Nafsu menurut ulama tasawuf adalah marah dan syahwat yang ada dalam diri manusia. Sebab para ulama tasawuf menganggap nafsu sebagai biang dari segala sifat tercela. Berdasarkan Hadis Rasulullah, “Paling jahatnya musuhmu adalah nafsumu yang ada diantara tubuhmu”.
Namun menurut pemaknaan dari ulama yang lain, nafsu adalah manusia itu sendiri. Ada tiga penamaan terkait nafsu dengan memperhatikan berbagai keadaan:
Baca Juga: Esensi Zuhud dalam Disiplin Ilmu Tasawuf
Pertama, jika tenang dalam kendali perintah kebaikan, maka dinamakan nafsu mutmainnah.
Kedua, Jika tidak sempurna ketenangannya, dengan artian nafsu sempat melawan bahkan mencaci pemilik nafsu ketika bermaksiat, maka dinamakan nafsu lawwamah.
Ketiga, Jika tidak melawan serta tenang pada perintah syahwat, maka dinamakan nafsu ammârah bis-sū’.
Maka boleh mengatakan bahwa nafsu ammârah bis-sū’ adalah nafsu yang dikehendaki oleh ulama tasawuf. Sedangkan nafsu mutmainnah adalah nafsu terpuji yang hakikatnya adalah mengetahui Allah.
Nafsu lawwamah sering hinggap di hati para sâlikin yang baru berangkat menuju Allah. Bahkan jika tidak meminta perlindungan kepada Allah nafsu ini akan terus berevolusi menjadi nafsu ammârah bis-sū’. Dan jika Allah telah memasrahkan diri kita pada nafsu, maka takkan pernah selesai perbuatan tercela kita pertanda kita telah jauh dan ditolak oleh Allah. Na’ūdzubillah.
Bagaimana Cara Meredam Nafsu
Cara terbaik meredam nafsu amarah bissu’ adalah dengan menekan sedalam-dalamnya. Baik dengan berpuasa, melakukan hal-hal positif ataupun melawan dengan mematahkan argumen-argumen nafsu. Jangan sampai nafsu menjadi tuhan kita, karena Allah akan membiarkan kita sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa kita tidak menerima petunjuk yang diberikan.
Allah berfirman;
اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya,”
Inilah jihad akbar yang disampaikan oleh Rasulullah; berjihad melawan nafsu. Dan nafsu lebih sering bersama dengan kepentingan-kepentingan duniawi. Para pecinta dunia (yang sampai ke hatinya) digambarkan sebagai orang orang yang tak ingin bertemu dengan Allah. Naudzu billah.
M. Haikal Abdullah | Annajahsidogiri.id