Tauhid adalah ujung tombak ajaran Islam, yang di dalamnya terdapat keyakinan yang wajib diketahui oleh seluruh orang mukalaf untuk mengimaninya. Seperti mengetahui sifat wajib, sifat muhal dan sifat jaiz bagi Allah. Di antaranya wajib bagi golongan Ahlusunah wal Jamaah untuk mengesakan Allah dalam keyakinan, ibadah, pun segala rutinitas kesehariannya.
Kita tahu bahwa Allah memiliki sifat wahdaniyat. Sifat yang menunjukkan Zat Allah itu tunggal, tidak tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada satu makhluk pun yang menyerupai sifat dan perbuatan Allah. Bagaimana mungkin bisa dibenarkan jika dikatakan bahwa Allah itu beranak dan diperanakkan sebagaimana keyakinan orang-orang Yahudi dan Nasrani? Sungguh tuduhan semacam ini sangatlah rancu dan tidak bisa diterima oleh nalar.
Baca Juga: Allah Ada Tanpa Tempat, Waktu, dan Arah
Di sini penulis akan menampilkan sedikit pernyataan orang Nasrani yang berkata seperti pernyataan di atas sekaligus bantahannya.
Allah berfirman dalam surah at-Taubah:
وَقَالَتِ ٱلْيَهُودُ عُزَيْرٌ ٱبْنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ ٱللَّهِ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَٰهِهِمْ يُضَٰهِـُٔونَ قَوْلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَبْلُ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih itu putera Allah’. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At-Taubah [9]:30)
Ayat di atas, Allah memberitakan kepada kita bahwa dua golongan ini menetapkan Nabi Uzair dan Nabi Isa sebagai anak Allah. Sebagaimana yang dikatakan Imam ash-Shâwi dalam kitabnya, Hâsyiyatush-Shâwi ‘alâ Tafsiril-Jalâlain, Abdullah bin Abbas berpendapat, bahwa sebab perkataan mereka adalah ketika orang Yahudi menyia-nyiakan Taurat dan beramal tidak benar sampai Allah menghapus Taurat dari hati mereka. Kemudian Allah memanggil Uzair untuk mengembalikan Taurat kepadanya. Di tengah-tengah Uzair melaksanakan shalat, turun sebuah cahaya yang masuk ke dalam diri Uzair, pada saat itulah Taurat dikembalikan pada Uzair, setelah kejadian tersebut, Uzair berkata kepada kaumnya bahwa Taurat telah kembali dan Uzair mengajarkan isi Taurat itu kepada mereka.
Setelah berlangsung lama, peti (ajaran mereka) yang sebelumnya hilang, kini kembali lagi kepada orang Yahudi dan mereka membandingkan ajaran Uzair dengan isi peti tersebut, mereka mendapati bahwa ajaran Uzair sesuai dengan isi peti. Karena demikian, mereka berkata: “Tidaklah Uzair diberikan ini melainkan dia adalah anak Allah.”
Adapun penyebab tuduhan Nasrani bahwa Isa adalah anak tuhan dimulai dari cerita seorang lelaki Yahudi yang bernama Bulis. Dia membunuh orang-orang Nasrani. Akibat pembunuhan itu dia menyesal. Akhirnya dia menyepi di gereja untuk bertaubat. Setelah satu tahun menyepi, dia menemui orang Nasrani dan mengatakan bahwa taubatnya telah diterima. Selain itu, dia juga memberitahukan kepada seseorang yang bernama Nustur bahwa Isa bin Maryam adalah Tuhan, memberitahukan pada seorang bernama Ya’qub bahwa Isa bukanlah manusia, melainkan anak Allah, dan memberitahukan pada seorang bernama Malkan bahwa Isa adalah Allah, kemudian Bulis mengajak ketiganya untuk menyepi dan memerintahkan mereka untuk menyerukan ajarannya pada orang Nashrani (Hâsyiyatush-Shâwi, III/41-42).
Hal ini tentu merupakan keyakinan sesat dan syirik yang termasuk bagian dosa besar.
Baca Juga: Allah Maha Baka, Bagaimana dengan Surga dan Neraka?
Telah penulis singgung di atas bahwa Allah memiliki sifat Wahdaniyat. Hal ini berdasarkan dalil al-Quran, Imam Abu Umar bin Muhammad asy-Syairazi al-Baidhawi menyebutkan dalam kitabnya, Tafsîrul-Baidhâwi ketika menafsiri ayat قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ bahwa esa yang hakiki adalah zat yang disucikan dari kerangka dan bilangan dan kelaziman keduanya seperti jisim, bertempat, dan bersekutu dalam hakikat. Sedangkan ayat لَمْ يَلِدْ ditafsiri bahwa Allah tidak sejenis dan tidak butuh pada penolong dan pengganti, karena butuh dan sirna adalah mustahil bagi Allah. Allah tidak dilahirkan, sebagimana ayat وَلَمْ يُوْلَدْ karena Allah tidak membutuhkan apapun dan adanya tidak ada permulaan. Adapun tudingan mereka bahwa malaikat adalah anak-anak Allah juga tidak bisa dibenarkan, berdasarkan ayat di atas. Sebab ketika sifat anak dinafikan dari Allah, maka tuduhan bahwa Allah mempunyai anak perempuan dengan sendirinya terbantahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat semua ulama Ahlusunah wal Jamaah.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah tidak mungkin dilahirkan dan melahirkan, akan tetapi adanya Allah itu tanpa permulaan dan Allah kekal abadi selama-selamanya tanpa batas waktu. Yang harus kita tanamkan dalam hati yang sangat dalam adalah mengesakan Allah dari sifat yang mengurangi ketuhanan, seperti anggapan bahwa Allah dilahirkan, melahirkan, dan anggapan bahwa Allah mempunyai sekutu dalam Zat, sifat dan pekerjaan-Nya. Wallahu a’lam.
Moh. Habibullah | Annajahsidogiri.id