Tidak berbeda dengan Ahlussunnah, Syiah juga meyakini keberadaan mengimani para nabi (nubuwah). Bahkan menurut mereka, siapa saja yang memungkiri kenabian dapat distempel sebagai kafir. Namun demikian, mereka juga tetap menjadikan imamah sebagai pusat dari hukum kekafiran. Syiah menyamakan orang yang mengingkari imamah dengan orang yang mengingkari nubuwah. Salah seorang ulama Syiah kenamaan, at-Thusi menegaskan:
وَدَفْعُ الإِمَامَةِ كُفْرٌ كَمَا أَنَّ دَفْعَ النُّبُوَّةِ كُفْرٌ لأَنَّ الجَهْلَ بِهِمَا عَلَى حَدٍّ وَاحِدٍ
Menolak Imamah hukumnya kafir, seperti halnya menolak kenabian. Karena tidak mengetahui keduanya berada dalam satu batas yang sama. (lihat: Talkhish asy-Syafi’I, karya Muhammad bin Hasan ath-Thusi, juz 4 hlm, 131)
Selain itu, Syiah juga beriman kepada para Rasul Ulul ‘Azmi. Menurut mereka, Ulul ‘Azmi ada lima, yaitu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad saw., persis seperti yang diyakini Ahlussunnah. Al-Kulaini meriwayatkan dalam salah satu hadisnya:
عَنْ سَمَاعَةَ ابْنِ مَهْرَان قَالَ: قلتُ لأَبِي عَبْدِ اللهِ عَليه السلام قَوْلُ اللهِ عزَّ وجَلَّ “فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اوْلُوْا العَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ” فقال: نُوْحٌ وابْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى وَعِيْسَى وَمُحَمَّدٌ
Dari Sama’ah bin Mahran, ia berkata: Aku bertanya pada Abu Abdillah mengenai firman Allah Swt. yang artinya,”Bersabarlah kamu seperti sabarnya para utusan Ulul ‘Azmi.” Maka Abu Abdillah menjawab,”mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa dan Muhammad. (Lihat: Al-Kafi, karya Al-Kulaini, juz 1 hlm 17).
Meski demikian, tentu tak bisa dipungkiri, bahwa dalam kitab-kitab rujukan mereka banyak dijumpai riwayat-riwayat yang menegaskan bahwa para Imam Ahlul Bait lebih utama dari pada Nabi, bahkan para Rasul Ulul ‘Azmi. Dalam hal ini, tanpa menggunakan Taqiyah (secara terang-terangan), al-Majlisi mengatakan bahwa keutamaan para Imam yang harus dipegang oleh setiap penganut Syiah.
Baca Juga: Kitab Suci Versi Syiah
اعْلَمْ أَنَّ مَا ذَكَرَهُ رَحِمَهُ اللهُ مِنْ فَضْلِ نَبِيِّنَا وَأَئِمَّتِنا صَلَواتُ اللهِ عَلَيْهِمْ عَلَى جَمِيْعِ المَخْلُوْقَاتِ وَكَوْنِ أَئِمَّتِنا أَفْضَلَ مِنْ سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ هُوَ الذى لا يَرْتَابُ فِيْهِ مَنْ تَتَبَّعَ أَخْبَارَهُمْ عَلَيْهِم السَّلامُ عَلَى وَجْهِ الإِذْعَانِ وَاليَقِيْنِ وَالأَخْبَارُ فى ذلك أكْثَرُ من أنْ تُحْصَى…. وَعَلَيْهِ عُمْدَةُ الإِمامِيَّةِ وَلَا يَأْبَى ذلك الَّا جَاهِلٌ بالأَخْبَارِ
Ketahuilah, bahwa apa yang disampaikan oleh beliau (Ibnu Babawaih)–semoga rahmat Allah untuknya–tentang keutamaan Nabi dan para Imam kita-semoga shalawat Allah untuk mereka semua-atas semua makhluk yang lain dan bahwa para A’immah lebih utama dari pada para Nabi, adalah (keyakinan) yang tak perlu diragukan lagi oleh orang yang sering membaca hadis para Imam, atas dasar ketundukan dan keyakinan. Hadis-hadis yang menjelaskan hal ini sangat melimpah…. Dan itulah yang dipegang oleh Syi’ah Imamiyah. Tak akan ada yang mengingkarinya kecuali tidak mengerti tentang hadis. (Lihat: Bihar al-Anwar, karya Al-Majilisi, juz 26 hlm.2297-298)
Keekstriman Syiah tidak hanya sampai di sini. Lebih jauh, mereka mengatakan bahwa Allah Swt. tidak menciptakan Nabi Adam melainkan karena wilayah para Imam. Begitu pula halnya dengan nabi-nabi yang lain. Mereka diciptakan dan diutus melainkan karena wilayah para Imam Syiah. Mengenai hal ini, Muhammad bin an-Nu’man al-Mufid menulis sebagai berikut:
مَا اسْتَوْجَبَ آدَمُ أَنْ يَخْلُقَهُ اللهُ بِيَدِهِ وَيَنْفُخَ فِيْهِ من رُوْحِهِ إلَّا بِوِلايَةِ عَلِيٍّ عليه السلام وَمَا كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا إِلَّا بِوِلايَةِ عَليٍّ عليه السلام ولا أقَامَ اللهُ عِيْسى بن مرْيَمَ آيَةٌ للعَالَميْنَ إِلا بالخُضُوٍعِ لِعَلِيٍّ عليه السلام
Tidaklah Adam harus diciptakan oleh Allah dengan kekuasaan-Nya dan ditiupkan ruh padanya, melainkan karena wilayah Imam Ali. Tidaklah Allah berbicara dengan Musa melainkan sebab wilayah Imam Ali, dan Allah tidaklah menjadikan Isa putra Maryan sebagai tanda bagi alam semesta melainkan sebab tunduk kepada Imam Ali.
Selepas pemaparan data-data di atas, maka di sini perlu dimaklumi, bahwa stigma-stigma negatif seperti itu memang sudah menjadi karakter ajaran Syiah, yang membuatnya berbeda dari Sekte Islam yang lain, utamanya Ahlusunah. Karenanya, pemujaan terhadap para Imam yang melampaui batas hingga menjadi pengkultusan, tidak hanya memenuhi literatur-literatur dan menjadi cara pandang Syiah klasik, namun juga masih berlanjut pada Syiah Kontemporer.
Namun memang harus diakui jika tidak semua versi Syiah mengklaim bahwa para imam lebih utama daripada Nabi. Syiah model ini adalah bagian dari aneka ragam karakter Syiah yang berbeda-beda. Secara garis besar, dalam konteks ini Syiah dapat dikelompokkan dalam tiga tipe:
1. Berpendapat bahwa para Nabi lebih utama daripada Imam, hanya ada sebagian dari mereka yang berpendapat jika para Imam lebih utama daripada para malaikat.
2. Mempercayai bahwa para Imam lebih utama daripada para nabi dan malaikat. Ini adalah pandangan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah.
3. Meyakini bahwa para nabi dan malaikat tetap lebih utama daripada para Imam Ahlul Bait. Mereka adalah Syi’I Mu’tazily (Syiah dengan mainstream Mu’tazilah).
Binkhozin | Annajahsidogiri.id