Sejarah asal-usul kejawen, sebenarnya bermula dari dua tokoh misteri, yaitu Sri dan Sadono. Sri sebenarnya penjelmaan Dewi Laksmi, isteri Wisnu dan Sadono adalah penjelmaan Wisnu itu sendiri (Hadiwijono, 1983: 21). Itulah sebabnya dari sejarah asal-usul kejawen, ada anggapan bahwa Sri dan Sadono adalah kakak-beradik, kebenarannya tergantung dari mana kita meninjau. Dalam kaitan ini, sesungguhnya Sri dan Sadono adalah suami-isteri yang menjadi cikal-bakal sejarah asal-usul kejawen.
Sejarah Asal-usul Kejawen juga bisa memiliki versi lain dari Falsafah Aji Saka. Falsafah Ajisaka sarat dengan liku-liku mistik kejawen. Ajisaka, berasal dari kata Aji (raja, yang dihormati, dipuja, dan disembah) dan Saka artinya tiang atau cabang. Ajisaka berarti tiang penyangga yang memperkokoh diri manusia, yaitu religiusitas, dan religiusitas Jawa tak lain adalah mistik kejawen. Mistik kejawen adalah saka guru (empat tiang penyangga) kehidupan kejawen. Karena itu, jika kejawen tanpa mistik, maka pudar pula kejawen tersebut.
Kemudian, banyak dari pertanyaan dari para tokoh agama bahwa ajaran kejawen saat ini sudah jauh terhadap koridor Islam. Hanya saja aliran kejawen tetap banyak diikuti bahkan disangkut-pautkan dengan Islam, menjadi ‘Islam Kejawen’. Salah satu aliran besar kejawan yang batil adalah Sapto Darmo, pertama kali dicetuskan oleh Hardjosapuro dan selanjutnya dia ajarkan hingga meninggalnya, 16 Desember 1964. Nama Sapto Darmo diambil dari bahasa Jawa; sapto artinya tujuh dan darmo artinya kewajiban suci. Jadi, sapto darmo artinya tujuh kewajiban suci. Sekarang aliran ini banyak berkembang di Yogya dan Jawa Tengah, bahkan sampai ke luar Jawa. Aliran ini mempunyai pasukan dakwah yang dinamakan Korps Penyebar Sapto Darmo, yang dalam dakwahnya sering dipimpin oleh ketuanya sendiri (Sri Pawenang) yang bergelar Juru Bicara Tuntunan Agung.
Penganut Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut juga 7 Wewarah Suci, yaitu:
1. Setia dan tawakkal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal).
2. Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara.
3. Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa dan bangsa.
4. Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan atas dasar cinta kasih.
5. Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri-sendiri.
6. Hidup dalam bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.
7. Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro manggilingan).
Kalau kita kaji dalam sudut pandang aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, ajaran Sapto Darmo hanya berisi keimanan kepada Allah sebatas beriman terhadap Rububiyah Allah saja. Itupun dengan pemahaman yang salah. Rububiyah Allah hanya difahami sebatas lima sifat (Pancasila Allah) yaitu Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal. Padahal sifat rububiyah Allah itu banyak sekali (tidak terbatas dengan bilangan).
Baca Juga: Memahami Rumusan Ahlussunnah wal Jamaah
Inti ajaran Sapto Darmo hanya mengajarkan iman kepada Allah saja. Hal itu menunjukkan batilnya ajaran Sapto Darmo dalam pandangan Islam. Aqidah Islam memerintahkan untuk mengimani enam perkara yang dikenal dengan rukun iman, yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang baik maupun buruk. al-Allamah Ali bin Ali bin Muhammad bin Abil ‘Izzi4 dalam menjelaskan rukun iman mengatakan; “Perkara-perkara tersebut adalah termasuk rukun iman.” Allah:
Artinya; “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya; demikian pula orang-orang yang beriman; mereka semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya…” (QS. al-Baqarah [2] : 285)
Juga firman-Nya Subhanahu wa Taala yang artinya; “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi.” (QS. al-Baqarah [2] : 177)
Baca Juga: Hakikat Ahlussunnah wal Jamaah
Maka, keimanan yang dikehendaki oleh Allah adalah iman kepada semua perkara tersebut. Dan orang yang beriman kepada perkara-perkara tersebut dinamakan mukmin; surgalah balasan baginya. Sedangkan yang mengingkari perkara-perkara tersebut dinamakan kafir dan neraka jahannamlah tempat kembali yang pantas untuknya. Allah berfirman:
Artinya; “Barangsiapa tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka Kami sediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Fath [48] :13)
Dan dalam sebuah hadits yang keshahihannya tidak diperselisihkan lagi, Rasulullah menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril ‘alaihis-salam kepada Beliau tentang arti iman. Beliau menjawab:
Artinya; “Bahwa keimanan itu adalah engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang baik maupun buruk.”
Inilah prinsip dasar yang telah disepakati oleh para nabi dan rasul.
Seseorang tidak dikatakan beriman kecuali dengan mengimani para rasul dan rukun iman yang lainnya. Sebenarnya, masih banyak lagi ajaran kejawen maupun Sapto Darmo yang perlu dikaji kesesatannya. Sehubungan, terbatasnya space silahkan Anda pelajari lagi di artikel kami selengkapnya. Insyaallah.
BAGUS ZUHDI | Penulis adalah salah satu aktivis ACS semester III dan salah satu Redaksi Buletin Tauiyah