Kedua, hal yang perlu dijelaskan adalah tentang kebolehan pengulangan bacaan dalam ayat al-Qur’an. Dalam kitab at-Tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur’an (Hal. 85), Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah mengulangi bacaan beliau ketika sampai pada ayat berikut; (H.R. Ibnu Majah dan Nasa-i)
اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚوَاِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ١١٨
Artinya, “Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.S. al-Maidah 118)
Masih dalam kitab yang sama, selain rasulullah ﷺ, ada beberapa shahabat juga meniru pengulangan ini. Misalnya, Tamim ad-Dari yang mengulangi ayat ini;
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَرَحُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ نَّجْعَلَهُمْ كَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَوَاۤءً مَّحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۗسَاءَ مَا يَحْكُمُوْنَ ࣖࣖ ٢١
Artinya, “Apakah orang-orang yang melakukan keburukan itu mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Q.S. al-Jatsiyah 21)
Shahabat Ubadah bin Hamzah pernah bercerita bahwa suatu ketika ia bertamu ke rumah Asma binti Abu Bakar. Ketika itu, Asma tengah membaca al-Qur’an, dan saat sampai pada ayat;
فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا وَوَقٰىنَا عَذَابَ السَّمُوْمِ ٢٧
Artinya,”Allah menganugerahkan karunia kepada kami dan menjaga kami dari azab neraka.” (Q.S. at-Thur 27)
Ia mengulangi bacaannya serta berdoa. Shahabat Ubadah pergi untuk membeli keperluannya di pasar, dan ketika ia kembali, Asma masih mengulang-ulang ayat ini.
Dari pemaparan barusan, dapat kita simpulkan bahwa membaca al-Qur’an dengan diulang-ulang bacaannya memiliki sandaran dalam Islam dan tidak mengurangi keagungan al-Qur’an itu sendiri.
Ketiga, tentang pengulangan pada ayat-ayat pada surah Yasin. Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam kitab Abwabul-Faraj (hal. 100-101) menjelaskan,
وَمِنَ الْكَيْفِيَّاتِ الْمُجَرَّبَةِ عَنِ الصَّالِحِيْنَ فِيْ قِرَائَتِهَا اَنْ يُكَرِّرَ لَفْظَةَ يس سَبْعَ مَرَّاتٍ وَاِذَا بَلَغَ فِي الْقِرَاءَةِ اِلَى قَوْلِهِ (وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ ٣٨ ) يُكَرِّرُهَا اَرْبَعَ عَشَرَ مَرَّةً, وَاِذَا بَلَغَ قَوْلَهُ (سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ ٥٨ ) يُكَرِّرُهَا سِتَّ عَشَرَ مَرَّةً, وَاِذَا بَلَغَ قَوْلَهُ (اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى ) يُكَرِّرُهَا اَرْبَعَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ يَقْرَأُ اِلَى اَخِرِهَا فَبَلَغَ الْمَجْمُوْعُ اِحْدَى وَاَرْبَعِيْنَ, وَمَنْ قَرَأَ السُّوْرَةَ عَلَى هَذَا التَّرْتِيْبِ سَبْعَ مَرَّاتٍ يَحْصُلُ مُرَادُهُ وَمَقْصُوْدُهُ بِإِذْنِ اللهِ
Artinya. “Di antara cara mujarab dalam membaca surah Yasin yang diajarkan oleh para orang shalih adalah;
- Mengulang membaca lafad “Yasin” sebanyak tujuh kali.
- Membaca ayat ke-38 (وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ ٣٨ ) empat belas kali.
- Ketika sampai pada ayat ke-58 (سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ ٥٨ ) maka ulangi enam belas kali.
- Saat mendaras ayat ke-81 (اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يَّخْلُقَ مِثْلَهُمْ ۗبَلٰى ) maka baca sebanyak empat kali.
- Baca hingga selesai dan ulangi tata cara ini sebanyak tujuh kali.
Barang siapa yang melaksanakan bacaan model ini maka semua keinginan dan maksudnya akan tercapai. Insyaallah.”
Setelah kita tahu tentang pengulangan ayat, selanjutnya hal yang perlu diketahui adalah tentang hukum berdoa di tengah-tengah mengaji al-Qur’an. Mengenai hal ini, Imam an-Nawawi dalam at-Tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur’an (Hal. 91),
[فصل] وَيُسْتَحَبُّ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ أَنْ يَسْأَلَ اللهَ تَعَالَى مِنْ فَضْلِهِ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ أَنْ يَسْتَعِيْذَ بِاللهِ مِنَ الشَّرِّ وَمِنَ الْعَذَابِ أَوْ يَقُوْلَ اللهم إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ أَوْ أَسْأَلُكَ الْمُعَافَاةَ مِنْ كُلِّ مَكْرُوْهٍ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ
Artinya, “Disunahkan berdoa memohon karunia Allah ketika mendaras al-Qur’an dan sampai pada ayat rahmat. Pula, ketika sampai pada ayat azab hendaknya memohon perlindungan kepada Allah dari kejelekan dan azab, atau berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pengampunan dan keselamatan dari hal-hal tidak baik.’ Atau doa-doa sesamanya.”
Begitu juga, dalam riwayat sahih dari shahabat Hudzaifah bin al-Yaman. Suatu malam beliau bermakmum kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ketika sampai pada ayat tasbih, beliau bertasbih menyucikan Allah. Saat sampai pada ayat permintaan maka beliau memohon kepada-Nya, dan bila sampai pada ayat azab, beliau memohon dijauhkan dari azab.
Dari semua dalil dan pemaparan tadi, kita semua sudah bisa menarik kesimpulan sendiri terkait hukum membaca dan mengamalkan Yasin fadilah. Pula, klaim sesat dan bidah yang Wahabi tertolak, karena tuduhan mereka tak berdasar dan tak ilmiah. Mereka hanya bisa melempar kata ‘sesat’ dan ‘bidah’, tanpa pernah paham arti sebenarnya dua kata itu. Wallahu a’lam.
Muhammad Ilyas | annajahsidogiri.id