
Nama tersebut layaknya tidak asing dalam benak kita. Sebab beliau adalah termasuk salah satu dari empat mujtahid mutlak yang harus diikuti oleh kalangan Ahlusunnah Wal-jama’ah, yaitu; Abu hanifah, asy- Syafii, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal. Beliau sangat terkenal karena sifat wara’ dan zuhudnya. Oleh karena itulah kitab Ihya’ Ulumiddin karangan Imam Ghazali, dipenuhi banyak kisah Imam Ahmad bin Hanbal.
Menurut pengakuan putra beliau, Imam Ahmad dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul awal tahun 164 H. Sebenarnya nama Hanbal adalah nama kakeknya, sedangkan nama ayahnya adalah Muhammad. Sebelum lahir, keluarga beliau menetap di Mery (Marwa), yang kemudian mereka hijrah ke Baghdad membawa Ahmad yang saat itu masih berada dalam kandungan. Sayangnya, belum lama mereka menempati tempat barunya, ayahnya wafat dalam usia 30 tahun. Waktu itu umur Ahmad masih tiga tahun, maka dia yatim di bawah asuhan ibunya[1].
Baca Juga: Merayakan Ulang Tahun Bidah (?) – AnnajahSidogiri.id
Secara silsilah lengkap, nama beliau ialah, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan. Silsilah nasab Imam Ahmad bertemu dengan silsilah nasab Nabi Muhammad ﷺ pada jalur kakek ke-8, yaitu Nizar. Sebab, Nizar mempunyai dua putra, yaitu Rabiah dan Mudhor. Ahmad bin Hanbal keturunan Rabiah, sedangkan Nabi Muhammad keturunan Mudhor[2].
Pada mulanya, beliau mempelajari ilmu menulis dan membaca. Beliau mulai mendalami fikih dan hadis ketika berusia enam belas tahun. Guru ilmu hadis pertama beliau adalah Abu Yusuf, murid Abu Hanifah generasi pertama. Beliau banyak mendatangi negara-negara Islam (untuk berguru dan mencari ilmu) seperti Kufah, Bashrah, Yaman, Maroko, terlebih Makkah dan Madinah, hingga pegunungan dan pedalaman Jazirah Arab.
Karena rasa semangat yang mendalam, beliau sangat berupaya untuk berguru pada pembesar- pembesar Islam saat itu, seperti Imam Syafi’i. namun sayang, beliau tidak bertemu dengan Imam Malik, karena saat wafat Ahmad bin Hanbal masih di bawah umur enam belas tahun. Pada masa imam Ahmad dan setelahnya, tiada orang yang hafal hadis sebanyak yang Imam Ahmad hafal, mengumpulkan hadist sebanyak yang Imam Ahmad kumpulkan. Imam Ahmad telah hafal sejuta lebih hadis Nabi Muhammad[3].
Baca Juga: Buku Kiai dan Habaib; Upaya Kecil Membuka Kesadaran Umat – AnnajahSidogiri.id
Keberhasilannya yang begitu gemilang hingga terdengar diberbagai penjuru dunia pastinya tidak terlepas dari seorang guru yang sukses membimbingnya. Diantara guru-gurunya ialah: Abu Yusuf Al-Qodi, Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, Waqi’ bin Jarrah, Yahya Al-Qattan, Ismail bin Ulayyah, Abu Bakar bin Iyasy, Sufyan bin Uyainah, Ibrahim bin Sa’ad.
Sehingga, dari keberhasilan tersebut, lahir pula generasi-generasi unggul yang pernah belajar kepada beliau. Diantaranya ialah: Abdullah (putra beliau), Soleh (putra beliau), Ahmad bin Hasan at-Turmidzi, Abu Dawud, Ma’ruf al-Karkhi, Ibrahim al-Harbi[4]
Jumat pagi dua belas Rabiul awal tahun 241 H, Imam Ahmad bin Hanbal tutup usia. Dua hari sebelumnya, hari Rabu, beliau demam dengan nafas tersenggah-senggah. Saat itu umur beliau sempurna 77 tahun, memasuki tahun ke 78. Menurut Banan bin Ahmad Al-Qoshbani, seorang yang ikut serta menshalati beliau, Imam Ahmad disalati oleh sekitar 800.000 pria, dan 60.000 wanita. Imam salat jenazah beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Thohir. Al-Warkani, tetangga Imam Ahmad, pernah mengatakan “Sekejap setelah Imam Ahmad wafat, sekitar 20.000 orang dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan Majusi, berbondong- bondong masuk Islam[5]”.
Fakhrul Islam | Annajahsidogiri.id
[1] Al-Ashfahani, Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah, Hilyah Al-Auliya’ wa Thobaqoh Al-Ashfiya’, juz. 9, Dar al-kutub al-islamiyah, Beirut, hal.173.
[2] Abu al-Hasan, Muhammad bin Abu Ya’la, Thobaqoh al-Hanabilah, juz.1, Dar al-Ma’rifah, hal.4-5.
[3] Ad-Daqir, Abdul Ghoni, A’lam al-Muslimin, juz.17. Dar al-Qolam, Damaskus, hal.30-37.
[4] Ad-Daqir, Abdul Ghoni, A’lam al-Muslimin, juz.17, Dar al-Qolam, Damaskus, hal.79-92.
[5] Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Usman, Tarikh al-Islam, al-Maktabah at-Taufiqiyah, hal.103-109.