Rasul adalah seorang yang oleh Allah diberi wahyu melalui Malikat Jibril untuk disampaikan pada umatnya. Semua rasul hanya bertugas menyampaikan risalah pada umatnya saja. Bedahalnya dengan Nabi Muhmmad. Beliau diutus kepada seluruh makhluk, mulai kalangan manusia hingga kalangan jin.
Menurut kacamata Ahlusunah Waljamaah, mengutus rasul merupakan hal jaiz bagi Allah. Sedangkan golongan Muktazilah beranggapan bahwa mengutus rasul merupakan hal pasti bagi-Nya.
Bedalagi dengan Barahimah dan Sumaniyah. Mereka beranggapan bahwa Allah mustahil mengutus rasul. Sebab, menurut mereka, akal manusia sudah cukup menentukan hal baik dan hal buruk. Maka tak diperlukan lagi rasul.
Jelas, pendapat Muktazilah, Barahimah, dan Sumaniyah sangat bertentangan dengan paham Alhulussunnah Waljamaah akan hal ini. Mereka menafikan sifat jaiz bagi Allah (mengutus rasul), padahal wajib mengimani sifat jaiz Allah. Pun, mereka juga meniadakan kodrat Allah yang bisa melakukan apapun sesuai kehendak-Nya, tanpa butuh pelantara lain (fa’il bil ikhtiar).
Menyikapi problematika Muktazilah, Barahimah, dan Sumaniyah akan terutusnya rasul, Syekh Muhammad Ramadhan al-Buthi, berkomentar, “Manusia bukan seperti binatang yang hanya beraktivitas makan, minum, mandi, tidur, kemudian mati. Kehidupan tidak sebagai pentas drama yang berakhir dengan penutupan tirai tanpa berkelanjutan. Orang yang meyakini bahwa segala ciptaan Allah, mustahil beranggapan bahwa ciptaan tersebut ada tanpa alasan. Oleh karena itu, Allah menciptakan utusan untuk menyampaikan kewajiban dan larangan bagi manusia. Utusan tersebut juga menyampaikan bahwa setelah kehidupan dunia ada kehidupan lain yang menanti mereka pasca kematian untuk diminta pertanggungjawaban atas perbuatan pada kehidupan sebelumnya.”
A. Sholahuddin Al Ayyubi | Annajahsidogiri.id