Pertanyaan:
Dalam kitab Ghayatul-Usul yang kita pelajari di Madrasah, ada penjelasan bahwa diantara yang bisa membatalkan keadilan sesorang adalah melakukan dosa besar atau dosa kecil secara terus-menerus. Namun bagaimana dengan sebagian para shahabat yang melakukan dosa besar seperti menyebarkan fitnah pada Siti Aisyah (hadisul-ifki) dan beberapa kasus lainnya yang seakan menghilangkan sifat adil sahabat?
Sail: Ali Wafa al-Husni | 08362789xxx
Jawaban:
Dalam kitab Ibnul-Qayyim al-Jauziyah wa Juhuduhu fi khidmatis-sunnah (1/481) terdapat keterangan bahwa dalam periwayatan hadis, tiap perawi harus dicek keadilannya, kecuali para shahabat. Sebab sifat adil mereka telah disaksikan dalam al-Qur’an:
قَالَ الخَطِيْبُ البَغْدَادِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: كُلُّ حَدِيْثٍ اِتَّصَلَ إِسْنَادُهُ بَيْنَ مَنْ رَوَاهُ وَبَيْنَ النَبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ يَلْزَمْ العَمَل بِهِ إِلَّا بَعْدَ ثُبُوْتِ عَدَالَةِ رِجَالِهِ، وَيَجِبُ النَظَرُ فِيْ أَحْوَالِهِمْ، سِوَى الصَحَابِيِّ الذِيْ رَفَعَهُ إِلَى رَسُوْلِ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ لِأَنَّ عَدَالَةَ الصَحَابَةِ ثَابِتَةٌ مَعْلُوْمَةٌ بِتَعْْدِيْلِ اللّهِ لَهُمْ، وَإِخْبَارُهُ عَنْ طَهَارَتِهِمْ، وَاِخْتِيَارُهُ لَهُمْ فِيْ نَصِّ القُرْآن
“Khatib al-Baghdadi berkata: ‘Setiap hadis yang sandanya bersambung antara perawi dan Nabi boleh diamalkan jika telah diketahui akan keadilan tiap perawinya. Hal itu hanya pada selain shahabat; sebab sifat ‘adalah shahabat telah di-nas dalam al-Qur’an.”
Lalu, Imam Ibnus-Shalah juga menambahkan:
وَقَالَ اِبْنُ الصَلاَحِ رَحِمَهُ اللّهُ: “لِلصَحَابَةِ بِأَسَرِّهِمْ خَصِيْصَةٌ، وَهِيَ: أَنَّهُ لَا يُسْئَلُ عَنْ عَدَالَةِ أَحَدٍ مِنْهُمْ، بَلْ ذَلِكَ أَمْرٌ مَفْرُوْغٌ مِنْهُ؛ لِكَوْنِهِمْ -عَلَى الإِطْلَاقِ- معدلين بِنُصُوْصِ الْكِتَابِ، وَالسُنَّةِ، وَإِجْمَاعِ مَنْ يَعْتَدُّ بِهِ فِيْ الإِجْمَاعِ مِنْ الأُمَّةِ”
“Ibnus-Shalah berkata: ‘Shahabat memiliki sebuah keistimewaan; keadilannya tidak perlu dipertanyakan. Sebab mereka telah dinyatakan adil dengan nas al-Qur’an, hadis dan kesepakatan ulama.”
Nas al-Qur’an yang dimaksud oleh al-Baghdadi di atas disebutkan dalam kitab al-Kifayah fi ‘Ulumir-Riwayah (46) adalah surah al-Imran ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; memerintah kebaikan dan mencegah kemunkaran serta beriman pada Allah. Andaikata Ahlul-Kitab beriman niscaya itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Lafaz ini, menurut al-Baghdadi, meskipun lafaznya umum namun maksudnya khusus. Menurut pendapat qil, ayat ini memang turun menjelaskan tentang shahabat, bukan selainnya. Begitupula ayat ke-18 dari surah al-Fath:
۞ لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ
“Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia berikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.”
Walhasil, dosa yang dilakukan para shahabat tidaklah sampai menurunkan keadilannya, sesuai penjelasan di atas. Maka, maksud dalam kitab Ghayatul-Ushul di atas hanya berlaku pada selain shahabat saja. Sedangkan dosa yang terjadi para shahabat sama sekali tidak mempengaruhi keadilan mereka.
Ghazali | Annajahsidogiri.id