisi kita juga harus melakukan. Karena strategi mengalahkan musuh harus mengugunakan senjata dan cara yang seimbang. Kalau musuh pakai pistol kita jangan pakai celurit, kalau perlu kita pakai tank.
Bagaimana Ustadz melihat usaha-usaha yang telah kita lakukan salama ini?
Sebenarnya sudah bagus, tapi saya rasa masih sangat kurang. Coba ya kalau kita ke Gramedia dan ke Gunung Agung, ternyata didominasi buku-buku Wahabi, buku Syiah. Buku-buku dari kalangan pesantren, buku-buku ASWAJA hampir tidak ada. Kita kalah di situ juga kalah di dana. Mereka sebenarnya minoritas tapi dananya luar biasa sehingga bisa melakukan apa saja, dan mendanai aktivitas apa saja.
Selama ini kesannya kita terlalu divensif, bertahan?
Terus terang memang kebanyakan dari kelompok-kelompok kita ketika menghadapi aliran-aliran dari luar lebih banyak yang bertahan, padahal menyerang itu lebih bagus. Tapi walaupun bertahan itu sudah banyak hasilnya. Kita ini kan karena tidak bergerak, jika kita ini bergerak, akan habis nanti berbagai aliran-aliran di luar Ahlusunah wal Jamaah itu.