Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam Syarh Jauharatit-Tauhîd menyatakan bahwa dalam pembahasan sifat 20, sifat wujud merupakan induk dari sifat-sifat yang lain. Alasannya sangat rasional, eksistensi atau keberadaan suatu zat adalah pintu utama untuk mengenal lebih dalam dan lebih jauh zat itu sendiri.
Pandangan Ulama Seputar Sifat Wujud
Ulama berbeda pandangan dalam pengertian dan pemahaman wujud. Imam Fakhruddin ar-Razi dan ulama lain menyebut wujud sebagai sifat nafsiyah, sifat tunggal dan independen bagi Allah I. Terkait pengertian nafsiyah, Imam Muhammad ibn Yusuf as-Sanusi dalam kitab Ummul-Barâhîn menyatakan, “Sifat yang mengikat dan menetap pada suatu zat, yang mana sifat itu tidak dilatarbelakangi oleh penyebab (‘illat).”
Berbeda dari pendapat di atas, Imam Abul Hasan al-Asy’ari mempunyai pandangan sendiri tentang wujud. Beliau menyatakan bahwa wujud adalah esensi zat. Wujud bukan perkara berbeda dari zat. Wujud bukan sifat. Jadi bila berpegangan pada pendapat ini, menyebut wujud sebagai sifat hanyalah formalitas.
Ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud ungkapan al-Asy’ari di atas. Sebagian ulama memahami pendapat al-Asy’ari sebagaimana aslinya. Mereka tak melakukan tafsir ulang pada pendapat sang imam. Artinya, menurut kubu ini wujud adalah zat itu sendiri. Wujud Allah I adalah esensi zat Allah I.
Adapun Imam Sa’duddin at-Taftazani dan pakar Aswaja lain masih melakukan penakwilan pada pendapat al-Asy’ari di atas. Kubu ini menyatakan bahwa maksud perkataan di atas adalah dalam kenyataannya, wujud bukanlah hal lain dari zat. Wujud menetap dalam zat. Oleh sebab itu, takwil ini tak menafikan bahwa wujud adalah hal tak kasat mata, sebagaimana ar-Razi menyatakan wujud adalah hal abstrak.
Sebagai penutup, perlu penulis tegaskan bahwa perbedaan ulama mengenai wujud di atas terjadi dalam pemahaman arti dari sifat ini. Sedangkan dalam hal wajibnya wujud bagi Allah I, konsensus ulama menyatakan wajib. Tak ada perbedaan dalam hal ini. Pula, perbedaan pemahaman arti wujud yang terjadi di antara ulama di muka bukan hal yang wajib diketahui dan dipahami oleh kalangan akar rumput (grass root). Mereka “hanya” wajib mengimani keberadaan (wujud) Allah I. Hal ini sebagaimana dilansir dari Syekh Ibrahim al-Laqani dalam kitab Tuhfatul-Murîd. Semoga bermanfaat.
M. Ilyas | Annajahsidogiri.id
Comments 0