Imam Abul Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari lahir di kota Basrah. Beliau hidup pada paruh kedua abad ketiga dan paruh pertama abad keempat Hijriah. Ayahnya, Ismail seorang ulama ahli hadis yang menganut paham Ahlusunah. Terbukti, ketika ayahnya menjelang wafat, beliau berwasiat agar al-Asy’ari diasuh oleh al-Imam al-Hafizh Zakariya as-Saji, pakar hadis dan fikih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal di kota Basrah. Hanya saja, setelah berusia sepuluh tahun, ibunya menikah dengan Abu Ali al-Jubbai-tokoh Mu’tazilah terkemuka di kota Bashrah- kehadiran Ali-Jubbai mengubah jalan hidupannya, dan kemudian mengarahkan al-Asy’ari menjadi penganut Mu’tazilah hingga berusai 40 tahun.
Baca Juga: Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari; Perumus Formula Akidah Aswaja
Namun, ada pemikiran yang berkembang dari kalangan sebagian pakar, khususnya kalangan Wahabi, bahwa roda pemikiran imam al-Asy’ari memiliki 3 fase perkembangan dalam kehidupannya;
Pertama, fase ketika Imam al-Asy’ari mengikuti paham Mu’tazilah hingga berumur 40 tahun.
Kedua, fase dimana imam al-Asy’ari keluar dari faham Mu’tazilah dan merintis mazhab pemikiran teologisnya dengan mengikuti mazhab Ibnu Kullab.
Ketiga, fase dimana imam al-Asy’ari keluar dari mazhab yang dirintisnya dan kembali ke mazhab Salaf atau Ahlussunah Wal Jamaah.
Tentu saja, hal ini sangat lemah baik secara historis maupun secara ilmiah. Karena akan memunculkan makna yang tersembunyi di balik pemikiran tersebut.
Pertama, Imam al-Asy’ari mempunyai 3 fase dalam kehidupannya, yaitu Mu’tazilah, mengikuti mazhab Ibnu Kullab dan kembali ke ajaran Ahlussunah Wal Jamaah. Ini adalah pokok propaganda yang akan melahirkan dua makna lain yang tersembunyi.
Kedua, Ibnu Kullab bukan bermanhaj Ahlussunah.
ketiga, kitab Al-Ibanah merupakan fase terakhir dari kehidupan al-Asy’ari, yakni fase kembali ke manhaj salafus salih.
Pertama, benarkah pemikiran al-Asy’ari melalui 3 fase?
Imam al-Asy’ari merupakan salah satu tokoh muslimin yang sangat populer dan memiliki reputasi yang jelas. Beliau bukan tokoh kontroversial dan misterius yang jalan kehidupannya tidak diketahui orang. Seandainya imam al-Asy’ari hidup dalam 3 fase, tentu saja para sejarawan akan menjelaskannya.
Sejarawan terkemuka, Ibnu Khaldun berkata;
(الى أن ظهر الشيخ أبو الحسن الأشعري وناظر بعض مشيختهم- اي معتزلة – في مسائل الصلاح والأصلح, فرفض طريقتهم وكان على رأي عبدالله بن سعيد بن كلاب وأبي العباس القلانسي والحارث المحاسبي من اتباع السلف وعلى طريقة السنة) اهــ.
‘’Hingga akhirnya tampil Syech Abu al-Hasan al-Asy’ari dan mendebat sebagian tokoh Mu’tazilah tentang masalah-masalah salah wal ashlah, lalu dia membantah metodologi mereka dan mengikuti pendapat Abdullah bin Said bin Kullab dan Abu al-Abbas al-Qalanisi dan al-Harirs al-Muhasibi di kalangan pengikut salaf dan Ahlussunah”.
Dari sini Ibnu Khaldun menyimpulkan bahwa setelah al-Asy’ari keluar dari faham Mu’tazilah, beliau mengikuti mazhab Abdullah bin Said bin Kullab, Abu al-Abbas al-Qalanisi dan al-Harits al-Muhasibi dari kalangan pengikut salaf dan Ahlussunah. Di samping itu, seandainya realita rujuknya Imam al-Asy’ari dari mazhab ynag dirintisnya memang benar, tentu para muridnya akan mengutip hal tersebut. Ternyata ketika kita merujuk pada murid-murid beliau, kita tidak akan menemukan indikasi historis seperti itu.
Kedua, benarkah Ibnu Kullab tidak bermanhaj Ahlussunah?
Setelah Imam al-Asy’ari keluar dari Mu’tazilah, beliau kemudian mengikuti metodologi Ibnu Kullab. Ini telah menjadi kesepakatan kita dengan mereka yang mengatakan al-Asy’ari memiliki 3 fase. Namun, mereka berbeda dengan kita yang meyakini bahwa metodologi Ibnu Kullab sebenarnya satu frekuensi dengan metodologi salaf, karena Ibnu Kullab termasuk tokoh Ahlussunah yang mengikuti metodologi salaf. Syeikh Syuaib al-Arnauth mengatakan;
.كان إمام أهل السنة في عصره, واليه مرجعها, وقد وصفه إمام الحرمين في كتابه ” الإرشاد ” بأنه من أصحابنا
‘’Ibnu Kullab adalah pemimpin dan rujukan Ahlussunah pada masanya. Imam al-Haramain menyebutkan dalam kitabnya al-Irsyad bahwa dia termasuk sahabat kami (mazhab al-Asy’ari).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Ibnu Kullab konsisten dengan metodologi salaf dan termasuk Ahlussunah Wal Jamaah.
Ketiga, perihal kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah.
Sebagian kelompok mengklaim bahwa pemikiran Imam al-Asyari mempunyai 3 fase perkembangan melalui ibarat yang tertera di kitab al-Ibanah. Sebenarnya, kitab al-Ibanah yang asli justru membatalkan argumentasi tersebut. Karena di dalamnya justru mengikuti metodologi Ibnu Kullab, sehinggat tidak mungkin mengklaim bahwa al-Asy’ari telah mencabut pendapat tersebut. Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam lisan al-Mizan menyatakan;
.وعلى طريقته – يعني ابن كلاب – مشى الأشعري في كتاب الإبانة
‘’Metodologi Ibnu Kullab diikuti oleh al-Asy’ari dalam kitab al-Ibanah’’.
Pernyataan al-Hafidz ibn Hajar ini menambah keyakianan bahwa Ibnu Kullab sebenarnya sangat konsisten pada metodologi salaf, karena kitab al-Ibanah yang ditulis oleh al-Asy’ari pada akhir hidupnya mengikuti metodologi salaf, juga metodologi Ibnu Kullab.
Dengan demikian, pernyataan tersebut telah membatalkan argumentasi mereka. Bahkan semakin menguatkan bahwa pemikiran belaiu hanya mengalami 2 fase bagian saja, yakni fase ketika mengikuti faham Mu’tazilah dan fase beliau ke metodologi salaf.
M Iklil | Annajahsidogiri.id