Ada tuduhan dari kelompok Muktazilah bahwa karamah bagi wali hanyalah mitos. Muktazilah berlandasan para wali tidak bisa mendatangkan karamah, meski mereka mengetahui kesungguhan wali dalam menekuni ketaatan. Kelompok Mubtadi’ah, seperti Khawarij, Rawafid, dan Wahabi juga tidak membenarkan karamah bagi wali.
Menurut kelompok Mubtadi’ah, karamah bagi wali menyerupai mukjizat para nabi. Lebih lanjut, pernyataan ini dapat membatalkan bahwa mukjizat menjadi dalil atas pengakuan nabi kerena kekhususannya. Kita sebagai Ahlussunah Waljamaah patut meyakini bahwa pernyataan kelompok Muktazilah dan Mubtadi’ah tersebut salah fatal.
Menyikapi pernyataan kelompok Muktazilah, kita mengetahui cerita Ashif bin Barkhiya, Katib Nabi Sulaiman yang mendatangkan singganasa Ratu Negeri Saba, yakbi Ratu Bilqis yang hendak mendatangi istana Nabi Sulaiman. Tak kala mendengar kabar keinginan Ratu Bilqis, Nabi Sulaiman menggelar sayembara pada kaumnya upaya mendatangkan singgasana Ratu Bilqis di istananya. Kita ketahui, kisah Ashif itu difirmankan oleh Allah;
قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.” (QS. an-Naml 27[40])
Dalam kitab Tafsirul-Jalâlain, karya Syekh Jalaluddin al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, ayat di atas ditafsiri bahwa Ashif meminta Nabi Sulaiman untuk menghadap ke langit, sedangkan Ashif berdoa sambil menyebut Ismul-‘A’dham supaya Allah mendatangkan singgasana Ratu Bilqis. Sebelum Nabi Sulaiman kembali pada pandangan semula, singgasana Ratu Saba’ itu sudah ada di bawah singgasan Nabi Sulaiman.
Menanggapi pernyataan kelompok Mubtadi’ah, Syekh Muhammad Abid bin Ahmad Ali as-Sindi di dalam kitabnya, Risalatun fi Tsubuti Karâmatil-Auliyâ’ wa Jawâzit-Taqbil Hlm. 48, menjelaskan, mukjizat dan karamah berbeda. Mukjizat disertai pengakuan sebagai nabi, sedangkan karamah tidak disertai pengakuan sebagai nabi.
Abu Amin Qaimuddin Waqimin di dalam kitabnya, Minhatul-Hamîd ‘Ala Syarhi Jauharit-Tauhîd Hlm. 247, menjelaskan, dalil karamah juga menyamai dalil mukjizat, yakni memungkinkan terjadi pada orang yang mampu dan berpengetuan (al-Qadir dan al-‘Alim).
Jadi, baik pernyataan kelompok Muktazilah maupun Mubtadi’ahbahwa karamah para wali hanyalah mitos tidak dapat dibenarkan sama sekali. Kita ketahui, Allah berfiman;
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ (62) اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ (63) لَهُمُ الْبُشْرٰى فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ لَا تَبْدِيْلَ لِكَلِمٰتِ اللّٰهِ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ(64)
“Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (62) (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63) Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar (64).” (QS. Yusuf [12] 62-64)
Agus Hidayat | Annajahsidogiri.ID