Al-Ba’tsu atau hari kebangkitan adalah hal mutlak yang bersifat niscaya. Di dalam al-Quran dan hadis, Allah dan Nabi berulang kali menjelaskan dengan gamblang bahwa setiap yang meninggal pasti akan dibangkitkan. Hanya saja, tidak semua orang mengetahui dengan rinci kabar mengenai hari kebangkitan ini. Keterbatasan pengetahuan agama adalah salah satu dari sekian banyak faktor-faktornya. Akhirnya, banyak mitos dan pemahaman menyimpang yang beredar di kalangan masyarakat awam. Masyarakat yang tidak mengerti soal tetek-bengek ilmu al-Quran, hadis, dan seperangkatnya ini akhirnya menelan mentah-mentah mitos yang tidak jelas tersebut. Tentu saja hal ini berbahaya bagi akidah dan keimanan mereka. Untuk itu, dalam kajian Tahqiqat kali ini, perlu dijelaskan lebih rinci ihwal hari kebangkitan yang diterangkan oleh al-Quran dan hadis.
Ihwal Hari Bangkit Setelah Lama Menjadi Mayit
Sebagai umat yang percaya bahwa al-Quran dan hadis merupakan sumber data yang mustahil berdusta, maka tentu umat Islam juga percaya bahwa kabar gaib yang diterangkan oleh keduanya adalah perkara benar yang bersifat niscaya. Salah satu hal gaib yang berulang kali dikabarkan secara tegas adalah proses bangkit setelah lama menjadi mayit. Kata Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ Ulumiddîn,
“Walaupun kabar mengenai hal gaib ini tidak bisa dijangkau oleh akal dan panca indra, tetapi dengan rasa iman, umat Islam tetap akan mantap memercayainya sebagai sebuah kebenaran”.
Namun, karena kabar terkait ‘hari bangkit’ ini masih belum jelas, akhirnya banyak orang awam yang membicarakannya tanpa didasari pengetahuan yang benar. Tentu saja hal ini berbahaya dan akan berubah menjadi sebuah petaka sesat bilamana menyimpang dari pemahaman Ahlusunah wal Jamaah. Lalu bagaimana sebenarnya pemahaman yang benar ihwal ‘hari bangkit’ ini?
Baca Juga : Hakikat Ahlussunnah wal Jamaah
Di dalam kitab Syarh al-Aqâid an-Nasafiyyah, Imam Sa’duddin at-Taftazani menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-ba’tsu atau hari bangkit adalah, Allah ﷻ kembali membangkitkan semua makhluknya yang telah mati dengan mengumpulkan segenap anggota tubuh aslinya dan mengembalikan ruhnya. Menurut beliau, inilah yang benar sesuai dengan pemahaman Ahlusunah wal Jamaah. Pendapat ini berangkat dari firman Allah ﷻ,
“Katakanlah (Muhammad), ‘Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali” (QS. Yasin: 79).
Pendapat ini diamini oleh banyak ulama yang lain, seperti Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam Syarh Jauharatit-Tauhîd yang dengan tegas menyatakan bahwa jasad yang Allah ﷻ bangkitkan nanti adalah jasad yang asli. Jika ada yang menyangkal bagaimana mungkin jasad yang telah hancur bisa Allah ﷻ bangkitkan secara utuh seperti semula, maka jawabannya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Syekh al-Mutawalli asy-Sya’rawi dalam al-Ba’tsu wal-Mîzân wal-Jazâ’ bahwa hal yang demikian adalah kehendak Allah ﷻ dan bersifat rahasia. Dan tentunya hal yang demikian sangat mudah bagi-Nya.
“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali dan itu lebih mudah bagi-Nya” (QS. Ar-Rum: 27).
Adapun mengenai sifat-sifat sewaktu hidup di dunia, ulama bersilang pendapat. Namun, mayoritas ulama Ahlusunah wal Jamaah berpendapat bahwa semua sifat sewaktu hidup di dunia, Allah ﷻ bangkitkan dan Allah ﷻ kembalikan lagi kepada yang bersangkutan, baik yang bersifat abadi seperti warna kulit dan karakteristik tubuh, atau yang bersifat sementara seperti vokal dalam suara. Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Abul-Hasan al-Asy’ari.
Sementara terkait proses kebangkitannya, Allah ﷻ membedakan antara manusia biasa dan yang memiliki hak istimewa, seperti para nabi dan syuhada. Menurut Syekh Abdul Karim Tatan dalam ‘Aunul Murîd, untuk kelas manusia biasa, jasad mereka di dalam kubur semuanya fana kecuali tulang ekornya. Oleh karena itu, ketika tiba hari kebangkitan, Allah ﷻ membangkitkan mereka dengan mengumpulkan segenap anggota tubuh aslinya dan mengembalikan ruhnya. Sedangkan untuk para Nabi dan syuhada tidak demikian. Jasad mereka utuh meski lama di dalam kubur, sehingga dalam kebangkitannya pun, Allah ﷻ langsung membangkitkannya seketika itu, tanpa perlu mengumpulkan anggota tubuhnya yang fana.
Dari kajian ini bisa kita simpulkan bahwa a). entitas hari kebangkitan itu benar-benar ada, b). jasad yang Allah ﷻ bangkitkan adalah jasad sewaktu di dunia, c). mayoritas ulama bersepakat bahwa Allah ﷻ juga membangkitkan sifat manusia sewaktu hidup di dunia, dan d). untuk proses kebangkitannya, Allah ﷻ membedakan antara manusia biasa dan para Nabi juga syuhada.
Khoiron Abdullah | Annajahsidogiri.id