Konon ada sebuah ungkapan dari orang-orang yang enggan menerima Rasulullah sebab berasal dari golongan manusia. Seperti yang tertera pada surat al-Qamar ayat 24 yang berbunyi “Maka mereka berkata, “Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita? Sungguh, kalau begitu kita benar-benar telah sesat dan gila.”
Baca Juga: Malaikat Lebih Berhak Menjadi Nabi, Benarkah?
Dalam ayat lain juga menjelaskan perihal orang Kafir yang merasa heran dengan utusan Allah yang berasal dari golongan manusia. Ayat yang dimaksud ialah surat al-Mukminun ayat 24 yang berbunyi, “Maka berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya, “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang ingin menjadi orang yang lebih mulia daripada kamu. Dan seandainya Allah menghendaki, tentu Dia mengutus malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada (masa) nenek moyang kami dahulu” Menurut mereka seharusnya Allah lebih mampu daripada sekadar mengutus utusan dari kalangan manusia biasa. Seandainya benar-benar mengutus utusan, Allah pasti akan mengutus utusan dari kalangan malaikat. Mengingat sudah jelas bahwa malaikat merupakan makhluk yang tidak memiliki syahwat dan tidak pernah melakukan maksiat. Sedangkan manusia dengan tabiatnya hanya akan merusak, sebab kecondongan mereka yang selalu mengikuti hawa nafsu.
Rasulullah Manusia Biasa?
Semua nabi dan rasul yang diutus merupakan golongan lelaki dari golongan manusia, dilahirkan sebagaimana manusia lahir, membutuhkan sandang, pangan, juga papan, dan tentunya memiliki hawa nafsu selayaknya manusia pada umumnya. Hanya saja, para utusan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Allah memberikan sifat-sifat yang agung kepada para nabi dan rasul yang tidak dimiliki manusia yang lain. Seperti, Fathânah, Tablîgh, Shiddîq dan Amânah. Tentu mereka juga mustahil melakukan dosa kecil atau besar. Sebab nabi dan rasul dipastikan maksum dan terhindar dari hal-hal yang bisa menyebabkan turunnya derajat. Dalam Tafsîr al-Qurtubî, tatkala menafsirkan surat al-Maidah ayat 67 sekaligus menjadi dalil atas kemaksuman nabi dan rasul- terdapat penjelasan:
الثَّانِيَةُ – قَوْلُهُ تَعَالَى : { وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ} دَلِيْلٌ عَلَى نُبُوَّتِهِ لِأَنَّ الله عَزَّ وَ جَلَّ أَخْبَرَ أَنَّهُ مَعْصُوْمٌ
“Yang kedua- firman Allah :{Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia} menjadi dalil atas kenabian-Nya (Muhammad), karena Allah memberi kabar bahwa dia terjaga”. (Tafsîr al-Qurtubî 6/228)
Mengapa Bukan Malaikat?
Dalam perjalanan dakwah menyebarkan syariat, pasti membutuhkan cara agar bisa diterima baik oleh umat. Nah, andaikata yang menyebarkan syariat adalah dari golongan malaikat, jelas manusia tidak akan bisa menerimanya dengan baik terhadap apa yang disampaikan. Syeikh Ali as-Shabuni menafsirkan surat al-An’am ayat 8 dan 9 dengan penjelasan, “Andaikata rasul yang diutus dari kalangan malaikat, maka manusia tidak mungkin mampu berkumpul dan mengambil risalah-risalah yang dibawanya”. (an-Nubuwah wal-Anbiya’ I/30)
Kesimpulan
Jadi, mengapa para rasul yang diutus itu tertentu dari kalangan manusia? Agar umat manusia mampu dan sanggup memahami risalah yang dibawanya, berinteraksi langsung dengannya, mereka bisa menanyakan perkara-perkara yang mereka hadapi atau meminta nasehat langsung kepadanya, serta mampu menjadikannya sebagai teladan yang merepresentasikan risalah yang dibawanya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena seandainya para rasul itu dari kalangan malaikat dan jin, maka tidaklah mungkin bagi umat manusia untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai teladan lantaran perbedaan sifat fisik di antara mereka (An-Nubuwah wal-Anbiyâ’ I/29)
Muhammad Iklil | Annajahsidogiri.id