Pada edisi 247, Buletin Tauiyah pernah membahas persoalan ajal; apakah mungkin ajal diperlambat, misal dengan silaturahim sebagaimana keterangan dalam hadis Bukhari, atau tidak? Tentu yang demikian perlu bahasan dan penting dibaca bagi yang belum mengetahuinya. Nah, untuk edisi kali ini, Buletin Tauiyah mengusung tema yang hampir sama, namun dari sisi pandang kebalikan; apakah mungkin ajal dipercepat? Semisal dalam kasus pembunuhan. Sebab ada golongan yang menganggap bahwa orang yang mati terbunuh telah mendahului ajal yang Allah ﷻ tetapkan. Benarkah anggapan itu? Selengkapnya, simak kajian berikut:
MATI TERBUNUH, MENDAHULUI AJAL?
Imam Ibrahim bin Muhammad al-Baijuri dalam Kitab Tuhfatul-Murîd (hal. 105-106) menjelaskan bahwa umur manusia akan berakhir sebagaimana yang Allah ﷻ tetapkan. Tak akan maju dan juga mundur. Sebab nantinya malah akan menyalahi pengetahuan Allah ﷻ. Imam ar-Razi Dalam Mafâtîhul-Ghaib juga menyatakan hal yang sama ketika menafsiri surah Nuh (71) ayat keempat.
Banyak dalil al-Qur’an maupun hadis yang mendukung pendapat ini. Misalnya dalam surah al-A’raf ayat 34 disebutkan:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. al-A’raf [07]: 34)
Baca juga : Benarkah Umur Manusia Bertambah?
Hanya saja, jika benar demikian, bagaimana dengan ajal orang yang mati terbunuh? Bukankah yang membunuh adalah “sang pembunuh?” Terbukti, yang terkisas nantinya adalah sang pembunuh. Maka dari itu, banyak orang awam yang mengatakan bahwa, “Andaikata Zaid tak terbunuh, niscaya akan tetap hidup.”
Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam menjawab keisykalan tadi:
Pertama: Syekh Ahmad ad-Dardiri dalam Syarhush-Shaghîr-nya menjelaskan bahwa ajal orang yang mati terbunuh sudah sesuai dengan waktu yang Allah ﷻ tetapkan. Andaikata ajalnya ditetapkan hari ini, ia akan tetap mati hari ini meski tidak dalam keadaan terbunuh. Sebab, kematian itu hak prerogatif Allah ﷻ yang terjadi bertepatan dengan waktu terbunuh, bukan sebab dibunuh. Sebagaimana penambahan Syekh Ahmad ash-Shawi dalam Balaghatus-Salîk li Aqrabil-Masâlik.
فَالْمَوْتُ مِنْ اللَّهِ حَصَلَ عِنْدَ الْقَتْلِ لَا بِالْقَتْلِ قَالَ فِي الْجَوْهَرَةِ: وَمَيِّتٌ بِعُمُرِهِ مَنْ يَقْتُلُ وَغَيْرُ هَذَا بَاطِلٌ لَا يُقْبَلُ
“Kematian yang Allah ﷻ tetapkan bersamaan dengan pembunuhan bukan sebab pembunuhan. Hal ini sesuai dengan ungkapan Imam al-Laqqani dalam nazam Jauharatut-Tauhîd; Orang yang mati terbunuh meninggal sebab telah sampai pada ajalnya. Sedangkan pendapat selain ini adalah salah.”
Kedua: Dalam kitab al-Yawâqît wal-Jawâhir fî Bayâni ‘Aqâidil-Akâbir (hal. 407) karangan Imam Abil-Mawahib Abdul-Wahhab bin Ahmad asy-Sya’rani, ada penjelasan bahwa Allah ﷻ memiliki wewenang penuh dalam mencabut ruh hambanya. Baik dengan alat ataupun tidak. Sehingga tak ada beda, antara mati terbunuh ataupun tidak.
فَإِنَّ لِلْحَقِّ تَعَالَى أَنْ يَأْخُذَ رُوْحَ اْلعَبْدِ بِآلَةٍ وَبِلَا آلَةٍ وَكُلُّهُمَا هُوَ اْلأَجَلُ المَضْرُوْبُ لَهُ فِيْ عِلْمِ اللهِ تَعَالَى فَإِنَّ الْحَقَّ تَعَالَى إِذَا كَتَبَ قَتْلَ عَبْدٍ بِسَيْفٍ عِنْدَ اِنْتِهَاءِ أَجَلِهِ فَلَا بُدَّ مِنْ السَيْفِ وَلَوْ أَنَّ السَيْفَ فَقَدَ لَعَاشَ لَا مَحَالَةَ إِلَى وُجُوْدِ السَيْفِ
“Allah ﷻ berhak mencabut ruh hamba-Nya, baik dengan alat ataupun tidak. Keduanya sama-sama ketetapan Allah ﷻ. Jika Allah ﷻ telah menetapkan mencabut ruh seorang hamba dengan pedang maka ia tak akan terbunuh kecuali dengan pedang. Sehingga, jika tak ada pedang di tempat tersebut pasti ia akan tetap hidup sampai pedang itu ada.”
Ketiga: Terkait kisas yang dibebankan pada pelaku, Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kisas itu diberlakukan sebagai hukuman kepadanya, sebab ia yang telah melakukan pembunuhan. Karena, jika tidak ada kisas niscaya akan terjadi kehacuran dan banyak pertumpahan darah di bumi ini.
Walhasil, terjadinya pembunuhan tidak dapat mengganggu gugat wilayah Allah ﷻ. Sebab, sejatinya Allahlah yang menakdirkan seseorang mati dengan cara terbunuh.
Ghazali | Annajahsidogiri.id