Pembahasan seputar ziarah kubur selalu menjadi perbincangan hangat dalam tubuh umat Islam. Sebab, tradisi yang sudah mengakar di kalangan umat Islam ini divonis sebagi pekerjaan syirik oleh kalangan ekstrem kanan (Wahabi). Meskipun sudah dipaparkan beribu-ribu dalil akan kebolehannya, kaum salafi tetap bersikeras menganggap syirik pelaku ziarah kubur. Padahal legalitas ziarah kubur telah jelas, sebagaimana sabda Rasul yang diriwayatkan oleh sahabat Buraidah:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
“Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, tetapi (sekarang) berziarahlah kalian.” (H.R. Muslim).
Jadi sebenarnya sudah jelas bahwa Rasulullah memperbolehkan umat Islam untuk melakukan ziarah kubur.
Di balik itu, yang perlu diketahui akan hikmah dari ziarah kubur, bahwasannya ziarah kubur yang isinya tidak lain adalah membaca al-Qur’an, tahlil, zikir, dan diakhiri dengan berdoa memohon rahmat dan ampunan untuk ahli kubur bukan hanya sekadar tradisi, melainkan bentuk bakti kita terhadap ahli kubur. Andaikan mereka masih hidup, tentu kita bisa berbakti dengan menuruti perintah, berbuat baik, bertutur kata yang baik, dst. Hanya saja semua itu tidak bisa kita lakukan setelah mereka wafat. Biarpun begitu, Allah masih memberi kita kesempatan untuk berbakti kepada mereka, yaitu dengan menghadiahkan pahala, memohonkan rahmat dan ampunan untuk mereka yang dikemas dalam ziarah kubur.
Nah, bacaan al-Qur’an, tahlil, zikir, dan doa merupakan suatu amal ibadah yang pahalanya dihadiahkan kepada ahli kubur yang kita ziarahi. Dengan kata lain, kita berbakti dengan mengirimkan tambahan pahala dan memohonkan ampunan untuk mereka. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah Nabi bersabda:
إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seseorang meninggal, amalnya terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak shalih yang mendoakannya. (H.R. Muslim)
Dalam hadis ini, Nabi menjadikan doa anak termasuk bagian dari amal orang tuanya, dengan arti orang tua akan mendapat pahala dari doa keturunan yang mendoakannya.
Dalam hadis lain disebutkan bahwa Allah akan mengangkat derajat seorang hamba sebab istighfar dari dari anak cucunya. Perhatikan hadis riwayat Abu Hurairah berikut:
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ؛ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِك لَك
“Nabi Muhammad bersabda, sesungguhnya Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang shaleh kelak di surga, kemudian hamba tersebut bertanya, ‘wahai Tuhanku, dari mana saya mendapatkan (derajat) ini?’ Allah menjawab, ‘sebab istighfar anakmu’.” (H.R. Ahmad)
Imam al-Hakim meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah bahwa orang yang berziarah kuburan orang tuanya setiap Jumat, Allah akan mengampuni dosanya dan ia tercatat sebagai orang yang berbakti kepada orang tuanya. Berikut teks hadisnya:
مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدِيهِ
“Barangsiapa yang mengunjungi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap Jumat, Allah akan mengampuninya dan ia telah berbakti kepada kedua orang tuanya”.
Dalam riwayat lain disebutkan:
إنَّ الرَّجُلَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ وَهُوَ عَاقٌّ لَهُمَا فَيَدْعُو اللَّهَ لَهُمَا مِنْ بَعْدِهِمَا فَيَكْتُبُهُ اللَّهُ مِنْ الْبَارِّينَ.
“Sesungguhnya seorang laki-laki, kedua orang tuanya akan meninggal dunia sedangkan dia durhaka kepada mereka, kemudian dia berdoa kepada Allah untuk mereka setelah mereka meninggal, maka Allah menuliskannya di antara orang-orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya”.
Menurut Imam Sulaiman bin Umar bin Muhammad al-Bujairimi dalam kitab Hasyiyah Bujairimi ‘alal Khatib, hadis-hadis tadi menunjukkan bahwa orang yang berziarah ke kuburan orang tuanya yang sudah meninggal maka ia tercatat sebagai anak yang berbakti, serta tidak menyia-nyiakan hak orang tuanya.
Dalam al-Qur’an, Allah memuji hamba-Nya yang memohonkan ampunan kepada pendahulunya, sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Hasyr ayat 10, yang berbunyi
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ …
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami…”
Menurut nash Imam asy-Syafii disunahkan membaca al-Qur’an di samping jenazah (kuburan) dan berdoa yang dihadiahkan kepadanya setelah membaca al-Qur’an. Karena doa pada saat itu lebih diharapkan terkabul dan jenazah akan mendapat berkah bacaan al-Qur’an yang dibacakan di samping kuburannya. Berkah itu tidak bisa didapatkan ahli kubur jika membaca al-Qur’an tidak di dekat kuburannya.
Pun, meski pahala dihadiahkan pada ahli kubur, bukan berarti si pembaca tidak mendapat pahala. Ia tetap mendapat pahala sesuai bacaannya, sebab Allah tidak mungkin menyia-nyiakan begitu saja kebaikan yang hambanya lakukan. Imam Abu Bakar asy-Syatha dalam kitab I’anatuth-Thalibin-nya berikut:
وَالظَّاهِرُ انُّهُ لَا مَانِعَ مِنْ حُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ايْضًا اذْ فَضْلُ اللَّهِ وَاسِعٌ
“Yang jelas, tidak ada penghalang baginya untuk juga mendapatkan pahala. Sebab anugrah Allah sangatlah luas”.
So! Ziarah kubur sebenarnya merupakan bentuk bakti kita kepada keluarga ataupun sanak famili yang telah meninggal. Bagaimana lagi kita berbakti pada mereka kalau tidak dengan menziarahi mereka?
A. Sholahuddin Al Ayyubi | Annajahsidogiri.id