كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
ال عمران (110)
Artinya, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Sebagian dari mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Baca Juga: 4 Metode Dakwah Dimensi Tasawuf
Melalui ayat tersebut, Allah SWT dengan jelas menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad adalah umat terbaik. Alasannya bukan karena umat Muhammad adalah umat terbanyak. Bukan sebab mereka menjaga persatuan dan silaruturahmi. Bukan pula karena mereka rajin beribadah atau peduli sosial. Allah menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik sebab mereka beramar makruf nahi mungkar.
Namun, amar makruf nahi mungkar ada tata caranya. Ada aturan main dan adabnya. Tidak langsung main geruduk. Tidak boleh asal ajak sana-sini. Semua harus mengikuti prosedur yang ada, sebab bila tidak mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan oleh ulama, amar makruf nahi mungkar juga dapat merugikan orang lain.
Pondasi utama dalam melakukan amar makruf nahi mungkar adalah niat tulus menegakkan kebenaran syariat Allah. Bukan bermaksud mencari keburukan orang lain. Hal ini menjadi penting sebab pelaku amar makruf nahi mungkar terkadang terjebak dalam sikap “ana khairun munhu” (aku lebih baik tenimbang dia).
Baca Juga: Tasawuf Murni Ajaran Islam?
Di antara hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah memulai berbuat baik dari diri sendiri dan memperbaiki amal shalih kita sendiri. Hal ini menjadi penting sebab bila kita hanya semangat melakukan amar makruf nahi mungkar, sedang perbuatan dan amal baik kita masih awut-awutan maka kita masuk dalam tipu daya setan.
Mengenai hal ini, Allah SWT telah memberi warning dalam al-Qur’an;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ (3)
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (3).” (QS As-Shaff 03)
Imam Ibnu Katsir memberikan penjelasan mengenai ayat di atas bahwa orang yang perkataan dan perbuatan atau tingkah lakunya maka ia termasuk orang munafik. Wallahu a’lam.
M Fadil | Annjahsidogiri.id