Siapa sangka aliran yang kita kenal dengan corak pemikirannya yang kaku, tektualis, dan ekstrem, yakni Wahabi, sejak awal kemunculannya telah menyebabkan banyak tragedi-tragedi berdarah disebabkan ajaran yang dianutinya. Ratusan bahkan ribuan umat Muslim dibantai habis oleh mereka, hanya karena pemamahamnya yang dangkal dalam masalah agama, menganggap orang yang melakukan tabaruk, tawasul, dan ziarah kubur telah keluar dari Islam alias kafir, sehingga hartanya halal diambil dan darahnya halal dibunuh. Nah, pada tulisan kali ini penulis hendak mengungkap beberapa fakta sejarah yang miris serta memilukan yang dilakukan kelompok Wahabi di awal kemunculannya dalam memasarkan pandangan dan ajarannya.
Sekilas Tentang Awal Berdirinya Wahabi
Muhammad bin Abdul Wahab adalah pendiri sekte Wahabi. Ayahnya, Syekh Abdul Wahab, merukapakan ulama besar di zamannya serta pakar Fikih mazhab Hanbali. Ibnu Abdil Wahab adalah seorang yang intent mempelajari karangan Syekh Ibnu Taimiyah. Dari beliaulah kemudian muncul buah pemikiran yang nyeleneh dan menyimpang.
Di awal perjalanan dakwahnya, ia banyak ditentang oleh ulama-ulama saat itu, sehingga ia diusir dari tanah kelahirannya. Bahkan ayah, saudara, serta guru-gurunya telah menyadari potensi atau lebih tepatnya khawatir akan muncul darinya pikiran-pikiran menyimpang dan tidak sejalan dengan apa yang dipegang umat Islam umumnya. Lalu akhirnya Allah membuat kehawatiran mereka menjadi kenyataan[1].
Ibnu Abdil Wahab tampil seakan sebagai sosok pahlawan, yang berani menyalahkan keyakinan-kayakinan umat Islam bahkan ulama saat itu. Ia mengatakan bahwa Tawasul atau ziarah kubur yang biasa dilakukan kebanyakan orang itu perbuatan syirik, keluar dari Islam. Di antara ulama yang menentang paham yang dibawa oleh Ibnu Abdil Wahab adalah saudaranya sendiri, Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab. Beliau menulis kitab dengan judul Ash-Shawâiq al-Ilâhiyah fir-Raddi ‘alal-Wahabiyah, kitab khusus menolak pandangan kelompok Wahabi.
Fakta Memilukan Pembantaian Umat Muslim
Setelah Ibnu Abdil Wahab diusir dari kota Najd, ia pergi ke daerah Dzir’iyah, untuk melanjutkan dakwaknya. Di sana ia memasarkan ajaranya kepada masyarakat awam yang minim ilmu Agama. Akhirnya, banyak dari mereka yang tertipu dan terikut dengan ajakan tersebut. Mereka kemudian membuat komunitas, turut bergerak menyebarkan keyakinan yang mereka peroleh dari Ibnu Abdil Wahab. Di antara yang berperan penting dalam proses globalisasi ajaran Wahabi adalah Amir kota Dzir’iah saat itu; Ibnu Saud.
Baca juga : Karakter Paralogis Salafi-Wahabi
Lewat dirinya serta monopoli kekuasannya kemudian ia memaksa umat Muslim untuk ikut dan mengimani ajaran yang dibawa Ibnu Abdil Wahab tersebut. Bila tidak ikut maka akan dibunuh bahkan dibantai habis, seperti yang dilakukan mereka di kota Thaif.
Pengikut Ibnu Abdil Wahab telah membantai orang Thaif yang menolak ajakannya, tepatnya pada bulan Dzul Qadah tahun 1217 H (1803 M). Mereka membunuh semua orang tanpa pandang bulu, baik laki-laki, perempuan hingga anak kecil dan tua renta.
Disebutkan dalam kitab Umaraul Biladil Haram (hlm. 297-298), karya Sayid Ahmad Zaini Dahlan, ia berkata, “Orang-orang Wahabi ketika memasuki kota Thaif, mereka membunuh semua orang secara masal tanpa terkecuali, baik tua maupun kecil, laki-laki ataupun perempuan, hingga wanita yang sedang hamil. Mereka juga membunuh anak kecil yang ada di pangkuan ibunya. Dan membunuh orang -orang yang ada di rumah-rumah dan di toko-toko, lalu mereka pergi ke masjid dan menemukan orang-orang sedang baca al-Qur’an, salat, dll, lalu menghabisi semuanya. Membunuh yang sedang rukuk dan sujud. Mereka juga merampas harta, menginjak-injak al-Qur’an dan kitab-kitab seperti Sahih Bukhari dan Sahih Muslim serta beberapa kitab lainnya. Kemudian setelah merampas harta umat Muslim, mereka membagikannya layaknya harta ghanimah”[2].
Tidak hanya ulama suni, bahkan ulama Wahabi sekalipun, juga mengakui fakta pembantaian tersebut. Syekh Ibnu Bisyr an-Najdi Ketika menggambarkan terjadinya invasi ke kota Karbala, ia menuturkan, “Saud bergerak bersama bala tentaranya dengan menunggang kuda terbaik, yang terdiri dari orang-orang Najd, baduinya, orang-orang selatan Hijaz, Tihamah, dan lainnya, menuju kota Karbala. Maka mereka memenuhi kota itu, mengepung temboknya, masuk ke arah tersebut secara paksa. Mereka membumihanguskan seluruh penduduknya di pasar-pasar dan rumah-rumah. Menghancurkan kubah di atas pusara Imam Husain, kubah yang dihiasi dengan zamrud, yakut, dan permata indah lainnya. Mereka merampas semuanya yang ada di negeri itu. Seperti uang, senjata, pakaian, kuda, emas, perak, mushaf-mushaf mahal, dan lain sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Mereka melakukan penyerbuan itu begitu cepat, sehingga mendekat waktu Zuhur mereka telah keluar, dan membawa semua harta itu, dan membunuh penduduknya sekitar 2000 orang”. (‘Unwanul-Majdi fî Târîkhi Najdi (hlm. 257).
Dari sini, kita akhirnya mengetahui bahwa dari awal sebenarnya ajaran Wahabi sudah banyak ditentang oleh ulama-ulama besar. Hanya saja, dengan liciknya mereka menggunakan jalur politik untuk memaksa umat Islam untuk mengikuti ajarannya atau kalau tidak mau maka akan dibunuh. Padahal seharusnya kita tidak diperkenakan menyakiti umat Muslim apalagi membunuhnya selagi mereka termasuk ahlul kiblat sebagaimana penjelasan hadis berikut:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ
“Barangsiapa salat seperti salat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang Muslim, ia memiliki perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya. Maka janganlah kalian mendurhakai Allah dengan mencederai perlindungan-Nya.” (HR Bukhari: 378)
Abd. Jalil | Annajahsidogiri.id
[1] Ahmad Zaini Dahlan dalam artikelnya yang berjudul ‘Fitnatul Wahabiyah’.
[2] Dikutip dari sebuah buku berjudul ‘Sejarah Berdarah Wahabi: Mereka Membununuh Semuanya, Temaduk Para ulama’ hlm. 78-79