Menjaga Keimanan
Seperti bahtera yang mengarungi lautan, agama Islam adalah bahtera besar yang dimiliki oleh umat Islam. Agar selamat dan status keislaman seseorang tetap melekat padanya, dia harus menjaga diri agar tidak terhempas atau menghempaskan diri dengan sengaja keluar dari bahtera itu jatuh tenggelam ke samudra lautan dalam. Sebab ketika dia sudah terlempar keluar, secara otomatis hal-hal yang berkaitan dengan Islam terputus darinya meski dia di-taklif untuk melakukan sebagian kewajiban itu.
Baca Juga: Maksiat Berujung Murtad, Mungkinkah?
Efek dari murtad sangat signifikan dalam kehidupan beragama seorang Muslim. Ketika ada seorang Muslim murtad, maka dia tetap wajib melakukan shalat dan kewajiban-kewajiban yang lain, meski di mata syariat salat dan kewajiban tersebut tidak memiliki nilai pahala atau hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Jika dia punya istri, maka secara otomatis dia tertalak dengan istrinya dan hubungan suami-istri yang dia lakukan setelah kemurtadan itu dianggap zina
Karena itu, sepatutnya bagi setiap orang Islam berhati-hati dalam berbicara, bersikap, dan memutuskan keyakinan. Jika tidak tahu, sebaiknya bertanya terlebih dahulu pada yang lebih tahu. Terutama jika dia seorang tokoh, guru, dosen, atau orang yang pemikiran dan keputusannya akan diambil oleh orang lain. Habib ‘Abdullâh bin Husain bin Thâhir Bâ ‘Alawî yang hidup sekitar dua abad yang lalu (1191- 1272 H.) dalam kitabnya, Sullamut-Taufîq, sudah mensinyalir ada banyak sekali orang-orang yang sangat enteng sekali mengucapkan suatu hal tanpa menyadari bahwa perkataan itu adalah sebuah dosa, apa lagi menganggap hal itu sebagai perkataan yang menyebabkan murtad.
Menghalalkan yang Haram atau Sebaliknya
Hal-hal terkait agama yang karena sudah masyhur dan viral, dan hampir bisa dipastikan hal tersebut diketahui oleh semua orang Islam (ma yu’lamu minad-dîn bidh-dharûrah), seperti haramnya zina, haramnya khamr, halalnya poligami, dll adalah ranah sensitif dalam agama Islam. Maksud
ranah sensitif di sini adalah, setiap orang Islam harus tunduk dan patuh pada hukum tersebut tanpa berusaha menggeser sedikit saja dari hukum yang sudah qath’i dan disepakati ulama.
Siapapun yang kemudian berusaha menggeser hukum hal-hal yang sudah jelas tadi, secara otomatis dia terhempas dari rumah besar agama Islam dan berubah status dari ‘Muslim’ menjadi ‘Murtad’.
Jika Terlanjur Murtad
Siapapun yang sudah terlanjur murtad harus cepat-cepat kembali pada agama Islam dengan membaca dua kalimat syahadat, baik taubat ini didasari oleh kesadaran diri sendiri atau dengan diminta oleh orang lain. Jika dia tetap tetap tidak mau, maka berhak bagi hakim untuk membunuhnya.
Perlu dipahami, beda sisi dan posisi tentu akan menimbulkan perbedaan sikap untuk menaggapi suatu hal. Kita harus meletakkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan tugas pada pihak yang memiliki otoritas. Pembahasan mengenai dasar-dasar murtad dari awal sampai akhir sebenarnya lebih difokuskan pada individu tiap orang Islam agar selalu berhati-hati.
Di sisi lain, tidak semua orang Islam bisa dengan mudah memvonis murtad pada Muslim yang lain atau berusaha membunuh orang lain yang dianggap murtad. Ada lembaga dan orang khusus yang memiliki otoritas untuk menentukan apakah dia murtad dan untuk membunuhnya.
Badruttamam | Annajahsidogiri.id