Mungkin hanya rasa syukur yang paling tepat kita ungkapkan sebagai umat yang berpedoman pada ajaran Ahlusunah wal Jamaah. Ajaran yang menuntun kita pada akidah yang benar, ajaran yang sesuai dengan empat pondasi pokok yang dijadikan pijakan, al-Quran, Hadis, konsesus ulama dan qias.
Misalnya, Mengenai Tabarruk. Tabarruk yang barasal dari lafaz Barakah, berarti Thalabah Ziadah Khair, atau dalam bahasa Jawanya berarti ngalap berkah. Demikian ini sebagaimana penjelasan kitab-kitab tasawuf.
Jauh sebelum ulama menjelaskan panjang lebar, ternyata Allah SWT telah menjelaskan dalam al-Quran:
اِذْهَبُوْا بِقَمِيْصِيْ هَذَا فَأَلْقُوْهُ عَلَى وَجْهِ أَبِيْ يَأْتِ بَصِيْرًا وَأْتُوْنِيْ بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِيْنَ
“Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, niscaya ia akan melihat kembali.” (QS. Yusuf; 93).
Terkait dengan ayat di atas, terdapat cerita bahwa Nabi Ya’qub bisa melihat normal seperti semula setelah bertabarruk dengan gamis putranya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa terkadang suatu benda bisa diambil berkahnya. Apalagi terkait dengan orang-orang saleh dan para nabi, tentu akan lebih banyak lagi berkah yang dapat kita peroleh darinya.
Adapun hadis yang menjelaskan tentang tabarruk. Rasulullah SAW. bersabda;
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اَلْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ
“Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda : Berkah itu bersama orang-orang besar di antara kamu sekalian.” (HR. Ibnu Hibban).
Baca Juga: Hukum Bertabarruk (Ngalap Berkah)
Dalam kitab Faidh al-Qadir yang dikarang langsung oleh al-Imam al-Munawi dipaparkan, maksud dari hadis tersebut adalah kita dianjurkan untuk ngalap berkah kepada orang yang lebih tinggi derajatnya, semisal dengan cara mengagungkannya, atau bertamu ke dalemnya. Baik yang dimaksud derajat di sana karena memang wawasannya yang lebih tinggi, toh kendati masih terbilang lebih muda dari kita. Atau mungkin yang lebih senior dari segi usia. Demikian ini apabila kita melakukannya secara langsung. Adapun jika tidak bisa, maka kita masih tetap bisa memperoleh berkah tersebut melalui perantara orang yang telah lebih dulu mendapat berkah itu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Tsabit al-Bannani yang tidak sempat mencium punggung tangan Rasulullah SAW. lantas ia segera menjabat tangan sahabat Anas bin Malik dan menciumnya.
Baca Juga: Legalitas Ngalap Berkah
Di samping itu, kita juga diperkenankan ngalap berkah dengan hal-hal yang terkait dan berkaitan dengan orang-orang saleh. Seperti dengan bekas pakaiannya, sisa air minumnya, dan lain semacamnya, selagi orang yang di-alap berkah berkenan dan meridhoinya. Demikian itu senada dengan kejadian yang pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Saat itu, para Shahabat berjubel tumplek-blek rebutan guna memperoleh sesuatu yang masih berhubungan dengan Nabi, mulai dari air ludah, potongan rambut, keringat, sampai darahnya pun mereka rebut dan mereka minum.
Namun remaja ini, entah ada apa gerangan, mengapa masih ada saja yang berasumsi bahwa ber-tabarruk termasuk bagian dari pekerjaan bidah dhalalah, bahkan ada juga yang secara lantang mengatakan bahwa ber-tabarruk bagian dari perbuatan syirik. Na’udzu Billah…
/AnnajahSidogiri.id