Sebagai muslim, kita harus meyakini bahwa kematian merupakan kejadian yang tidak bisa dihindari dan meyakininya adalah tuntunan syariat. Al-Qur’an juga menyebutkan penjelasan mengenai kematian sebagaimana berikut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali-Imran: 185).
Baca Juga: Miskonsepsi Rida pada Takdir Allah
Dalam kitab Tuhfatul-Murid (304), Syekh Ibrahim bin Muhammad al-baijuri menjelaskan bahwa ahli haq menyatakan ajal kematian tidak akan mendahului dari ketentuan serta tidak akan mengakhiri dari ketentuan yang telah Allah tetapkan. Mengenai hal ini, Allah berfirman:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. al-A’raf: 34)
Adapun mengenai hadis yang menjelaskan suatu perbuatan bisa membuat panjang umur sebagaimana yang disebutkan Imam az-Zabidi dalam kitab at-Tajrid ash-Sharih:
عَنْ اَنَس بِن مَالِك رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (بخاري: 2067)
“Dari Anas bin Malik RA. berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, barang siapa yang senang rizkinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaknya dia menyambung tali persaudaraan (silaturahim).” (HR. Bukhari 2067)
Hadis tersebut tidak ada pertentangan terhadap penjelasan ayat al-Quran yang di atas. Dikarenakan yang dimaksud bertambah umur dalam hadis tersebut ialah kebaikan dan keberkahan dalam kehidupannya.
Ada pula ulama yang mengatakan bahwa tambahan umur itu berdasarkan lembaran malaikat. Semisal, Zaid itu akan mati pada umur 50 tahun jika ia tidak melakukan ketaatan. Apabila sebaliknya ia melakukan kepatuhan maka ia akan mati umur 60 tahun. Perubahan tersebut dalam lembaran malaikat saja, bukan pada ilmu Allah.
Walhasil, Ahlusunah Waljamaah di dalam permasalahan ajal sesuai dengan ketetapan umur dan tibanya ajal di waktu yang telah Allah tentukan sejak zaman azali; pada saat Allah menjadikan makhluk. Oleh karenanya ilmu Allah dengan lembaran malaikat berbeda. Sebab ilmu Allah bersifat qadim yang tidak bisa berubah, sedangkan lembaran malaikat termasuk perkara yang baru yang bisa berubah.
Nur Cholis Majid | Annajahsidogiri.id