Meneruskan kajian sebelumnya, bahwa Syekh Ibrahim al-Bajuri telah memberikan penjelasan terkait qada, yang pada intinya dapat kita klasifikasikan bahwa qada terbagi menjadi dua macam, yaitu qada mubram dan qada muallaq. Qada mubram adalah ketetapan yang disandarkan pada ilmu Allah dan ketetapan ini bersifat paten tanpa adanya perubahan secuil pun. Sedangkan qada yang ditetapkan di Lauhul-Mahfûdz atau yang sesuai dengan Suhufil-Malâikat (lembaran malaikat), masih menerima perubahan. Artinya, tidak bersifat paten dan masih digantungkan pada suatu pekerjaan. Bisa berubah bila pekerjaan yang menjadi ta’alluq qada tersebut dilakukan, semisal dengan doa, kebajikan, dan hal yang lain. Ketetapan ini dinamakan qada muallaq. (al-Insân Musayyar am Mukhayyar I/212)
Baca Juga: Klasifikasi Qada Ala Ulama
Contoh dari qada muallaq itu seperti nasib fulan di Lauhul-Mahfûdz tertulis “fulan adalah orang yang bodoh”. Maka fulan dapat mengubah nasibnya itu asalkan dia mau giat belajar, sehingga fulan menjadi orang yang pandai. Nah, ketetapan yang awalnya tertulis “fulan adalah orang yang bodoh” tidak terjadi. Justru pada akhirnya ketetapan itu dihapus dan diganti dengan “fulan adalah orang yang pandai”. Sebab, fulan telah melakukan hal yang dapat mengubah keputusan awal. Dan belajarnya fulan ini tentu juga tidak lepas dari qada dan qadar Allah.
Adapun contoh dari qada mubram itu sebetulnya bisa kita analisis melalui contoh qada muallaq tadi. Dengan artian, Allah sudah mengetahui bahwa si fulan tadi adalah orang yang pandai, toh walaupun pada mulanya nasib fulan tertulis sebagai orang yang bodoh di Lauhul-Mahfûdz, dan Allah juga mengetahui nasib fulan awalnya tidak tertulis orang yang pandai. Sebab, bagaimana pun juga, selamanya qada mubram tidak akan meleset dari ketetapan yang diputuskan sesuai ilmu Allah. Berbeda dengan qada muallaq, yang bisa berubah pada suatu waktu.
Namun demikian, masih terjadi ikhtilaf di kalangan ulama terkait qada tadi. Sebagian kalangan ada yang berpendapat bahwa qada mubram pun juga bisa diganti berkat doa, atau lebih tepatnya diringankan oleh Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya. Semisal Allah menentukan seseorang mendapat bala berupa tertimpa batu besar. Ketika seseorang tersebut berdoa kepada Allah atau melakukan hal yang dapat mengubah ketentuan qada, Allah mengulurkan sifat belas kasih-Nya kepada orang itu, yaitu dengan menjadikan batu besar tadi remuk berkeping-keping sehingga dirasakan sebagai butiran debu saja yang jatuh menimpa. Ketetapan yang mulanya akan tertimpa batu besar diringankan oleh Allah, yakni hanya ditimpakan butiran-butiran debu. Tentu dapat dipahami dari perumpamaan barusan, bahwa peranan doa tadi tidak sampai menghilangkan bala yang sudah ditentukan oleh Allah. Akan tetapi hanya sekadar meringankan ketetapan yang mulanya dinilai berat. (Tuhfatul-Murîd I/102). Wassalậm.
Ismail | Annajahsidogiri.id