Beberapa waktu yang lalu (17/11/2023), pemilik akun Youtube “Gus Fuad Channel” mempublikasikan sebuah video yang lagi-lagi bikin geger bangsa Indonesia. Bagaimana tidak? Dalam video berdurasi 54 menit lebih sepuluh detik itu, menyoroti sebuah pengalaman pribadi Maulana Ishaq, seorang Gus asal Kudus, yang mengaku telah bermimpi Nabi berkali-kali, bahkan lebih sekadar dua puluh kali.
Mimpinya dengan Nabi itu, menurutnya, sebab berkah mengamalkan hadis Nabi yang ia temukan dalam kitab Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât (hlm. 18) karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani dengan bunyi:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang bersalawat kepadaku sebanyak seribu kali dalam tiap hari, maka ia tidak akan mati sebelum mengetahui tempatnya di surga.”
Maka tak heran, menurut dia, bila dirinya sudah mengetahui tempatnya di surga, sebagaimana keterangan hadis di atas.
“Kalau saya, mengetahui tempat saya di surga ketika umur empat belas tahun, karena saya mengamalkan hadis ini bukan karena halu! Paham ya? Kitab ini (Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât) yang saya pakai pegangan.” (15.58-16.09)
Selain itu, ia juga bercerita bahwa di salah satu mimpinya, ia bertanya kepada Rasul terkait Ba’alawi. Katanya, “Ya Rasulallah, kaum Ba’alawi itu cucumu atau bukan? Keturunanmu atau bukan? Rasulallah Muhammad saya tanyai seperti itu. Karena mimpi berarti saya ga bisa ngatur formatnya ya? Dalam mimpi saya bertanya seperti itu. Nah, kemudian Rasulallah menjawab, ‘Setiap umatku yang beriman kepadaku, asal mereka beriman kepadaku, saya anggap mereka keluarga. Tapi kalau kamu bertanya tentang Ba’alawi mereka itu bukan dzurriyatku’.” (21.59-22.39)
Kemudian di mimpi lainnya lagi, ia bermimpi Nabi dalam keadaan menyayat hati; sedih, murka, dan marah. Sambil menunjuk-nunjuk dadanya sendiri, Rasulullah berkata, “Sampaikan sama seluruh rakyat Indonesia! Aku Rasulullah Muhammad, tidak rida. -beliau sambil gigi gerahamnya beradu menahan marah, tangan sebelah kiri terkepal karena menahan marah. Bukan melampiaskan, tapi ditahan. ‘Aku’ Sambil nunjuk dadanya begini- Aku Rasulullah Muhammad tidak rida, Aku Rasulullah Muhammad murka, Aku Rasulullah Muhammad benci terhadap orang yang mengaku dzurriyatku, keturunanku, mengaku nasabku, mengambil silsilah nasabku, digunakan untuk menginjak umatku, menghina umatku, memeras darah dan keringat.” (25.32-26.25)
Di akhir videonya, Maulana Ishaq menutup dengan mubahalah. Bila ia berdusta akan mimpi Nabi dan terputusnya nasab Ba’alawi itu maka ia siap menerima tiga konsekuensi; mati dalam jangka waktu sepuluh hari di rumah sendiri, masuk neraka pertama kali di antara umat Nabi muhammad, dan keluar neraka terakhir kali di antara umat Nabi Muhammad. Namun bila ia benar, semoga klan Ba’alawi pecah dan terbongkar semua kedustaannya. (43.13-46.32)
Begitulah isi singkat dari video berdurasi hampir sejam tersebut. Dari sini, setidaknya ada dua hal yang akan penulis angkat. Tentu bukan tentang mubahalah atau pengakuan mimpi Nabi, karena itu perihal tanggung jawab personal, melainkan hal lain yang lebih urgen untuk diketahui, yaitu pertama tentang pandangan pengarang kitab Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât terhadap Ba’alawi dan kedua tentang hadis yang ia jadikan dalil akan tempatnya di surga.
Pengarang Kitab Afdhalush-Shalawât
Kitab ini merupakan karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani asy-Syafii; seorang sufi dan sastrawan keluaran al-Azhar, Mesir. Lahir pada tahun 1265 H di Palestina. Beliau juga merupakan salah satu ulama generasi akhir yang hidup pada masa kekhilafahan Turki Usmani.
Kecintaannya pada Nabi, tak perlu lagi ditanyakan! Karangan beliau yang paling terkenal adalah Kitab Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât; sebuah kitab yang menghimpun 70 macam salawat Nabi. Dan kitab ini, juga merupakan kitab yang dijadikan pegangan oleh Maulana Ishaq sehingga -menurutnya- mengetahui tempatnya di surga di kala bermimpi Nabi.
Pada menit ke 16.07, Maulana Ishaq mengatakan bahwa kitab karangan Syekh Yusuf ini merupakan kitab yang ia jadikan pegangan dalam bersalawat. Nah, jika benar demikian, harusnya ia juga berpegang pada keyakinan Syekh Yusuf an-Nabhani perihal Ba’alawi.
Dan ternyata, Syekh Yusuf meyakini akan ketersambungan nasab Ba’alawi sampai pada Nabi. Tak sekadar itu, beliau bahkan mengakui bahwa Ba’alawi merupakan klan paling sahih dan jelas garis keturunannya. Mari kita tengok bersama redaksi lengkapnya dalam kitab beliau yang bertajuk Riyâdhul-Jannah fî Adzkâril-Kitâb was-Sunnah (hlm. 23-24):
إِنَّ سَادَتَنَا آل بَاعَلَوِي قَدْ أَجْمَعَتِ اْلأُمَّةُ الْمُحَمَّدِيَّةُ فِيْ سَائِرِ اْلأَعْصَارِ وَاْلأَقَطَارِ عَلَى أَنَّهُمْ مِنْ أَصَحِّ أَهْلِ بَيْتِ النُّبُوَّةِ نَسَباً وَ أَثْبَتِهِمْ حَسَباً وَأَكْثَرِهِمْ عِلْماً وَعَمَلاً وَفَضْلاً وَأَدَباً وَهُمْ كُلُّهُمْ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَاْلجَمَاعَةِ عَلَى مَذْهَبِ إِمَامِنَا الشَافِعِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَعَ كَثْرَتِهِمْ إِلَى دَرَجَةٍ لَا يُقِلُّوْنَ فِيْهَا عَنْ مِائَةِ أَلْفِ إنْسَانٍ … وَلَا يَمْتَرِيْ فِيْ صِحَّةِ نَسَبِهِمْ وَكَثْرَةِ فَضَائِلِهِمْ وَمَزَايَاهُمْ التِيْ تَمَيَّزُوْا بِهَا عَنِ اْلأَنَامِ بِبَرَكَةِ جَدِّهِمْ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ إِلَّا مَنْ قَلَّ حَظُّهُ فِي اْلإِسْلَامِ
“Sesungguhnya sudah menjadi kesepakatan di berbagai masa dan tempat, bahwa Ba’alawi merupakan klan yang memiliki nasab paling sahih dan paling jelas garis keturunannya dari sekian klan keturunan Nabi. Mereka juga paling banyak ilmunnya, pengamalannya, keutamaannya, serta tatakramanya. Mereka semua berada di barisan Ahlusunah wal-Jamaah dalam akidah dan Syafi’i dalam fikih. Banyaknya jumlah mereka bila dihitung, tidaklah kurang dari jumlah 100 ribu … Tidak ada yang meragukan keabsahan nasab, keutamaan, dan keistimewaan mereka bersebab keberkahan moyang mereka, yakni Nabi Muhammad, kecuali orang yang hanya memiliki sedikit bagian di dalam Agama Islam.”
Ungkapan Syekh Yusuf di atas sangatlah jelas menyatakan ketersambungan nasab Ba’alawi. Bahkan beliau memuji Ba’alawi sebagai klan yang paling berilmu dan beradab. Sungguh luar biasa!
Maka dari itu, sungguh aneh jika Maulana Ishaq mengaku sangat berpegangan pada kitab beliau dalam bertirakat, khususnya dalam bersalawat, namun malah tak sependapat dalam keyakinan beliau terkait Ba’alawi.
Persoalan Hadis
Pada menit ke 15.58-16.09, Maulana Ishaq mengaku telah mengetahui tempatnya di surga sebab mengamalkan salah satu hadis yang tertera dalam Kitab Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât (hlm. 18).
“Kalau saya, mengetahui tempat saya di surga ketika umur empat belas tahun, karena saya mengamalkan hadis ini bukan karena halu! Paham ya? Kitab ini (Afdhalush-Shalawât ‘alâ Sayyidis-Sâdât) yang saya pakai pegangan.”
Adapun hadis yang dimaksud adalah berikut:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang bersalawat kepadaku sebanyak seribu kali dalam tiap hari, maka ia tidak akan mati sebelum mengetahui tempatnya di surga.”
Menengok makna zahir hadis ini saja sudah mengandung keisykalan. Bagaimana bisa seseorang sudah bisa mengetahui tempatnya di surga tanpa ada nash sarih yang jelas? Hadis yang terang-terangan menyebut orang-orang yang masuk surga itu memang ada, namun hanya sepuluh orang. Mereka adalah Nabi Muhammad, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, az-Zubair, Thalhah, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Sa’id bin Zaid[1].
Selain itu, kita juga perlu menengok hadis serupa dari jalur riwayat berbeda. Setidaknya ada dua hadis yang hampir mirip; hadis dari jalur Hakam dengan tanpa ada penyebutan lafal “kulli” pada “kulli yaumin” dan dari Abu Syaikh terdapat perbedaan redaksi menjadi, “lam yamût hattâ yubassyar bil-jannah”.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab ad-Durrul-Mandhûd fish-Shalâti was-Salâmi ‘alâ Shâhibil-Maqâmil-Mahmûd mengatakan:
وَمِنْهَا أَنَّ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ اْلجَنَّةِ أَخْرَجَ جَمْعٌ لَكِنْ مَعَ ذَلِكَ هُوَ حَدِيْثٌ مُنْكَرٌ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلّى عَلَيَّ فِيْ يَوْمٍ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ اْلجَنَّةِ وَفِيْ لَفْظٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يُبَشِّر بِاْلجَنَّةِ
“Di antara faidah salawat adalah, barang siapa yang bersalawat pada Nabi sebanyak seribu kali dalam sehari, maka ia tidak akan meninggal hingga melihat tempatnya di surga. Terdapat hadis yang dikeluarkan oleh sekolompok golongan, namun berupa hadis munkar, bahwa Nabi bersabda, ‘Barangsiapa yang bersalawat padaku sebanyak seribu kali dalam sehari, maka ia tak akan meninggal hingga melihat tempatnya di surga’. Dalam lafaz lain, ‘Tidak akan meninggal hingga disenangkan dengan surga’.”
Jika kita memahami lafaz “hattâ yarâ maq’adahu minal-jannah” menyesuaikan hadis pembandingnya; “hattâ yubassyir bil-jannah”, maka dapat kita ketahui bahwa Allah menampakkan tempatnya di surga kelak ketika ruh hampir keluar dari jasad menuju pada Tuhannya.
Allah berfirman dalam surah Fushshilat ayat 30:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah.’ Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu’.”
Imam Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat di atas, berkata:
وَقَوْلُهُ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ المَلَائِكَةُ قَالَ مُجَاهِد وَالسَدْي وَزَيْد بن أَسْلَم وَابْنه يَعْنِيْ عِنْدَ اْلمَوْتِ قَائِلِيْنَ أَلَّا تَخَافُوْا قَالَ مُجَاهِد وَعِكْرِمَة وَزَيْد بن أَسْلَم أَيْ مِمَّا تُقَدِّمُوْنَ عَلَيْهِ مِنْ أَمْرِ اْلآخِرَةِ وَلَا تَحْزَنُوْا أَيْ عَلَى مَا خَلَفْتُمُوْهُ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا مِنْ وَلَدٍ وَأَهْلٍ وَمَالٍ أَوْ دَيْنٍ فَإِنَّا نُخْلِفُكُمْ فِيْهِ وَأَبْشِرُوْا بِاْلجَنَّةِ التِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ فَيُبَشِّرُوْنَهُمْ بِذِهَابِ الشَّرِّ وَحُصُوْلِ اْلخَيْرِ وَهَذَا كَمَا فِيْ حَدِيْثِ اْلبَرَّاء رَضِيَ اللهُ عَنْهُ إِنَّ اْلمَلَائِكَةَ تَقُوْلُ لِرُوْحِ اْلمُؤْمِنِ اُخْرُجِيْ أَيَّتُهَا الرُّوْحُ الطَيِّبَةُ فِي اْلجَسَدِ الطَيِّبِ كُنْتِ تَعْمُرِيْنَهُ اُخْرُجِيْ إِلَى رُوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ
“Firman Allah, ‘malaikat-malaikat akan turun kepada mereka’. Imam Mujahid, as-Sudi, Zaid bin Aslam, dan putranya mengatakan bahwa saat ruh hampir keluar. Malaikat akan berkata pada ruh, ‘Janganlah kamu merasa takut’. Imam Mujahid, Ikrimah, dan Zaid bin Aslam berkata, ‘(janganlah takut) terhadap perkara yang akan tiba berupa hal-hal akhirat’. ‘Dan janganlah kamu bersedih hati’, yakni atas apa yang kalian tinggalkan berupa urusan dunia, meliputi anak, keluarga, harta, ataupun hutang. Karena kami telah menggantinya. ‘Dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu’, maka malaikat memberikan mereka kegembiraan dengan ditiadakan kejelekan dan meraih kebaikan. Hal ini sesuai dengan hadis Barra’ bahwa malaikat akan berkata pada ruh mukmin, ‘Keluarlah ruh yang bagus dari jasad bagus yang dulu kamu tinggali. Keluarlah menuju kedamaian, kegembiraan, dan Tuhan tanpa kemurkaan’.”
Dari penjelasan barusan, maka jelas maksud “yarâ maq’adahu minnal jannah” adalah kelak ketika ruh hampir keluar dari jasad menuju sisi Tuhannya. Maka di kala itu, Allah mengutus malaikat untuk menghibur ruh mukmin dan memberinya kabar bahagia, yang salah satunya termasuk tempat dia di surga. Bukan malah tahu tempatnya di surga melalui mimpi. Selain karena mimpi tak bisa dibuat hujah, juga karena orang-orang yang dipastikan masuk surga hanyalah sepuluh orang yang telah di-nash dalam hadis sebagaimana yang telah kami sebut sebelumnya. Wallahu a’lam.
Ghazali | Annajahsidogiri.id
[1] Musnâdul-Humaidi (1/197)