Kebanyakan orang ketika mendengar kata jihad, hal pertama yang ada dalam benak mereka adalah kekerasan, pembataian, peperangan, teroris dan bom bunuh-diri. Hal ini menyebabkan seolah-olah agama Islam adalah agama radikal. Stigma ini bersumber dari peristiwa runtuhya gedung WTC dan Pentagon pada 11 September 2001 silam. Lantas, orang Barat terutama Amerika, memfitnah orang Islam sebagai pelaku teror tersebut dan memberi label baru terhadap Islam; teroris.
Stigma negatif ini membuat orang-orang pada berbagai belahan dunia termasuk umat Islam sendiri terdokrin bahwa Islam merupakan agama yang keras dan kejam. Hal ini sama sekali tidak benar. Islam adalah agama yang ramah dan moderat, sebagaimana termaktub dalam Q.S al-Anbiya’ 107.
Baca Juga: Memahami Jihad dengan Benar
Sesungguhnya, jihad tidak hanya bermakna perang. Makna leksikalnya bisa jadi berjuang, menebar kebaikan dan suatu jalan untuk menuju rida Allah. hal ini berawal dari kosakata arab jahada yang berarti bersungguh-sungguh.
Kita ambil contoh dari hadis Nabi SAW:
اَفْضَلُ الجِهَادِ كَلِمَةُ الحَقِّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَاءِرٍ
“Jihad paling utama adalah kata-kata benar di hadapan penguasa yang zalim.”
Mungkinkah lafal jihad tersebut bermakna perang? Sama sekali, tidak. Alasannya, bila kata jihad pada hadis tadi berarti perang maka kita sebagai rakyat harus makar kepada penguasa. Akibat dari perbuatan penguasa yang zalim. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran agama.
Menegakkan agama Allah juga termasuk jihad. Cara menegakkannya pun tidak harus berperang apalagi sampai membantai. Jihad bagi orang perempuan adalah haji sebagaimana sabda Nabi SAW, bukan ikut mengangkat senjata dalam medan tempur.
Dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang menerangkan jihad. Misal Q.S al-Baqarah 218:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka hanya mengharap rida Allah, zat yang maha pengampun lagi maha penyayang”
Rasulullah SAW juga melakukan jihad di Makkah dengan menyebarkan Islam dan berdakwa, bukan berperang untuk menghadapi orang-orang musyrik. Bahkan beliau selama 13 tahun berada di Makah berjihad terus-menerus dengan mengajak orang-orang kafir masuk Islam dan selalu bersabar atas siksaan mereka.
Baca Juga: Taat Pada Pemerintah
Jihad bermakna perang baru Allah syariatkan setelah Rasulullah dan umat Islam menetap di Madinah. awal ayat yang diturunkan tentang hal itu adalah al-hajj 39:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِير
Artinya, “Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sung-guh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.”
Imam al-Baidlawi menyebutkan dalam tafsirnya, sebab turun ayat ini tertuju kepada sahabat Nabi SAW yang sangat terzalimi. Orang-orang musyrik Makkah yang menyakiti para sahabat. Lalu para sahabat mendatangi Rasulullah SAW dalam kondisi terpukul dan teraniaya. Lalu Nabi SAW menasihati mereka, “Bersabarlah, sungguh aku belum diperintah untuk berperang sampai kita berhijrah.” Maka turunlah ayat ini.
Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam kitab jihadnya mengatakan bahwa ayat ini turun untuk menjaga tiga perkara, adanya darul Islam (pemukiman Islam), eksistensi umat Islam semakin banyak yang harus dilindungi dan keberadaan pemerintahan untuk menjaga terealisasinya syariat. Inilah permulaan daulah Islam yang sebelumya tidak ada.
Pada zaman ini banyak oknum yang mengebiri makna jihad. lebih-lebih hal ini diartikan hanya berperang. Realitanya jihad tidak hanya berarti perang. Berdakwa, sabar atas musibah dan semacamnya adalah jihad sebagaimana yang dilakukan Rasulullah di Makkah. Tujuan mempersempit makna jihad agar Islam terkesan agama yang radikal dan ekstrem sehingga umat manusia di seluruh dunia enggan terhadap Islam.
M Nuril Ashabi Luthfi | Annajahsidogiri.id