Ada kasus tokoh yang mendoakan seorang muslim menjadi pendeta, lantaran orang Islam itu masuk gereja. Apakah doa semacam ini bisa dibenarkan?
Taufiqulhuda, Surabaya
Sahabat ACS yang terhormat. Agama Islam menganjurkan kita senantiasa berdoa baik kepada saudara kita. Sedangkan kekafiran merupakan puncak dari segala keburukan. Untuk itu, kasus doa tersebut sama-sekali tidak bisa dibenarkan. Bahkan dalam sebuah keterangan, orang yang berdoa semacam itu divonis kafir. Nabi Muhammad bersabda:
لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ, وَلاَ تَدعُوا عَلَى أوْلادِكُمْ، وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أموَالِكُمْ، لا تُوافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسألُ فِيهَا عَطَاءً فَيَسْتَجِيبَ لَكُمْ
“Janganlah engkau semua berdoa untuk bahayanya diri sendiri, janganlah pula berdoa untuk bahayanya anak-anakmu semua dan jangan pula berdoa untuk bahayanya harta-hartamu semua -yakni mendoakan supaya diri sendiri, anak atau hartanya itu mendapat bahaya atau kecelakaan-, sebab tiada mencocoki doa-doa itu akan sesuatu saat yang di waktu itu Allah akan dimintai untuk mengabulkannya, maka Allah pasti mengabulkan doamu tersebut,” (HR. Muslim).
Mengenai hadis tersebut, dalam kitab Bariqah Mahmudiyah Syarah Thariqah Muhammadiyah, poin ke 37 perihal mendoakan orang muslim, terdapat keterangan khusus tentang mendoakan orang muslim agar mati kafir. Sebagian ulama di sana malah dengan tegas memvonis kafir kepada orang yang berdoa semacam itu, secara mutlak. Lengkapnya sebagaimana berikut:
خُصُوْصًا بِالْمَوْتِ عَلَى الْكُفْرِ فَإِنَّهُ) أَيْ الدُّعَاءَ بِالْمَوْتِ عَلَى الْكُفْرِ (كُفْرٌ عِنْدَ بَعْضٍ مُطْلَقًا) اسْتَحْسَنَهُ أَوْ لَا (وَعِنْدَ آخَرِيْنَ) كَوْنُهُ كُفْرًا (إِنْ كَانَ لِاسْتِحْسَانِ الْكُفْرِ) وَأَمَّا إِنْ لِاشْتِدَادِ الْعَذَابِ فَلَا
“….secara khusus mendoakan (kepada orang Islam) kafir, karena sesungguhnya orang yang seperti itu, yakni berdoa mati kafir menurut sebagian ulama kafir secara mutlak. Baik beranggapan kafir itu baik, atau pun tidak. Menurut ulama yang lain. orang yang berdoa semacam itu kafir ketika beranggapan kafir itu baik. Sedangkan ketika sekadar agar azabnya ditambah, maka tidak kafir.”
Baca Juga: Perbedaan antara Fiqih dan Aqidah
Namun, meskipun tidak kafir, tetap saja berdoa semacam itu berdoasa. Dalam kitab syafi’iyah, Imam Nawawi dalam al-Adzkar-nya (568) membikin pasal khusus perihal larangan mendoakan lenyapnya iman dari seseorang. Imam Nawawi dengan tegas menyatakan orang yang berdoa semacam itu jelas telah durhaka kepada Allah. Dengan kata lain orang itu bermaksiat. Namun, perihal apakah orang yang berdoa semacam itu kafir atau tidak, terdapat khilafiyah. Jelasnya sebagaimana berikut:
فَصْلٌ [النَّهْيُ عَنِ الدُّعَاءِ بِسَلْبِ الْإِيْمَانِ عَلَى أَحَدٍ] :
لَوْ دَعَا مُسْلِمٌ عَلَى مُسْلِمٍ، فَقَالَ: اَللَّهُمَّ اَسْلِبْهُ الْإِيْمَانَ! عَصَى بِذَلِكَ، وَهَلْ يَكْفُرُ الدَّاعِي بِمُجَرَّدِ هَذَا الدُّعَاءِ؟ فِيْهِ وَجْهَانِ لِأَصْحَابِنَا، حَكَاهُمَا الْقَاضِي حُسَيْن مِنْ أَئِمَّةِ أّصْحاَبِنَا فِي الْفَتَاوَى، أَصَحُّهُمَا: لَا يَكْفُرُ، وَقَدْ يَحْتَجُّ لِهَذَا بِقَوْلِ اللهِ تَعَالَى إِخْبَارًا عَنْ مُوْسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: {رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا} [يونس: 88] وَفِي هَذَا الاِسْتِدْلَالِ نَظَرٌ، وَإِنْ قُلْنَا: إِنَّ شَرعَ مَنْ قَبْلَنَا شَرْعٌ لَنَا
“Sebuah pasal. Larangan mendoakan lenyapnya Iman dari seseorang. Apa bila seorang Muslim mendoakan Muslim yang lain, seraya mengatakan, “Ya Allah, lenyapkanlah iman orang tersebut, maka orang yang berdoa demikian telah berdosa. Namun, apakah yang berdoa seperti ini kafir? Ada dua pendapat dari kalangan syafi’iyah. Kedua pendapat tadi telah dipaparkan dengan jelas oleh al-Qadi Husein, Imam Mazhab Syafi’i dalam Fatawa-nya. Pendapat ashah: tidak kafir, menggunakan dalil firman Allah:
وَقَالَ مُوْسٰى رَبَّنَآ اِنَّكَ اٰتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَاَهٗ زِيْنَةً وَّاَمْوَالًا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ رَبَّنَا لِيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِكَ ۚرَبَّنَا اطْمِسْ عَلٰٓى اَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتّٰى يَرَوُا الْعَذَابَ الْاَلِيْمَ
‘Dan Musa berkata, “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih.’ (QS. Yunus [10]: 88).
Baca Juga: Pengamalan Hadis Daif Menurut Ahlusunah wal Jamaah
Namun, istidlal semacam ini masih perlu pembahasan lebih lanjut, meskipun kita mengikuti pendapat syariat sebelum Nabi Muhammad juga merupakan syariat kita.”
Alhasil, kita perlu membiasakan diri untuk mendoakan orang lain baik. Meski pun orang lain zalim kepada kita. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menjelaskan:
وَيَقْرُبُ مِنَ اللَعْنِ الدُّعَاءُ عَلَى الْإِنْسَانِ بِالشَّرِّ حَتَّى الدُّعَاءِ عَلَى الظَّالِمِ كَقَوْلِ الْإِنْسَانِ مَثَلاً لَا صَحَّحَ اللهُ جِسْمَهُ وَلَا سَلَّمَهُ اللهُ وَمَا يَجْرِي مَجْرَاهُ فَإِنَّ ذَلِكَ مَذْمُوْمٌ
“Mendekati laknat ialah mendoakan keburukan kepada orang lain. Seperti perkataan, ‘Semoga Allah tidak menyehatkan jasmanimu!’, ‘Semoga Allah tidak menyelamatkanmu!’, serta doa lain yang serupa. Karena semua doa yang semacam itu tercela (madzmum).”
Semoga kita tergolong orang yang senantiasa berdoa baik, dan semoga Allah menjauhkan kita dari berdoa keburukan. Amin!
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id