Mengenal Katolik, Kristen, dan Yahudi

1. Katolik

Katolik adalah cabang terbesar dari Kekristenan, berpusat pada Paus di Vatikan. Katolik menekankan tradisi gereja, otoritas Paus, serta sakramen-sakramen seperti Ekaristi dan Pengakuan Dosa. Ia percaya pada Trinitas: Tuhan adalah satu hakikat dalam tiga pribadi: Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus.

Kitab sucinya adalah al-Kitab (Bible), terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Versi Katolik mencakup 73 kitab (termasuk Deuterokanonika yang tidak diakui Protestan). Rumah ibadahnya Gereja dan Hari ibadah utamanya Minggu. Awalnya, bahasa ibadah mereka ialah latin, tapi kini menggunakan bahasa lokal.

2. Kristen (Protestan)

Kristen Protestan muncul dari reformasi gereja oleh Martin Luther pada abad ke-16 sebagai protes terhadap penyimpangan dalam Gereja Katolik, terutama terkait indulgensi dan otoritas Paus. Protestan menekankan Sola Scriptura (hanya Kitab Suci), Sola Gratia (Hanya Keselamatan) dan Sola Fide (hanya iman).

Kitab sucinya adalah al-Kitab versi Protestan terdiri dari 66 kitab (tanpa Deuterokanonika). Dan konsep ketuhanannya ialah Trinitas. Rumah ibadahnya Gereja dan hari ibadah utamanya ialah hari Minggu. Bahasa ibadahnya lokal (tidak lagi Latin).

3. Yahudi

Yahudi adalah agama wahyu tertua dari rumpun Semitik yang bersumber dari perjanjian antara Tuhan (YHWH) dengan Nabi Ibrahim dan keturunannya. Dalam Yahudi, hukum Tuhan diberikan melalui dua bentuk utama: Taurat Tertulis (Torah Shebikhtav) dan Taurat Lisan (Torah Shebe’al Peh).

Kitab sucinya Tanakh. Tanakh adalah akronim atau singkatan dari tiga bagian utama:

1. Torah (Taurat) yang berisi Lima Kitab Musa: Bereishit/ Genesis/Kejadian, Shemot/Exodus/Keluaran, Vayikra/ Leviticus/Imamat, Bamidbar/ Numbers/ Bilangan, Devarim/Deuteronomy/Ulangan.
2. Nevi’im (Para Nabi): Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, Raja-Raja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan 12 nabi kecil.
3. Ketuvim (Tulisan): Mazmur, Amsal, Ayub, dan kitab-kitab puisi dan kebijaksanaan lainnya.

Taurat Lisan (Torah Shebe’al Peh): Ini adalah ajaran-ajaran, tafsir, dan hukum lisan yang diyakini diturunkan bersamaan dengan Taurat tertulis kepada Nabi Musa di Gunung Sinai. Taurat lisan inilah yang menjadi fondasi Talmud, yaitu:

1. Mishnah (200 M): Kumpulan hukum lisan Yahudi yang dikodifikasi oleh Rabbi Yehuda HaNasi.
2. Gemara (400-600 M): Penjelasan dan diskusi rabinik atas Mishnah.

Konsep Tuhan Yahudi adalah YHWH (dibaca “Adonai/ Elohim/Hashem” dalam ibadah), Esa, tidak berwujud, tidak diperanakkan. Rumah ibadahnya bernama Sinagoga. Hari ibadah utamanya Sabat, dari Jumat matahari terbenam hingga Sabtu malam. Bahasa utama dalam ibadahnya ialah Bahasa Ibrani (Lashon HaKodesh).

Baca Juga; Fatwa MUI Tentang Salam Lintas Agama, Sudah Tepatkah?

Sejarah Perpecahan Katolik dan Kristen

Pada abad ke-16, Gereja Katolik Roma memiliki pengaruh besar dalam kehidupan religius dan politik Eropa. Namun, praktik-praktik seperti penjualan indulgensi—surat pengam-punan dosa yang dijual kepada umat—menimbulkan kontroversi. Dana dari penjualan indulgensi digunakan, antara lain untuk membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma. Seperti yang dijelaskan dalam studi oleh Rollins College, “Dana utama untuk tahap awal pemba-ngunan Basilika Santo Petrus berasal dari penjualan indulgensi (Surat Pengampunan Dosa).”

Pada 31 Oktober 1517, Martin Luther, seorang biarawan dan profesor teologi di Universitas Wittenberg, mempublika-sikan 95 Tesis yang mengkritik praktik penjualan indulgensi. Dalam tesis-tesis tersebut, Luther menekankan bahwa pengampunan dosa tidak dapat dibeli dan bahwa pertobatan sejati adalah aspek penting dari pengampunan. Sebagai contoh, dalam tesis ke-40, Luther menyatakan:

“A Christian who is truly contrite seeks and loves to pay penalties for his sins; the bounty of indulgences, however, relaxes penalties and causes men to hate them — at least it furnishes occasion for hating them.”

“Seorang Kristen yang benar-benar menyesal mencari dan mencintai untuk menanggung hukuman atas dosanya; kelimpahan indulgensi, bagaimanapun, melong-garkan hukuman dan menyebabkan orang membencinya – setidaknya memberikan alasan untuk membencinya.”[1]

Tesis-tesis ini dengan cepat tersebar di seluruh Eropa, memicu perdebatan luas tentang doktrin dan praktik Gereja Katolik.

Gereja Katolik merespons dengan mengutuk ajaran Luther, dan pada tahun 1521, ia dikucilkan dari Gereja. Namun, ajaran-ajarannya telah mendapatkan dukungan luas, terutama di Jerman dan wilayah sekitarnya, yang mengarah pada pembentukan gereja-gereja Protestan yang terpisah dari otoritas Paus.

Baca Juga; Legalitas Doa Lintas Agama

Perbedaan Pokok antara Katolik dan Protestan

Beberapa perbedaan utama antara Katolik dan Protestan meliputi:

1. Otoritas Sumber Ajaran: Katolik mengakui al-Kitab dan Tradisi Suci serta otoritas Paus, sementara Protestan menekankan “sola scriptura” (hanya Alkitab) sebagai sumber ajaran.
2. Doktrin Keselamatan: Katolik mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh melalui iman dan perbuatan baik, sedangkan Protestan menekankan “sola fide” (hanya iman) sebagai jalan keselamatan.
3. Sakramen: Gereja Katolik mengakui tujuh sakramen, sementara kebanyakan gereja Protestan hanya mengakui dua sakramen: baptisan dan perjamuan kudus.
4. Reformasi Protestan tidak hanya memecah Kekristenan Barat tetapi juga mendorong perubahan sosial, politik, dan budaya di Eropa. Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lokal meningkatkan literasi dan memungkinkan umat untuk membaca dan menafsirkan teks suci secara langsung. Selain itu, Reformasi mempengaruhi perkembangan hak individu dan kebebasan beragama.

Dengan demikian, perpecahan antara Katolik dan Protestan merupakan hasil dari kombinasi faktor-faktor teologis dan institusional yang kompleks, yang dampaknya masih terasa hingga hari ini.

Perang Agama Katolik vs. Protestan (Wars of Religion)

Setelah Reformasi Protestan tahun 1517 yang dipimpin Martin Luther, Eropa memasuki masa pergolakan yang panjang. Tidak hanya terjadi perdebatan teologis, tapi juga perang-perang berdarah antara penganut Katolik dan Protestan, terutama di Jerman, Prancis, Belanda, dan wilayah Kekaisaran Romawi Suci. Salah satu yang paling terkenal adalah Perang Tiga Puluh Tahun (1618–1648).

Perang ini merupakan serangkaian konflik yang melibatkan berbagai negara di Eropa, dengan latar belakang persaingan agama, dinasti, wilayah, dan komersial:

“The Thirty Years’ War was a series of wars fought by various nations for various reasons, including religious, dynastic, territorial, and commercial rivalries.”

“Perang Tiga Puluh Tahun adalah serangkaian perang yang diperjuangkan oleh berbagai negara karena berbagai alasan, termasuk persaingan agama, dinasti, wilayah, dan komersial.”[2]

Tidak hanya itu, bahkan ada kejadian besar yang bernama Pembantaian Hari Santo Bartolomeus (1572 M). Peristiwa ini menandai pembantaian besar-besaran terhadap umat Protestan (Huguenot) di Prancis oleh masa Katolik:

“An estimated 3,000 French Protestants were killed in Paris, and as many as 70,000 in all of France.”

“Diperkirakan 3.000 orang Protestan Prancis dibunuh di Paris, dan sebanyak 70.000 di seluruh Prancis.”[3]

Kedua peristiwa ini mencerminkan intensitas konflik agama di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17, yang berdampak besar terhadap perkembangan politik, sosial, dan keagamaan di benua tersebut.

M. Fuad Abdul Wafi | AnnajahSidogiri.ID

[1] https://www.luther.de/en/95thesen.html.

[2] https://www.britannica.com/event/Thirty-Years-War.

[3].https://www.history.com/this-day-in-history/august-24/saint-bartholomews-day-massacre?utm.