Radikalisme adalah gagasan serta tindakan yang bertujuan untuk melemahkan dan merubah tatanan politik mapan-biasanya dengan kekerasan- dengan system baru yang mereka kehendaki. Menurut Karen Amstrong dalam keterangan dalam bukunya ‘The Batlle For God’ Radikal telah menjangkit dalam tubuh seluruh umat beragama baik itu Islam, Hindu, Budha, Kristen atau Yahudi, bahkan atheis sekalipun. Radikal biasanya disebut dengan Ghuluw atau Tatharuf. Sedangkan Imam Wahbah al-Zuhaili mendevinisikannya dengan: “setiap tindakan kekerasan, agresi, atau kejahatan- yang tidak memiliki legimitasi syariat- bisa karena motif politik atau untuk menumbangkan system yang menurut mereka pribadi melenceng.” Sebenarnya ruh dari radikalisme telah ada sejak arbritase (tahkim) antara Sayyidina Ali dengan Sayyidina Mu’awiyah dengan nama Khawarij. Toh sekalipun sudah punah, namun ideology Khawarij telah menjangkit pada aliran-aliran yang bermunculan, seperti Wahabi, Syiah, Hizbut Tahrir, ISIS, dsb.
Baca Juga: Jihad Tidak Melulu Perang
Ideologi Radikal pertama kali muncul dari Sayyid Qutb-tanpa melupakan pendahulunya seperti Hasan al-Banna dan al-Maududi- memalui banyak karangannya. Merujuk pada Sayyid Qutb berikut adalah ideologi yang dianut kaum Radikal:
Al-hakimiyyah
“Sesungguhnya cakupan akidah sangatlah luas, bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan. dan Hakimiyyah dengan seluruh cabangnya termasuk domain akidah.” Begitulah yang tersemat dalam kitab Dzilalul Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Paham kedaulatan Allah (al-Hakimiyyah) merupakan tiang dan sumber Radikalisme. Konsepsi Hakimiyyah yang digagas Sayyid Qutb ini berawal dari pemaknaan literal surat al-Ma’idah ayat 44: “Barang siapa yang membuat hukum selain yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang kafir.” Jadi menurut Qutb sebuah Negara yang tidak menjadikan hukum islam sebagai pegangan divonis kafir.
Jihad Fi sabilillah
Inilah paham kaum Radikalis yang paling berbahaya, karena dapat mengancam eksistensi seluruh umat beragama. Mereka berkeyakinan bahwa selain agama Islam wajib diperangi. Bahkan orang islam juga wajib diperangi, apabila menentang kehendak mereka atau tidak mau gabung dalam barisan mereka. Oleh karena itu,Tak ayal banyak kasus teroris yang beterbangan menyerang umat islam. Tentu hal itu karena ulah kaum Radikalis yang belum mengenal betul ajaran Nabi Muhamad SAW.
Al-Wala’ Wa al-Bara’
Adalah paham yang meyakini kelompoknya harus dibela dan dikasih sayangi. Sedang kelompok lain harus dibenci, dimusuhi bahkan diperangi. Ideology inilah yang sering menjadi alas an bagi banyak pertumpahan darah (Tashhih Mafahim. Hlm 01) maksud dari al-Wala’ adalah wajibnya saling menyayangi antar umat islam yang sejalan dengan ideology mereka. Sedangkan al-Bara’ adalah wajib memerangi orang kafir atau non muslim di seluruh dunia. Tentunya ini akan menyebabkan peperangan, kerusakan dan pembunuhan tanpa hentinya. Al-Qahthani-kaum Radikalis-menyebutkan bahwa al-Wala’ Wa al-Bara’ merupakan kelaziman dari ikrar la ilaha illa Allah.
apabila visi-misi dari adanya ideology mereka sukses maka tercapailah agenda besar, cita-cita politik dan final dari segala perjuangan mereka, yakni Iqamah al-khilafah. Yah, memang tujuan umum mereka adalah menghidupkan kembali pemerintah dengan dasar khalifah.
“mereka (Khawarij) itu adalah kelompok yang mengatakan kebatilan dengan dibungkus kebenaran.” Itulah komentar Sayyidina Ali mengenai ciri khas dari kaum Khawarij. Hal yang membedakan antara benar dan tidaknya bukanlah embel-embel yang mereka dengungkan, tetapi isi dan fakta dari apa yang mereka lakukan. ingat! Bungkus belum tentu menunjukkan isi. Mereka-kaum Radikal-seolah mengajak kita untuk mematuhi hukum Allah secara sempurna. Mereka seolah memang pejuang sejati agama Allah, yang menyerukan pemurnian hukum dan perang di jalan Allah.
Namun benarlah kata Sayyidina Ali bahwa yang mereka dengungkan adalah kebatilan dengan embel-embel agama. Apakah yang mereka maksud dengan mematuhi hukum Allah dengan cara memerangi dan mengkafirkan seluruh umat islam yang menolak adanya system Khalifah. Apakah jihad fi sabilillah yang mereka dengungkan dengan cara mengebom atau membunuh orang kafir tanpa alasan atau umat islam yang enggan gabung dengan barisan mereka?. Sebagaimana keterangan dalam kitab al-Faridhah al-Gha’ibah karya Abd Salam Faraj-tokoh yang sering dijadikan tendensi oleh kaum radikalis-bahwa diwajibkan bagi seluruh umat islam untuk memerangi Non muslim tanpa terkecuali dan apabila ada yang enggan memeranginya maka orang itu juga wajib diperangi.
Baca Juga: Salah Kaprah Jihad
Padahal dalam hadisnya Rasulullah sudah mewanti-wanti kita untuk tidak ekstrem dalam beragama:“berhati-hatilah kalian dari sikap ekstrem dalam beragama, karena sesungguhnya sikap itulah yang telah menghancurkan umat sebelum kalian.” Dalam beragama cukup mengikuti arul relnya tanpa keluar dari jalur yang telah ditetapkan. Berada di jalan syariat itu berat sebagaimana yang dikatakan Ibn Ibad al-Nafsi: “ Berada di jalan syariat adalah hal terberat dilakukan, karena berarti harus bersikap adil dan berada di tengah-tengah (moderat) dalam segala hal. Padahal secara naluri, nafsu seseorang menginginkan condong pada salah satu sisi.”
Sejatinya memang benar bahwa moderat menjadi tolak ukur kebenaran. Moderat yang bagaimana?. Imam Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya ayat: “Wahai ahli kitab janganlah kalian berlebihan dalam beragama.” Menjelaskan bahwa maksud dari tidak berlebihan (moderat) adalah terletak diantara Radikal dan Liberal. Kenapa harus moderat? Karena moderat dapat memperindah citra islam sedangkan termasuk dari tujuan syariat (Maqashidus syariat) adalah memperindah citra islam di mata dunia. Habib Ali al-Jufri dalam kitab al-Insaniyah Qabl-Tadayyun menjelaskan bahwa moderat dalam beragama adalah menjaga komunitas social, perlindungan nyawa, dan keamanan global.
Alaek Mukhyiddin | Annajahsidogiri.id