Dalam Islam, perbedaan terbagi menjadi tiga; perbedaan dalam akidah, politik, dan fikih. Perbedaan dalam akidah dan politik kebanyakan berdampak negatif. Perbedaan dalam akidah sendiri terpecah menjadi dua; perbedaan dalam ushul dan furuk. Adapun perbedaan dalam ushul inilah yang dampaknya sangat berbahaya dan bisa menjerumuskan pelakunya pada kekufuran.
Imam al-Ghazali dalam kitab Faishâlut-tafriqâh (hlm. 82) berkata:
وَاَمَّا اْلقَانُوْنُ فَهُوَ اَنْ تَعْلَمَ اَنَّ النَظَرِيَات قِسْمَانِ قِسْمٌ يَتَعَلَّقُ بِاُصُوْلِ اْلعَقَائِدِ وَقِسْمٌ يَتَعَلَّقُ بِاْلفُرُوْعِ وَاُصُوْلُ اْلاِيْمَانِ ثَلَاثَةٌ الاِيْمَانُ بِاللهِ وَبِرَسُوْلِهِ وَبِالْيَوْمِ اْلاَخِرِ وَمَا عَدَاهُ فُرُوْعٌ
“Perlu kamu ketahui bahwa dalam Islam ada dua teori penting; satu bagian adalah hal-hal yang berkaitan dengan Ushûlul-‘Aqâ’id dan bagian lain adalah yang berkaitan dengan furuk. Usul meliputi tiga perkara; iman pada Allah, rasul, dan para malaikat. Sedangkan selain itu masuk pada cakupan furuk.”
Lantas bagaimana sikap Ahlusunah dalam menanggapi kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan taraf usul? Bolehkah kita menvonis mereka sebagai kafir?
Baca Juga :Maksud Aswaja Itu Moderat
Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya, al-Madzâhib al-I`tiqâdiyah (hlm. 23) sangat mewanti-wanti agar tidak mengafirkan kelompok luar Ahlusunah Waljamaah, selagi mereka masih mempercayai bahwa “Tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan allah.”
Lantas, bagaimana kriteria kelompok yang secara pasti keluar dari Islam? Al-Imam Sayid Ahmad Masyhur al-haddad berkata:
وَقَدْ اِنْعَقَدَ الاِجْمَاعُ عَلَى مَنْعِ تَكْفِيْرِ اَحَدٍ مِن اَهْلِ اْلقِبْلَةِ اِلَّا بِمَا فِيْهِ نَفْيُ الصَانِعِ القَادِرِ جَلَّ وَعَلَا اَوْ شِرْكٌ جَلِيٌ لَا يَحْتَمِلُ التَأْوِيْلَ أَوْ اِنْكَارُ النُبُوَةِ أَوْ اِنْكَارُ مَا عُلِمَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ أَوْ اِنْكَارُ مُتَوَاتِرٍ أَوْ مُجْمَع عَلَيْهِ ضَرُوْرَة مِنَ الدِّيْنِ
“Ulama bersepakat akan larangan mengkafirkan seorangpun dari ahlul-qiblah kecuali bila sampai meyakini ketiadaan Tuhan, terang-terangan syirik yang tidak mungkin untuk ditakwil lagi, menginkari kenabian, atau menginkari apa-apa yang telah ditetapkan dalam Agama secara pasti. Begitupula kufur jika menginkari hal yang telah mutawatir atau disepati oleh para ulama.”
Dari pemaparan tadi, ada beberapa poin seseorang bisa dicap dengan jelas sebagai kafir:
- Menafikan Keberadan Tuhan
Kelompok yang tidak pecaya akan keberadaan tuhan ini biasa disebut ateis.
- Syirik
Beberapa syirik misalnya menyembah berhala, patung, dan suatu apapun selain allah.
- Ingkar kepada Kenabian
Ciri khas seorang mukmin antara lain ialah meyakini bahwa para nabi mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Lain halnya dengan orang kafir Yahudi dan Nasrani. Yahudi hanya mengimani Nabi Musa sedangkan orang Nasrani hanya mengimani Nabi Isa.
- Mengingkari Hal Aksiomatis
Maksud Ma`lum mina-ddîn bidh-Dharûrah adalah perkara yang diketahui secara aksiomatis dari Agama adalah hal-hal yang diketahui oleh semua orang baik yang alim atau yang awam. Antaranya adalah keesaan Allah, adanya kenabian, tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad, kebangkitan setelah kematian, hari perhitungan amal, hari pembalasan, surga, dan neraka. (Mafâhim Yajibu an Tusahhah. [hal. 81]
- Tidak Mengakui Perkara Mutawatir
Mutawatir adalah kabar yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang lumrahnya sulit dan mustahil bagi mereka untuk sepakat dalam kedustaan. Di antara perkara yang mutawatir ialah al-Qur’an dan mukjizat.
- Mengingkari Perkara yang Mujma` alaih
Mujma`alaih adalah hal-hal yang disepakati oleh para mujtahid setiap zaman. Antara contohnya ialah keharaman zina, minum miras, membunuh tanpa hak, kewajiban shalat dan lain-lain.
Akhiran, dalam membedakan kelompok yang hak dan yang batil, ulama akidah memperbolehkan untuk menyebut kelompok tersebut dengan sebutan ahli bidah atau sesat dan tidak boleh disebut sebagai kafir.
Ishaqi | Annajahsidogiri.id