Doa adalah permintaan disertai dengan merendahkan diri. Pada dasarnya doa merupakan sesuatu yang baik, bahkan merupakan suatu perintah. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Ghâfir ayat 60 yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”
Hanya saja dalam praktiknya tetap harus memerhatikan hal-hal prinsipal dalam berdoa. Bahwasannya dalam doa terdapat unsur akidah yang merupakan hal fundamental dalam agama.
Baca Juga: Buletin Tauiyah 234
Disini perlu kita pahami bahwa doa lintas agama merupakan bid’ah yang tercela dan tidak pernah diajarkan di dalam Islam. Dalam tafsir ar-Râzi juz 1 hlm, 1124 secara tegas menyatakan kafir jika ada unsur rida. Demikian ini menimbang adanya unsur memuliakan terhadap non-Muslim serta menimbulkan persepsi positif terhadap akidah non-Muslim. Selain, karena tidak dikabulnya doa non-Muslim sebagaimana pendapat Imam Rauyani dalam kitab Mughnil-Muhtâj hlm. 323.
Jika kita meninjau praktik yang ada, ternyata doa lintas agama yang hadir di tengah masyarakat memiliki beberapa macam praktik.
Pertama, doa bersama dengan cara setiap pemuka agama berdoa secara bergilir. Dalam bentuk seperti ini haram bagi orang Islam mengikuti dan mengamini doa non-Muslim, tidak jika sebaliknya. Sebab ‘mengamini’ sama dengan berdoa, dan ketika yang berdoa itu non-Muslim sama hal-nya orang Islam mengamini doa non-Muslim. Padahal konsep akidah mereka berbeda dengan akidah orang Islam, dalam al-Quran Allah berfirman:
“Sesungguhnya kafir lah orang-orang yang mengatakan: Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”. (QS. al-Mâidah: 73)
Demikian ini dapat mengakibatkan seorang itu masuk dalam lobang kemusyrikan dan kekafiran. Selain itu, dalam Hâsyiyatul-Jamâl juz. 2 hlm. 119 dikatakan bahwa alasan pelarangan praktik ini adalah karena berisiko memuliakan dan membenarkan agama mereka.
Baca Juga: 4 Adab Berdoa Agar Cepat Terkabul
Kedua doa yang dipanjatkan secara serentak antara Muslim dan non-Muslim. Dalam hal ini, umat Islam dilarang mengikuti dan mengamini secara mutlak sebab hal semacam itu dipandang telah mencampuradukkan ibadah (dalam hal ini doa) yang benar dengan ibadah yang batil. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi mu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk mu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 22)
Doa dalam bentuk semacam ini rentan mengancam akidah orang Islam yang awam serta menimbulkan anggapan bagi mereka bahwa akidah di luar Islam sama dengan Islam.
Ketiga doa yang dilakukan dengan praktik setiap orang berdoa sesuai dengan kepercayaannnya masing-masing. Dalam praktik ini hukumnya makruh, Mughnil Muhtâj, hlm.323.
Dari hukum yang telah dipaparkan tentang praktik yang ada memberi kejelasan pada kita bahwa tidak semua doa lintas agama haram secara mutlak yakni dari praktik ketiga. Namun ada larangan keras untuk mengikuti praktik doa pertama sampai kedua. Alasannya cukup mendasar yaitu mengamini doa non-Muslim sama dengan berdoa sedangkan antara kita dengan non-Muslim memiliki bangunan akidah yang tidak sama. Sedangkan tentang perkumpulannya (menghadiri doa lintas agama) itu tidak berhukum haram selagi tidak mengikuti gerak-gerik, tata cara atau mengamininya, berdasarkan MUNAS VII/MUI/7/2005. Wallâhu a’lam.
Rifqi Ja’far Shodik | Annajahsidogiri.id