Mayoritas masyarakat Indonesia masih kental akan hal berbau mistis. Tak heran jika banyak kita jumpai beragam ritual dan perayaan baik itu keagamaan ataupun tradisional. Bahkan umat Isalam di Indonesia masih banyak yang mempercayai ritual-ritual peninggalan nenek moyang mereka. Termasuk hal yang sering digandrungi masyarakat pedesaan adalah penggunaan azimat keberuntungan ataupun penolak balak, terutama pada bulan safar yang diperacaya sebagai bulan balak. Oleh karena itu tulisan ini akan membahas mengenai penggunaan azimat serta hukumnya dalam Islam.
Penggunaan azimat, ruqyah dan semacamnya sebenarnya tidak dilarang dalam Islam selagi tidak menngandung kessyirikan , sebagaimana keterangan dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori;
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:” كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
“Dari Auf bin Malik al-Asjai, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Kemudian kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana anda melihat tersebut. Nabi kemudian menjawab, ” kemari tunjukkan azimatmu padaku. Membuat azimat sebenarnya tidak masalah selagi tidak mengandung kesirikan.” (HR Muslim [4079].
Dalam hadis lain memang ada keterangan dari Rasulullah yang mengatakan bahwa ruqyah dan azimat adalah sirik. Keterangan ini bisa kita lihat dari hadis Abu Dawud;
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ. [رواه أبو داود]
: “Diriwayatkan dari Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ruqyah, azimat, dan pelet itu syirik”.” [HR. Abu Dawud.
Baca Juga : Hukum Jimat Pelancar Rizki
Hadis tersebut tidak bisa dijadikan dalil bahwa segala macam azimat itu syirik, karena menurut mayoritas ulama maksud dari hadis diatas adalah azimat yang tidak mengandung semacam al-Qur’an dan zikir serta mengandung kesirikan, sebagiamana komentar Ibnu Hajar dan beberapa ulama lain yang di jelaskan dalam kitab Faidul-Qadir (6/180-181);
قَالَ إِبْنُ حَجَر كَغَيْرِهِ مِنَ الْعُلَمَاءِ مَحَلُّ مَا ذُكِرَ فِي هَذَ الخَبَرِتَعْلِيْقُ التَّمَائِمِ وَغَيْرِهَا مِمَّا لَيْسَ فِيْهِ قُرْآَنٌ وَنَحْوُهُ فَأَمَّا مَا فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَلَا نَهْيَ عَنْهُ فَإِنَّهُ إِنَّمَا يُجْعَلُ لِلتَّبَرُّكِ لَهُ وَالتَّعَوُّذِ بِأَسْمَائِهِ وَذِكْرِهِ
Ibnu Hajar serta ulama lain mengatakan: “Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau yang lain, adalah apabila azimat yang digantungkan tidak mengandung Al-Qur’an atau yang sesamanya. Adapun jika azimat digantungkan berupa dzikir kepada Allah, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah atau dzikir kepada-Nya.”
Para ulama juga sepakat akan kebolehan menggunakan azimat, rukyah atau semacamnya jika memang memenuhi syarat-syarat yang di perbolehkan dalam Syariat. adapun syarat kebolehannya, sebagaimana dipaparkan dalam kitab Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah ada tiga;
- Harus menggunakan Kalam Allah atau Asma Nya, Sifat Aallah, Asma ataupun sabda Rasulullah.
- Menggunakan bahasa Arab ataupun selain bahasa Arab yang dipahami
- Disertai keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, melainkan (terkabulnya hajat dan terhindar dari musibah) hanya karena kuasa Allah Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja.” (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82).
Dari beberpa dalil diatas kita bisa menarik benang merah bahwa sebenarnya penggunaan azimat agar terhindar dari musibah sebagaimana tradisi masyarakat Indonesia tidak dilarang dalam Islam asalkan tidak mengandung kesyirikan serta orang yang menggunakan tidak meyakini bahwa azimat tersebut bisa memberikan pengaruh dengan sendirinya, karena keyakinan semacam itu bisa menjerumuskan seseorang pada kekufuran.
Muhammad Nuruddin | Annajahsidogiri.id